Untuk ukuran sebuah museum, menurut saya Museum Surabaya itu termasuk museum yang punya potensi besar untuk menyedot jumlah pengunjung. Mengapa? Letak Museum Surabaya sangat strategis karena berada di Jalan Tunjungan Surabaya yang bukan saja sangat terkenal seperti halnya Jalan Sudirman-Thamrin di Jakarta. Atau seperti Jalan Braga dan Asia-Afrika di Bandung.
Museum Surabaya juga berada di dalam sebuah gedung bersejarah, Gedung Siola namanya yang oleh Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya sesuai SK Walikota Surabaya nomor 188.45/66/436.1.2/2011 tahun 2013.Â
Untuk diketahui, Gedung Siola yang sejak tahun 2015 dijadikan Museum Surabaya itu sebenarnya merupakan bangunan berarsitektur menawan yang sudah ada sejak tahun 1877.Â
Kala itu, Robert Laidlaw (1856 -- 1935), seorang kapitalis asal Inggris membangun pertokoan (pusat grosir) di pojokan Jalan Tunjungan Surabaya.Â
Pertokoan yang kemudian dinamakan Whiteaway Laidlaw and Co itu menjadi kesohor di masanya. Whiteaway meredup kemudian diambil alih oleh pengusaha asal Jepang sekaligus berganti nama menjadi Chiyoda.Â
Di masa revolusi 10 November 1945, Gedung Siola sempat hancur terkena sasaran bom tentara Inggris karena Arek-arek Suroboyo sempat bermarkas di gedung ini sebagai benteng pertahanan.Â
Roda waktu terus berputar, sejarahpun berubah sampai pada akhirnya pada tahun 1950 an munculah pertokoan bernama Siola di gedung yang sempat hancur tadi.
Gedung Siola luasnya kira-kira 8338 meter persegi dan sejak 1 Januari 2015 diambil oleh pemkot Surabaya.
Pada tanggal 06 Juni 1983 Walikota Surabaya yang kala itu dijabat oleh Drs. Moehadji Widjaja juga pernah meresmikan Gedung Siola itu.
Gedung Siola oleh Pemkot Surabaya dijadikan mal pelayanan publik. Di lantai dasar ditempati Museum Surabaya, kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (dispendukcapil), kantor Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA), dan beberapa unit bank pemerintah antara lain BRI, BNI dan Mandiri, serta kantor Polwiltabes Surabaya untuk pengurusan SIM, SKCK dan STLK.
Beberapa lantai di atasnya ditempati kantor Dinas Pemuda dan Olahraga (dispora) Surabaya, kantor Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia kantor wilayah Jawa Timur dan kantor Dinas Industri dan Perdagangan (disperindag) Surabaya. Beberapa lantai teratas (lantai 5,6 dan 7) dijadikan area parkir (1).Â
Selain itu kantor UPTSA yang membawahi ratusan (261) perizinan juga ramai didatangi warga Surabaya.
Koleksi Museum Surabaya
Semula saya mengira seperti namanya Museum Surabaya hanya  menampilkan berbagai koleksi tentang sejarah kota tua Surabaya, ternyata di luar dugaan, koleksinya lebih lengkap dan beragam.
Selain berada di dalam gedung yang oleh pemkot Surabaya dicanangkan sebagai bangunan cagar budaya, Museum Surabaya juga dicirikan dengan keberadaan 2 meriam kuno dan lokomotif kuno yang ditempatkan di luar (depan) gedung.
Dekat pintu masuk, setelah pengunjung mengisi buku tamu, oleh pengelola museum ditempatkan tiruan (replika) prasasti Kamalagyan yang prasasti aslinya ditemukan di Dusun Klagen, Tropodo -- Krian, Sidoarjo -- Jatim.
Prasasti Kamalagyan merupakan warisan Prabu Airlangga dari Kahuripan dibuat untuk memperingati dibangunnya waduk Waringin Sapta.
Dalam prasasti itu nama Hujung Galuh (Surabaya) juga disebut-sebut sebagai wilayah tempat mengambil muatan (hasil bumi kali ya) (2).
Busana kesenian daerah Jaran Kepang (kuda lumping) atau Jaranan juga menghiasi salah satu ruang pamer Museum Surabaya. Gambar (lukisan) sketsa wajah seniman legendaris Surabaya, Cak Gombloh yang kondang dengan lagu kebyar-kebyar nya beserta keterangan biografi beliau terpampang di salah satu sudut museum.Â
Foto-foto walikota Surabaya mulai dari yang pertama sampai dengan Tri Rismaharini juga dipajang.
Koleksi itu antara lain berupa pakaian petugas pemadam kebakaran, hidrant, helm pengaman dan pemadam api.
Beberapa waktu lalu, unit mobil pemadam kebakaran (damkar) yang pernah digunakan oleh pemkot Surabaya sempat dipamerkan dan ditempatkan di luar gedung namun kini sudah ditarik lagi, entah ditempatkan di mana.
Selain tidak dikenakan tiket masuk, pengunjung bisa melihat langsung bemo (roda tiga), angguna (angkutan serba guna) dan helicak (bajaj).
Becak siang dan becak malam yang hingga kini masih digunakan di sebagian kawasan di Surabaya juga dipamerkan di Museum Surabaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H