Tiap daerah di Indonesia pasti punya tradisi yang berbeda-beda untuk membangunkan orang makan sahur di tengah malam.Â
Bunyi peribahasa "Lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya" sepertinya sesuai untuk menggambarkan betapa adat istiadat (tradisi) suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya.Â
Makan sahur ini sangat penting bagi mereka yang sedang menjalankan puasa di bulan suci Ramadan karena menjadi sumber energi yang membantu menguatkan tubuh seorang muslim dalam menjalankan ibadah puasa di keesokan harinya.Â
Saking pentingnya sahur sebagai bagian ibadah puasa Ramadan sehingga kadang perlu keterlibatan orang lain dalam membangunkan orang di tengah atau penghujung malam.
Membangunkan Warga dengan KlotekanÂ
Tradisi membangunkan makan sahur nyaris tak ada bedanya di ketiga kota itu. Saya kelahiran Surabaya, masa kecil sampai lulus kuliah masih di Surabaya. Setelah menikah sampai sekarang menetap di Gresik. Jadi yang namanya tradisi membangunkan warga untuk makan sahur relatif sama antara Kota Surabaya dan Gresik.Â
Membangunkan warga dengan memainkan seperangkat alat musik ala kadarnya sambil berkeliling kampung dan perumahan masih menjadi tradisi yang berjalan sampai sekarang.
Waktu masih kecil, masih tinggal  bersama almarhum kedua orang tua di Surabaya, alat musik untuk acara klotekan membangunkan orang menggunakan peralatan seperti potongan bambu, cerigen, timba jebol, gendang (ketipung) dari bekas kaleng biskuit dan bas kotak.
Memainkan alat-alat musik ala kadarnya tadi disebut klotekan. Sebagian masyarakat menyebut klotekan keliling kampung atau perumahan dengan istilah musik patrol.
Entah sejak kapan tradisi ini mulai masuk Surabaya dan kota-kota di sekitarnya. Yang pasti sejak mbah-mbah kami dulu tradisi klotekan membangunkan orang untuk sahur sudah ada.