Sebentar lagi kita umat Islam akan menyambut datangnya bulan suci Ramadan, marhabban ya Ramadan..
Menyambut datangnya Ramadan tentu membutuhkan persiapan fisik (jasmani) dan mental spiritual (rohani). Berpuasa merupakan perbuatan menahan diri dari makan dan minum atau apa saja yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar (imsak) sampai matahari tenggelam (maghrib).Â
Seharian kita menahan diri dari makan dan minum selama sebulan penuh, untuk itu badan (fisik) kita harus disiapkan agar kuat (tahan) menjalani ibadah ini. Awal-awal menjalankan ibadah puasa biasanya tubuh kita akan gampang lemes (loyo) namanya juga permulaan. Lambat laun perut akan terbiasa kosong dan kuat menahan diri tidak makan-minum seharian.
Jauh-jauh hari sebelum menjalankan puasa tubuh kita perlu diberikan asupan gizi yang cukup terutama bagian lambung dan sistem pencernaan. Hal itu agar disaat perung kosong saat menjalani puasa, lambung tak terasa nyeri.
Puasa Ramadan bukan hanya ibadah fisik semata yakni menahan diri untuk tidak makan dan minum. Lebih dari itu, dengan berpuasa kita juga belajar menata hati, menahan (mengendalikan) diri dari nafsu (amarah / sahwat atau nafsu buruk lainnya).Â
Singkat kata, berpuasa di bulan suci Ramadan sejatinya juga merupakan penempaan diri secara mental spiritual, oleh sebab itu perlu persiapan diri dengan beramal sholeh dan bertaubat di bulan-bulan penuh berkah sebelumnya yakni antara lain Rajab dan Sya'ban.Â
Sebagian umat Islam di Indonesia khususnya yang ada di Pulau Jawa menyambut datangnya Ramadan dengan beragam tradisi antara lain : nyekar (ziarah), megengan (berdoa bersama dan selamatan) dan bersih-bersih musholla dan masjid.
Sebelum atau setelah tabur bunga biasanya seseorang berdoa agar arwah orang tua atau leluhurnya mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah SWT.Â
Menziarahi makam orang tua, anggota keluarga dan para leluhur harusnya tak hanya dilakukan menjelang bulan suci Ramadan saja, bahkan setiap saat kita bisa melakukannya.Â
Sebagian umat Islam juga meyakini bahwa mendoakan arwah orang tua atau para leluhur tidak selalu harus dengan mendatangi pusaranya lalu menaburkan bunga. Itu semua merupakan kearifan tradisional yang hingga kini masih tertanam begitu kuat dalam diri masyarakat Jawa atau mungkin masyarakat Indonesia pada umumnya.