Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Lupakan Sejarah Kebangkitan Bangsa dengan Mengunjungi Museum Dr Soetomo

24 Juli 2018   20:24 Diperbarui: 27 Juli 2018   08:49 1272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peralatan praktek warisan Dr. Sutomo (Dokumen Pribadi)

Julukan kota pahlawan yang disandang Surabaya tampaknya tak berlebihan. Sebenarnya bukan hanya peristiwa heroik 10 November 1945 saja yang mencuatkan nama Surabaya hingga bangsa dan negara ini menganugerahkan gelar kota pahlawan untuk Surabaya.

Surabaya punya dua "Soetomo" 

Ada satu nama untuk dua orang yang berbeda yang pernah tercatat dalam sejarah tanah air bahkan kiprahnya bukan hanya mengharumkan nama Kota Surabaya melainkan sampai tembus ke mancanegara yakni nama Soetomo (baca Sutomo). 

Salah satu koleksi Museum Dr. Soetomo (Dokumen Pribadi)
Salah satu koleksi Museum Dr. Soetomo (Dokumen Pribadi)
Sutomo yang pertama berkiprah di dunia kedokteran, yang kemudian dikenal dengan nama Dr. Sutomo. Beliau sangat berjasa bagi negara karena menjadi pemrakarsa berdirinya organisasi kebangsaan bernama "Boedi Oetomo" (baca Budi Utomo) pada tanggal 20 Mei 1908. 

Setiap tanggal itu Bangsa Indonesia memperingatinya sebagai hari kebangkitan nasional. Dr. Sutomo memiliki nama panggilan Pak Tom, pusara beliau berada di dalam kompleks Gedung Nasional Indonesia (GNI) Jalan Bubutan Surabaya.

Barcode untuk mengakses keterangan lengkap koleksi (Dokumen Pribadi)
Barcode untuk mengakses keterangan lengkap koleksi (Dokumen Pribadi)
Nama Sutomo yang kedua yang pernah berjuang dan berjasa di Surabaya dan Indonesia pada umumnya memiliki nama panggilan Bung Tomo. 

Beliau pembakar semangat juang Arek-arek Suroboyo (pemuda-pemudi Surabaya, red) pada serangkaian pertempuran di Surabaya yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945. Beliau dimakamkan di pemakaman umum Ngagel Surabaya.

Museum Dr. Soetomo Surabaya 

Empat tahun silam, saya sekeluarga pernah menyempatkan diri berkunjung ke kompleks GNI. Kala itu Kompleks GNI sering terlewatkan ketika kami melintas di kawasan Jalan Bubutan menuju kawasan Pasar Turi untuk berbelanja berbagai kebutuhan di Pusat Grosir Surabaya (PGS). 

Pikir saya sayang kalau jejak sejarah bangsa itu terlewatkan begitu saja. Lagi pula saya tak terkecuali putri semata wayang kami merasa penasaran dengan warisan Dr. Sutomo itu, ada apa di kompleks itu?

Kala itu Ibu Murtiningrum (Moertiningroem) sebagai penjaga makam Dr. Sutomo dengan santun dan ramah menerima kehadiran kami. Malahan beliau berkenan memandu saya berkeliling di area kompleks GNI dan menjelaskan secara detail sejarah paviliun yang terkena mortir Inggris dan sekutunya itu.

"Bu Murtiningrum sudah pensiun, beliau sekarang tinggal di panti werdha" ujar Agatha petugas Museum Dr. Sutomo. 

Meja kursi Dr. Sutomo (Dokumen Pribadi)
Meja kursi Dr. Sutomo (Dokumen Pribadi)
Asal tahu saja sejak setahun lalu, gedung paviliun yang terkena pecahan mortir tentara sekutu saat pertempuran jelang insiden 10 November 1945 yang sebelumnya dialihfungsikan menjadi gedung PMI (poliklinik) Bubutan itu tepat 29 November 2017 diresmikan penggunaannya oleh Tri Rismaharini, Walikota Surabaya sebagai Museum Dr. Sutomo. 

Gedung poliklinik (markas PMI) berlantai dua yang dulu terkesan angker karena kabarnya di lantai atas sering terjadi penampakan mahluk gaib itu, sejak tahun lalu disulap oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menjadi sebuah museum cantik nan menarik yang menyimpan berbagai koleksi warisan Dr. Sutomo. 

Agatha menunjukkan dek gedung yang dicetak dengan anyaman bambu (Dokumen Pribadi)
Agatha menunjukkan dek gedung yang dicetak dengan anyaman bambu (Dokumen Pribadi)
Hampir sebagian besar bangunan gedung museum masih dipertahankan seperti aslinya, termasuk lantai (tehel) dan dek-dekan lantai atas, terlihat kalau kala itu cetakan dek dibuat dari anyaman bambu (Jawa = sesek / gedeg).

