Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Mengurai Nasib Prasasti Airlangga yang Kurang Terurus!

23 Mei 2018   03:56 Diperbarui: 23 Mei 2018   19:02 2350
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prasasti Airlangga di antara perumahan warga Desa Klagen (dok.pri)

Lima tahun yang lalu, tepatnya 28 April 2013 untuk pertama kalinya saya mengunjungi lokasi Prasasti Airlangga yang terletak di Desa Klagen, Tropodo -- Krian, Sidoarjo-Jawa Timur. 

Tanggal 5 Juni 2017 untuk yang kedua kalinya saya menyempatkan diri menyambangi kembali lokasi berdirinya Prasasti Airlangga, yakni sebuah lempengan batu andesit yang bertuliskan huruf Jawa kuno.

Setahun kemudian, persisnya tanggal 6 April 2018 untuk ketiga kalinya saya mendatangi kembali warisan Raja Airlangga yang berlokasi di Desa Klagen, Sidoarjo itu.

Lebih dekat dengan Prasasti Airlangga (dok.pri)
Lebih dekat dengan Prasasti Airlangga (dok.pri)
Berbeda dengan dua candi yang pernah saya kunjungi sebelumnya yakni Candi Watoe Toelis (Watu Tulis) dan Candi Dermo, setelah lima tahun berlalu, kedua candi ini masih tersentuh upaya renovasi. 

Meski kondisi fisik Candi Watu Tulis masih tetap merana karena sama sekali belum ada upaya rekonstruksi namun setidaknya jalan menuju situs yang diperkirakan merupakan warisan Kerajaan Kahuripan itu sudah mulai dilebarkan dan dilakukan pemavingan.

Sementara Prasasti Airlangga kondisinya masih tetap seperti lima tahun lalu. 

Tulisan Jawa kuno yang terpahat di Prasasti Airlangga (dok.pri)
Tulisan Jawa kuno yang terpahat di Prasasti Airlangga (dok.pri)
Bahkan bangunan rumah warga desa yang ada di dekatnya juga masih sama seperti ketika saya berkunjung ke wilayah itu lima tahun silam.

Sebagai orang awam yang kebetulan suka sejarah, saya melihat Prasasti Airlangga ini harusnya tak terbengkalai seperti itu. Setidaknya mengundang perhatian masyarakat luas karena dilengkapi papan nama yang jelas. 

Dari jalan besar Krian, keberadaan situs warisan Airlangga ini juga jarang diketahui orang. Alangkah baiknya jika dibuatkan papan yang berisi petunjuk arah kalau di daerah Klagen Krian, Sidoarjo-Jatim itu terdapat situs bersejarah yang sangat penting, yang sangat berguna sebagai bahan belajar generasi.

Masyarakat awam tak terkecuali saya tentu merasa kesulitan memahami apa sih sebenarnya isi Prasasti Airlangga itu. Apakah tidak sebaiknya pemerintah membuatkan brosur atau papan yang tahan karat yang dipasang dekat lokasi situs yang menjelaskan isi prasasti itu. 

Sehingga masyarakat awam dengan mudah memahami isi prasasti dan tidak malah sebaliknya, menganggap situs Airlangga itu hanyalah sebongkah batu yang sama sekali tak berguna.

Belum ada papan nama, keterangan tentang isi prasasti, masih seperti yang dulu (dok.pri)
Belum ada papan nama, keterangan tentang isi prasasti, masih seperti yang dulu (dok.pri)
Saya atau mungkin juga pengunjung situs lainnya mengetahui isi Prasasti Airlangga itu dari internet yang ditulis oleh orang yang belum tentu memiliki wawasan atau pengetahuan yang mendalam tentang lempengan batu yang bertuliskan Bahasa Sansekerta itu. 

Selama ini informasi yang ada di internet hanya bersifat parsial (sepenggal-sepenggal), kurang komprehensif dan itupun belum tentu benar.

Saya secara pribadi menjadi lebih ingin tahu tentang Prasasti Airlangga itu setelah Museum Surabaya yang ada di Gedung Siola Surabaya itu memajang replika prasasti yang pernah saya datangi lima tahun silam itu.

Deimen, petugas Museum Surabaya (dok.pri)
Deimen, petugas Museum Surabaya (dok.pri)
Deimen, petugas Museum Surabaya mengatakan kalau replika Prasasti Airlangga itu merupakan salah satu koleksi museum yang paling banyak dilihat pengunjung.

"Pengunjung Museum Surabaya dibuat penasaran dengan replika Prasasti Airlangga yang berwarna hitam dengan ukuran yang besar" terang Deimen sambil menemani saya memandangi relief yang terpahat pada replika itu.

Kalau saya perhatikan, replika itu oleh pengelola sengaja ditempatkan dekat pintu masuk Museum Surabaya sehingga lebih dulu dilihat oleh para pengunjung.

Replika Prasasti Airlangga atau yang bernama Prasasti Kamalagyan itu oleh pengelola museum dilengkapi keterangan yang berbunyi: Subaddapageh huwus pepet hilinikang bahu ikang bangawan amatlu hilinyangalor, kapwa ta sukha manah nikang maparahu samanghulu mangalap bhanda ri hujunggaluh, artinya: kokoh kuat terbendung sudah arus sungai Bengawan bercabang tiga mengalir ke utara maka senang hati para tukang perahu bersama-sama mengambil muatan di hujunggaluh. 

Adapun letak hujunggaluh di kali Surabaya bagian sebelah utara Dukuh Klagen.

Prasasti Kamalagyan dibangun Airlangga dari Kerajaan Kahuripan Kadiri (Kediri) untuk memperingati keberhasilan atas pembuatan bendungan di Waringin Sapta pada 959 saka (1037 m).

Sebagai awam yang kebetulan juga sedikit menyukai dunia seni relief (pahat), saya melihat Prasasti Airlangga itu memiliki cita rasa seni yang sangat tinggi. 

Kalau diperhatikan, huruf-huruf Jawa kuno (sansekerta) yang dipahatkan terlihat begitu jelas dan rapi, padahal kala itu mungkin arsitek Airlangga tidak menggunakan alat ukur (mistar) untuk mengerjakannya. Sungguh sebuah maha karya yang harusnya dipelihara dengan baik. 

Sayang kalau dibiarkan tetap merana, pengelola Museum Surabaya saja menaruh perhatian serius bahkan sangat tertarik sampai-sampai berupaya membuatkan replikanya, masak prasasti yang benar-benar asli malah kurang terurus, sungguh menyedihkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun