Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

"Tandak Bedes" Masih Jadi Hiburan Meriah di Zaman Now

5 Oktober 2018   10:23 Diperbarui: 7 Oktober 2018   19:10 2978
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tandak bedes di Car Free Day Surabaya (dok.pri)


Masih segar di ingatan saya, ketika keponakan saya (anak kakak) baru sembuh dari sakitnya kemudian almarhum ibu meminta kakak untuk nanggap tandak bedes (topeng monyet) agar keponakan yang baru sembuh tadi menjadi gembira dan terhibur sehingga kondisi badannya semakin membaik.

Selain nanggap (menyewa) tandak bedes, almarhum ibu juga meminta kakak agar mbancaki anaknya yang baru sembuh dari sakit sebagai tanda syukur kepada Tuhan.

Makanan yang digunakan untuk acara bancakan (syukuran) tidak selalu berbentuk nasi dan lauk-pauk yang dalam pembuatannya membutuhkan biaya lebih banyak. 

Bisa berupa makanan sederhana seperti bubur abang dan jajan pasar. Bubur abang (bubur merah) dibuat dengan menggunakan gula merah (gula Jawa). 

Sedangkan jajan pasar (kue pasar) ialah kue-kue yang biasanya dijual di pasar seperti bikang, nagasari, kue lapis dan masih banyak lagi.

Makanan untuk acara bancakan kemudian dibagi-bagikan ke para tetangga dekat rumah.

Nanggap tandak bedes tentu mengundang perhatian anggota keluarga yang tinggal serumah selain itu juga para tetangga di kampung. 

Suara keras alat semacam jidor yang ditabuh secara teratur oleh pemilik tandak bedes tak pelak membuat sebagian tetangga di kampung terutama para ibu dan anaknya keluar rumah. 

Mereka berhamburan menuju rumah kami karena ingin menyaksikan aksi seekor monyet dengan iringan musik khas tandak bedes.

Tandak bedes dulu dan sekarang

Kala itu dengan ongkos cuma tiga atau lima ribu rupiah, sang tukang tandak bedes sudah berani menggelar atraksi monyet pintar dengan iringan jidor.

Berbeda dengan tandak bedes zaman sekarang, dulu hewan yang digunakan untuk pertunjukan bukan hanya monyet (Jawa = bedes / ketek) melainkan juga anjing dan ular.

Semua hewan yang digunakan untuk pertunjukan tandak bedes tentu sudah dilatih oleh pemiliknya agar jinak dan pintar. Sehingga dengan gampang mengikuti perintah majikannya.

Monyet yang sudah terlatih diminta beratraksi dengan membawa timba, pikulan, memasang topeng di mukanya, bermain sepeda dan atraksi-atraksi lainnya.

Anjing pun tak mau kalah. Ia beratraksi dengan berdiri dengan dua kaki belakangnya sambil menjulurkan lidahnya. Monyet kemudian naik ke punggung anjing sambil berputar-putar beberapa kali.

Yang paling ditunggu-tunggu oleh para penonton ialah atraksi ular. Setelah tukang mengeluarkan seekor ular dari kotaknya seketika itu para tetangga yang sedang menonton terperangah. Ekspresinya juga berbeda-beda, ada yang bersorak riang karena begitu senangnya melihat ular. 

Ada yang ketakutan sehingga jemari tangannya mencengkeram bahu penonton lainnya. 

Ular yang diperkirakan ular sawah jinak itu kemudian melilit pinggang sang tukang. Kadang bila dipegang ekornya dengan posisi kepala di bawah, spontan saja sang ular bergerak ke atas menuju ujung ekornya.

Semua atraksi baik monyet, anjing dan ular diiringi alat musik semacam jidor yang dipukul dengan alat khusus. Dung..dung..dung..dung.. begitu kira-kira bunyinya, sangat sederhana dan monotone.

Tandak bedes beratraksi di pasar kaget Gresik (dok.pri)
Tandak bedes beratraksi di pasar kaget Gresik (dok.pri)
Kini tandak bedes sudah tidak menampilkan atraksi anjing dan ular, namun dari sisi instrumen sudah lebih menarik meski masih tetap monoton. Selain alat musik pukul semacam jidor (dram), kendang, tukangnya juga menggunakan lempengan logam yang ketika dipukul berbunyi ting..ting..ting...

Monyet beratraksi sendirian dengan beragam atraksi yang kurang lebih sama dengan atraksi tandak bedes zaman dulu.

Tandak bedes di antara para penonton (dok.pri)
Tandak bedes di antara para penonton (dok.pri)
Atraksi tandak bedes (topeng monyet) kini jarang digelar di kampung-kampung. Kalau toh ada yang nanggap, ongkosnya pun terbilang cukup mahal, sekali beratraksi sang tukang sedikitnya mematok ongkos lima puluh ribu rupiah padahal atraksinya sudah kurang menarik lagi.

Atraksi tandak bedes dewasa ini banyak kita temukan di antara kemeriahan Car Free Day atau di hiruk-pikuknya pasar kaget yang berlangsung di daerah tertentu.

Di era digital sekarang ini di mana internet sudah menjadi santapan sehari-hari. Nyatanya tandak bedes masih tetap eksis tak tergerus zaman. Terbukti masih menjadi alternatif tontonan meriah nan menghibur sebagian masyarakat kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun