Julukan kota pahlawan yang disandang Surabaya tampaknya tak berlebihan. Sebenarnya bukan hanya peristiwa heroik 10 November 1945 saja yang mencuatkan nama Surabaya hingga bangsa dan negara ini menganugerahkan gelar kota pahlawan untuk Surabaya.
Surabaya punya dua "Soetomo"Â
Ada satu nama untuk dua orang yang berbeda yang pernah tercatat dalam sejarah tanah air bahkan kiprahnya bukan hanya mengharumkan nama Kota Surabaya melainkan sampai tembus ke mancanegara yakni nama Soetomo (baca Sutomo).Â
Setiap tanggal itu Bangsa Indonesia memperingatinya sebagai hari kebangkitan nasional. Dr. Sutomo memiliki nama panggilan Pak Tom, pusara beliau berada di dalam kompleks Gedung Nasional Indonesia (GNI) Jalan Bubutan Surabaya.
Beliau pembakar semangat juang Arek-arek Suroboyo (pemuda-pemudi Surabaya, red) pada serangkaian pertempuran di Surabaya yang puncaknya terjadi pada 10 November 1945. Beliau dimakamkan di pemakaman umum Ngagel Surabaya.
Museum Dr. Soetomo SurabayaÂ
Empat tahun silam, saya sekeluarga pernah menyempatkan diri berkunjung ke kompleks GNI. Kala itu Kompleks GNI sering terlewatkan ketika kami melintas di kawasan Jalan Bubutan menuju kawasan Pasar Turi untuk berbelanja berbagai kebutuhan di Pusat Grosir Surabaya (PGS).Â
Pikir saya sayang kalau jejak sejarah bangsa itu terlewatkan begitu saja. Lagi pula saya tak terkecuali putri semata wayang kami merasa penasaran dengan warisan Dr. Sutomo itu, ada apa di kompleks itu?
Kala itu Ibu Murtiningrum (Moertiningroem) sebagai penjaga makam Dr. Sutomo dengan santun dan ramah menerima kehadiran kami. Malahan beliau berkenan memandu saya berkeliling di area kompleks GNI dan menjelaskan secara detail sejarah paviliun yang terkena mortir Inggris dan sekutunya itu.
"Bu Murtiningrum sudah pensiun, beliau sekarang tinggal di panti werdha" ujar Agatha petugas Museum Dr. Sutomo.Â
Gedung poliklinik (markas PMI) berlantai dua yang dulu terkesan angker karena kabarnya di lantai atas sering terjadi penampakan mahluk gaib itu, sejak tahun lalu disulap oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menjadi sebuah museum cantik nan menarik yang menyimpan berbagai koleksi warisan Dr. Sutomo.Â
Sementara itu kalau sebelumnya pendopo GNI tampak kosong, berbarengan dengan diresmikannya Museum Dr. Soetomo setahun lalu itu, kini pendopo yang cukup megah itu diisi dengan berbagai koleksi foto sejarah keluarga dan gerak perjuangan Dr. Sutomo dalam mendirikan organisasi Budi Utomo untuk kebangkitan nasional.
Pengunjung museum juga bisa melihat secara langsung warisan Dr. Sutomo yang berupa mesin stensil kuno yang kala itu berfungsi untuk mencetak atau memperbanyak selebaran untuk mengobarkan api perjuangan pemuda dan rakyat Indonesia agar segera lepas dari belenggu penjajahan.
Untuk kunjungan kali ini saya tidak diterima oleh Bu Murtiningrum, perempuan renta yang dulu dengan setia menjaga situs makam Dr. Sutomo melainkan oleh petugas-petugas berusia muda.
Lebih lanjut Agatha menambahkan bahwa bagi para pelajar dan mahasiswa serta masyarakat luas yang ingin sekedar mengetahui dan meningkatkan pengetahuan tentang seluk-beluk riwayat hidup, sejarah pendidikan, organisasi Budi Utomo dan gerak perjuangan Dr. Sutomo untuk bangsa dan negara ini disarankan untuk mengunjungi Museum Dr. Sutomo yang terletak di dalam kompleks GNI, Jalan Bubutan Surabaya.
"Pengunjungnya belum banyak pak, rata-rata masih 10 orang di hari-hari biasa. Liburan sekolah atau hari-hari besar nasional seperti 17 Agustus dan 10 November lebih ramai lagi, bisa sampai 50 orang pengunjung dalam sehari" beber pria muda lulusan Fakultas Manajemen Unitomo Surabaya itu.
Keterangan secara lebih lengkap mengenai berbagai koleksi museum yang berupa foto riwayat hidup (keluarga), riwayat pendidikan, tumbuh kembang organisasi kebangsaan Budi Utomo, perabot rumah di Jalan Simpang Dukuh Surabaya, alat-alat praktek kedokteran di Rumah Sakit Simpang termasuk juga tas kerja warisan Dokter Sutomo bisa diakses secara online melalui barcode yang tertera di samping koleksi.Â
Barcode bisa didownload melalui aplikasi QR Code dari Google play store yang terpasang pada smartphone pengunjung.
"Penataan museum dan penggalian sumber berbagai koleksi berupa foto masa lalu Dr. Sutomo dilakukan dan berasal dari dinas kearsipan Pemkot Surabaya" papar pria berkaca mata kelahiran 33 tahun silam itu.
Tak ubahnya Ibu Murtiningrum yang empat tahun silam berbaik hati memandu saya, hal serupa juga dilakukan Agatha. Pria berputra dua itu dengan sabar dan telaten menemani saya mengamati berbagai koleksi warisan Dr. Sutomo yang disimpan rapi dalam gedung kuno berlantai dua itu.
Di lantai dasar (satu) museum mungkin para pengunjung tak menemukan koleksi yang berwujud benda tiga dimensi kecuali hanya foto-foto lengkap dengan keterangannya namun di lantai atas (dua), pengunjung akan menyaksikan berbagai alat praktek kedokteran warisan Dr. Sutomo saat beliau masih aktif di Rumah Sakit Simpang yang kini disulap jadi mal Plaza Surabaya itu.Â
"Kami mencoba menampilkan apa yang terekam dalam foto itu" ujar Agatha sambil mengarahkan tangannya ke gambar foto Dr. Sutomo saat sang dokter berada di dalam ruang praktek.
"Kami bekerja sama dengan dinas kearsipan Pemkot Surabaya akan terus-menerus melakukan pembenahan, meningkatkan kualitas pelayanan, sosialisasi secara masif dan jumlah koleksi yang ada serta menghimbau kepada masyarakat luas terutama generasi muda terdidik (pelajar dan mahasiswa, red) agar jangan pernah melupakan sejarah kebangkitan bangsa sendiri, salah satunya dengan meluangkan waktu untuk mengunjungi Museum Dr. Sutomo Surabaya" pungkasnya mengakhiri perbincangan kami siang kemarin (23/07/2018).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H