Mendaki gunung merupakan salah satu aktivitas (traveling) yang umumnya disukai oleh kaum muda. Meski demikian bukan berarti kaum tua tidak menyukai dunia pendakian itu. Saya termasuk salah satu penikmat aktivitas pendakian meski usia saya sudah tidak muda lagi.
Saya termasuk pendaki amatir (amateur climber). Beberapa gunung di Jawa Timur seperti Semeru (Ranu Kumbolo), Kawah Ijen (Banyuwangi -- Bondowoso ), Bromo, Seribu tangga Pangklungan (Wonosalam -- Jombang), lereng Gunung Penanggungan (kawasan Jalatunda / Trawas Mojokerto dan kawasan Sumber Tetek / Gempol -- Pasuruan) dan Gunung Surowiti (Panceng -- Gresik) sudah pernah saya jelajahi. Meski belum mahir betul namun pengalaman pendakian tadi akan menjadi pelajaran berharga untuk pendakian selanjutnya.
Kondisi (stamina) tubuh yang prima dengan ditunjang oleh suasana hati yang happy yang terbebas dari masalah-masalah yang mendera menjadi modal dasar seorang pendaki agar bisa mendaki dengan selamat dan sukses sampai di titik (sasaran) yang dituju.
Mendaki gunung bisa dilakukan sendiri (solo climber) atau berkelompok. Semua cara itu sama-sama asyiknya. Toh ketika sampai di pos yang dituju (puncak) akan bertemu dengan para pendaki lainnya.
Mendaki gunung tetap memerlukan bekal bahan makanan (logistik) yang cukup. Makanan sehat dan minuman yang cukup akan menjadi sumber energi untuk melakukan pendakian.Â
Meski demikian perlu perhitungan matang agar logistik yang dibawa tidak terlalu memberatkan langkah pendakian. Bila diperlukan, seorang pendaki bisa menggunakan jasa tukang angkut barang (porter gunung).
Jangan lupa membawa Tolak Angin
Selain bekal berupa makanan dan minuman yang cukup biasanya di dalam ransel seorang pendaki tak ketinggalan pula obat (krim) gosok dan jamu (obat) Tolak Angin.
Meski menyenangkan namun mendaki gunung juga penuh resiko terutama bagi para pendaki yang teledor dengan keselamatan mereka.Â