Berpikir positif saja kepada para orang tua atau siapapun yang ajeg berbagi rezeki melalui salam tempel untuk anak, keponakan, saudara yang lebih muda atau siapa saja.
Tidak perlu khawatir dengan pengaruh buruk salam tempel. Memberi ya memberi saja dengan ihlas, tidak perlu ditimbang-timbang. Kalau sedang tidak ingin memberi ya tidak perlu dipaksakan malah tidak berkah jadinya.
Memberi salam tempel tak akan menyebabkan orang menjadi malas berikhtiar, toh salam tempel itu hanya seger-segeran (penyemangat) saja di momen lebaran yang terjadi setahun sekali.
Kebiasaan memberi salam tempel di momen lebaran yang cuma terjadi setahun sekali itu tidak akan mengajari orang untuk bersikap materialistis, artinya memandang atau menghargai orang cuma dari kaca mata harta benda (uang) yang diberikan.Â
Kalau kebetulan nggak ngasih salam tempel lantas tidak dihormati atau diorangkan? Saya pikir itu hanya kekhawatiran diri sendiri saja. Orang akan memahami kondisi kita. Tak ubahnya irama sebuah lagu, kadang naik kadang turun begitu pula dengan kondisi ekonomi seseorang.Â
Mengganti Salam Tempel dengan Perlengkapan SekolahÂ
Sebagian orang menganggap pemberian salam tempel mungkin sudah terlalu mentradisi sehingga perlu divariasi dengan bentuk lainnya agar tidak membosankan.
Untuk anak-anak atau para keponakan, kita bisa mengganti salam tempel dengan hadiah lainnya antara lain bisa berupa kado yang berisi buku, tas sekolah atau perlengkapan sekolah lainnya. Mengingat tak lama setelah lebaran, anak-anak memasuki tahun ajaran baru.
Ada juga sebagian keluarga yang berinisiatif mengganti salam tempel dengan mengajak jalan-jalan anak, keponakan atau anggota keluarga lainnya ke taman wisata, kebun binatang atau objek wisata lainnya lalu makan bersama menikmati kebersamaan di momen lebaran nan fitri itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H