Baksooo..sepertinya makanan (kuliner) yang sangat pas untuk menemani suasana mendung menjelang musim hujan seperti sekarang ini.Â
Bakso merupakan salah satu kudapan yang sudah sangat populer karena merakyat. Dulu sempat beredar pemberitaan kalau pentol bakso yang dijual secara serampangan itu menggunakan bahan pengawet kimia berupa borax dan formalin yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena bisa memicu munculnya kanker atau penyakit yang menggerogoti organ tubuh lainnya.Â
Semoga kini para penjual bakso di manapun mereka berjualan semakin sadar dan mengerti akan betapa pentingnya arti kesehatan dan keselamatan jiwa para konsumennya.Â
Sebagian orang berpendapat bahwa cara yang paling sederhana untuk menilai enak tidaknya bakso yang dijual sebuah warung ialah dari laris tidaknya warung bakso tadi.Â
Pernah juga sih suatu ketika saya mendengar celetukan seorang kawan yang menceritakan pengalamannya andok (makan, red) bakso di sebuah kedai bakso yang rasanya biasa-biasa saja tapi pembelinya berjubel.Â
Sang kawan tadi sambil berkelakar nyeletuk "wah..tarikane gedhe iki mas he..he.. (wah pakai penglaris warung ini mas he..he.., red)
Jenis bakso yang sering terdengar (akrab) di telinga kita adalah Bakso (bakwan) Malang dan Bakso Solo.Â
Mana yang lebih bagus? Menurut saya tidak ada yang paling bagus, yang wajib diperhatikan oleh sang penjual bakso ialah bagaimana ia membuat bakso menggunakan bahan-bahan yang memenuhi syarat kesehatan (higienis) dan terjamin kehalalannya.Â
Setiap orang (konsumen / penikmatnya) berhak memilih bakso mana yang ia suka dan sesuai dengan seleranya. Singkat kata, soal rasa dan selera itu relatif bagi masing-masing orang.
Seorang saudara yang pernah menekuni usaha berjualan Bakwan Malang mengatakan kalau rasa khas, gurih dan nikmat kuah bakwan sangat dipengaruhi oleh pemberian bawang putih dan gula dalam jumlah yang pas.