Sampai dipublishnya catatan ini, tim SAR gabungan dan berbagai elemen yang terlibat masih belum berhasil menemukan main body dari pesawat Lion Air (LA) dengan nomer lambung JT610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang - Jawa Barat, Senin pagi 29 Oktober 2018.Â
Release terakhir oleh tim Basarnas pada sore tadi (30/10/2018) menyebutkan telah ditemukan 26 kantong jenazah berisi serpihan tubuh korban dan puing-puing pesawat LA JT610. Meski demikian tim Disaster Victim Identification (DVI) juga belum bisa mengidentifikasi serpihan tubuh korban yang sudah ditemukan. Pihak forensik rumah sakit Polri Kramatjati sudah mendapatkan ratusan sampel DNA untuk dilakukan analisis.
Musibah jatuhnya pesawat LA JT610 bukan saja menyisakan duka yang mendalam di pihak keluarga korban namun menimbulkan tanda tanya besar dari berbagai kalangan mengingat pesawat LA JT610 itu masih tergolong baru dari jenis  Boeing 737 Max 8. Pihak manajemen LA mengatakan kalau pesawat LA JT610 secara teknis layak terbang.
Berbagai pandangan seputar jatuhnya pesawat LA JT610 terus bermunculan mulai dari pengamat pesawat terbang, analis penerbangan, mantan pilot, anggota DPR yang memang berkecimpung pada masalah perhubungan udara, anggota Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dan pihak-pihak yang berkompeten namun mereka belum berani memastikan apa penyebab yang sebenarnya. Semua pengamat tadi menyimpulkan kalau penyebab kecelakaan baru bisa dijelaskan secara rinci setelah ditemukannya black box (kotak hitam) yang berada di ekor  pesawat.
Kotak hitam pesawat yang sebenarnya berwarna oranye itu terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama berupa alat yang berfungsi merekam data penerbangan atau disebut Flight Data Recorder (FDR) dan bagian kedua berupa komponen yang bertugas merekam berbagai aktivitas dalam kokpit pesawat termasuk percakapan antara pilot / co-pilot dengan petugas Air Traffic Control (ATC) atau dinamakan Cockpit Voice Recorder (CVR).
Lion Air sering delay?
Mereka yang sering terbang dengan menggunakan jasa maskapai penerbangan LA umumnya memberikan komentar miring kalau pesawat yang akan berangkat sering delay (tunda terbang) entah karena alasan teknis atau kondisi cuaca. Saya sendiri yang jarang menggunakan pesawat terbang untuk perjalanan jarak jauh juga pernah mengalaminya.Â
Pertama, saat hendak terbang dari Bandara Juanda Sidoarjo dengan tujuan Bandara Soetta, Jakarta beberapa tahun silam. Karena alasan teknis sehingga para penumpang harus menunggu 3 jam sebelum pesawat take off, karena jam terbang diundur menjadi agak siang sehingga pihak LA memberikan kompensasi berupa snack dan air mineral.
Kedua, ketika akan kembali ke tanah air dari KLIA 2, Kuala Lumpur Malaysia. Hujan yang sangat deras dan mendung tebal mengakibatkan penerbangan harus ditunda satu jam demi alasan keselamatan. Penundaan jam terbang kali ini masih bisa ditolerir dengan pertimbangan keselamatan.
Musibah yang menimpa maskapai LA Â
Tercatat sudah puluhan kali maskapai penerbangan LA mengalami musibah kecelakaan, mulai tahun 2002 hingga kejadian musibah jatuhnya pesawat LA JT610 pada 29 Oktober 2018 kemarin.Â
Pernah terdengar juga ada kasus seorang pilot pesawat LA beberapa tahun silam saat melakukan penerbangan dari Surabaya ke Denpasar. Sang pilot pesawat LA tadi memerintahkan pramugarinya melakukan desahan suara erotis melalui pengeras suara dalam kabin pesawat dengan alasan untuk menghibur para penumpang karena sebelumnya pesawat delay beberapa lama.
Terlepas dari suara-suara sumbang mengenai layanan maskapai LA, saya bersama dua orang kawan sesama penulis di Kompasiana pernah berkesempatan berfotoria dengan pilot dan co-pilot di ruang kemudi (cockpit) pesawat LA saat terbang ke Malaysia beberapa tahun lalu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H