Bagi sebagian orang bangun di tengah malam atau sepertiga malam terakhir merupakan tantangan tersendiri. Tentu terasa berat kalau belum terbiasa.Â
Pada bulan suci Ramadan ini kaum muslimin dan muslimat yang sedang menunaikan ibadah puasa sangat dianjurkan (diperintahkan) melakukan aktivitas bangun di tengah malam atau bahkan sepertiga malam terakhir (penghujung malam) untuk makan sahur.
Dengan makan sahur diharapkan tubuh seorang muslim akan menjadi lebih kuat saat menjalankan ibadah puasa pada keesokan harinya yang dilakukan mulai terbit fajar (imsak) sampai matahari tenggelam atau menjelang petang (maghrib).
Makan sahur tak hanya berfungsi sebagai tambahan sumber energi, lebih dari itu di dalam makan sahur itu banyak sekali keberkahan yang didapatkan oleh seorang muslim yang sedang berpuasa (1).
Agama Islam melalui nabinya, Rasulullah Muhammad SAW memerintahkan agar setiap muslim membangunkan dirinya di penghujung malam untuk makan sahur meski hanya minum seteguk air, karena Allah dan para malaikat bersholawat atas orang-orang yang bersahur.
Tak hanya makan sahur, di penghujung malam itu merupakan waktu yang mustajabah untuk beristighfar, berdoa, berdzikir, sholat malam, membaca Al-Quran atau beribadah apa saja yang bermanfaat (positif).
Announcer Masjid dan Musik PatrolÂ
Sebagian umat Islam kadang merasa berat bangun di tengah malam untuk makan sahur. Di sini peran aktivis mushola atau masjid untuk cuap-cuap (mengumumkan, red) dengan loudspeaker sangat diperlukan.Â
Ajakan agar segera bangun sahur biasanya dilakukan menggunakan pengeras suara (loudspeaker) yang jelas namun tetap tidak mengganggu umat lain karena hingar-bingarnya ajakan untuk bangun sahur tadi.
Adik-adik remaja biasanya paling aktif untuk melakukan acara patroli keliling desa. Dengan melantunkan lagu-lagu dan memainkan alat musik seadanya mereka berpatroli ria sambil berteriak-teriak " saur..saur..mau imsak pak - bu - adik-adik, saur..saur.."
Patroli keliling desa dengan musik patrol sudah mentradisi dan harus diakui sedikit atau banyak bermanfaat bagi mereka yang belum terbiasa bangun malam di bulan suci Ramadan itu.
Belajar dari Ibu Mertua
Saya masih ingat betul ketika di akhir bulan Ramadan, keluarga besar kami memutuskan untuk mudik dan berlebaran bersama di rumah ibu mertua. Pada suatu malam yang hening di akhir Ramadan, ibu mertua sempat membangunkan kami semua. Ibu sangat perhatian dan tak ingin kami bangun terlambat untuk makan sahur.
Saat kami bersiap-siap makan sahur, Â saya melihat emak (panggilan untuk ibu mertua) sedang mendirikan sholat dan sesudah mengerjakan sholat itu beliau mendoakan kami semua, anak, cucu, cicit, menantu dan suami beliau (bapak mertua) yang lebih dulu berpulang ke Rahmatullah.
Ibu mertua mendoakan kami dengan menyebut secara gamblang satu persatu nama anak, cucu, cicit, menantu dan almarhum suami tercintanya. Beliau memintakan ampun kami semua kepada Allah SWT, mendoakan kami semua agar selamat dunia-akhirat dan berhasil mengarungi bahtera hidup ini.
Tak lama setelah ibu mertua mengakhiri sholat dan doanya, kami semua menikmati santap sahur. Meski menu makan sahurnya termasuk sederhana namun tetap memenuhi syarat kesehatan. Di sela-sela makan sahur itu kami bercengkrama apa saja tentang pengalaman dan cerita masing-masing. Terlihat gayeng dan kompak sekali.Â
Hati saya berkata, sesungguhnya keseruan bukan terletak pada seberapa wah menu makan sahur kami, lebih dari itu serunya sahur di tengah kebersamaan kami itu justru karena doa yang ihlas dari ibu mertua untuk kami semua di keheningan penghujung malam pada akhir Ramadan.Â
Semoga kami semua tak terkecuali saya bisa menarik hikmah (pelajaran) dari apa yang telah dilakukan oleh ibu mertua kami itu, amien..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H