Sementara itu kalau sebelumnya pendopo GNI tampak kosong, berbarengan dengan diresmikannya Museum Dr. Soetomo setahun lalu itu, kini pendopo yang cukup megah itu diisi dengan berbagai koleksi foto sejarah keluarga dan gerak perjuangan Dr. Sutomo dalam mendirikan organisasi Budi Utomo untuk kebangkitan nasional.

Pengunjung museum juga bisa melihat secara langsung warisan Dr. Sutomo yang berupa mesin stensil kuno yang kala itu berfungsi untuk mencetak atau memperbanyak selebaran untuk mengobarkan api perjuangan pemuda dan rakyat Indonesia agar segera lepas dari belenggu penjajahan.

Untuk kunjungan kali ini saya tidak diterima oleh Bu Murtiningrum, perempuan renta yang dulu dengan setia menjaga situs makam Dr. Sutomo melainkan oleh petugas-petugas berusia muda.

Lebih lanjut Agatha menambahkan bahwa bagi para pelajar dan mahasiswa serta masyarakat luas yang ingin sekedar mengetahui dan meningkatkan pengetahuan tentang seluk-beluk riwayat hidup, sejarah pendidikan, organisasi Budi Utomo dan gerak perjuangan Dr. Sutomo untuk bangsa dan negara ini disarankan untuk mengunjungi Museum Dr. Sutomo yang terletak di dalam kompleks GNI, Jalan Bubutan Surabaya.

Lantai loteng dengan tehel asli (Dokumen Pribadi)
Lantai loteng dengan tehel asli (Dokumen Pribadi)
Sebagai museum yang belum genap setahun berdiri tentu saja membutuhkan pengembangan dan penyempurnaan. 

"Pengunjungnya belum banyak pak, rata-rata masih 10 orang di hari-hari biasa. Liburan sekolah atau hari-hari besar nasional seperti 17 Agustus dan 10 November lebih ramai lagi, bisa sampai 50 orang pengunjung dalam sehari" beber pria muda lulusan Fakultas Manajemen Unitomo Surabaya itu.

Keterangan secara lebih lengkap mengenai berbagai koleksi museum yang berupa foto riwayat hidup (keluarga), riwayat pendidikan, tumbuh kembang organisasi kebangsaan Budi Utomo, perabot rumah di Jalan Simpang Dukuh Surabaya, alat-alat praktek kedokteran di Rumah Sakit Simpang termasuk juga tas kerja warisan Dokter Sutomo bisa diakses secara online melalui barcode yang tertera di samping koleksi. 

Barcode bisa didownload melalui aplikasi QR Code dari Google play store yang terpasang pada smartphone pengunjung.

"Penataan museum dan penggalian sumber berbagai koleksi berupa foto masa lalu Dr. Sutomo dilakukan dan berasal dari dinas kearsipan Pemkot Surabaya" papar pria berkaca mata kelahiran 33 tahun silam itu.

Tak ubahnya Ibu Murtiningrum yang empat tahun silam berbaik hati memandu saya, hal serupa juga dilakukan Agatha. Pria berputra dua itu dengan sabar dan telaten menemani saya mengamati berbagai koleksi warisan Dr. Sutomo yang disimpan rapi dalam gedung kuno berlantai dua itu.

Di lantai dasar (satu) museum mungkin para pengunjung tak menemukan koleksi yang berwujud benda tiga dimensi kecuali hanya foto-foto lengkap dengan keterangannya namun di lantai atas (dua), pengunjung akan menyaksikan berbagai alat praktek kedokteran warisan Dr. Sutomo saat beliau masih aktif di Rumah Sakit Simpang yang kini disulap jadi mal Plaza Surabaya itu. 

"Kami mencoba menampilkan apa yang terekam dalam foto itu" ujar Agatha sambil mengarahkan tangannya ke gambar foto Dr. Sutomo saat sang dokter berada di dalam ruang praktek.

Peralatan praktek warisan Dr. Sutomo (Dokumen Pribadi)
Peralatan praktek warisan Dr. Sutomo (Dokumen Pribadi)
Pria yang sejak tahun 2005 bergabung dengan manajemen kompleks GNI Surabaya itu menginformasikan bahwa selain koleksi yang asli dan sangat tertata dengan rapi pihaknya juga mencarikan replikanya apabila koleksi aslinya belum ditemukan. Penambahan koleksi replika tak lain agar museum terlihat lebih menarik dan lengkap.

"Kami bekerja sama dengan dinas kearsipan Pemkot Surabaya akan terus-menerus melakukan pembenahan, meningkatkan kualitas pelayanan, sosialisasi secara masif dan jumlah koleksi yang ada serta menghimbau kepada masyarakat luas terutama generasi muda terdidik (pelajar dan mahasiswa, red) agar jangan pernah melupakan sejarah kebangkitan bangsa sendiri, salah satunya dengan meluangkan waktu untuk mengunjungi Museum Dr. Sutomo Surabaya" pungkasnya mengakhiri perbincangan kami siang kemarin (23/07/2018).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun