Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Mari Menjaga Kelestarian Air Ranu Kumbolo

23 Februari 2017   14:51 Diperbarui: 24 Februari 2017   00:00 1448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ranu Kumbolo, Semeru ketika hari masih pagi (dok.pri)

Kilas Balik Sejarah Masa Silam

Air menjadi kebutuhan yang sangat vital bagi kehidupan manusia. Manusia mungkin bisa bertahan hidup meski tidak makan untuk sementara waktu namun untuk bertahan hidup dengan tidak minum jelas tidak mungkin. Tak heran bila manusia jaman dulu seperti Raja Purnawarman dari Kerajaan Tarumanegara (Bogor, Jawa Barat) bersusah payah membuatkan dua buah sungai (kanal) untuk pengairan lahan bercocok-tanam atau kebutuhan rakyat lainnya seperti yang tertulis pada Prasasti Tugu.

Gerak perjuangan dan kiprah Raja Purnawarman kemudian diteruskan oleh raja-raja di Jawa Timur. Beberapa candi (petirtaan) dan prasasti juga menceritakan bagaimana pemimpin rakyat kala itu benar-benar memperjuangkan kebutuhan dasar akan air, antara lain perjuangan Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan (Kediri) dalam membebaskan rakyat Kalagyan dari pajak. 

Oleh Airlangga, Kalagyan dijadikan wilayahperdikan, Airlangga juga membangun pertambakan dan lahan pertanian untuk rakyatnya. Kalagyan kini berubah nama menjadi Desa Klagen, Tropodo-Krian-Sidoarjo. Kisah Prabu Airlangga itu seperti tertulis dalam batu Prasasti Kalagyan yang ditemukan di Desa Klagen.

Sebagai raja besar saat itu, Airlangga juga membangun petirtaan atau Candi Sumber Tetek yang ada di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya berada di Desa Belahan, Gempol - Pasuruan - Jawa Timur. Petirtaan yang awalnya dipersembahkan untuk sang permaisuri tercinta itu hingga saat ini masih tetap terpelihara dengan baik. 

Airnya yang jernih dan bebas polutan terus mengalir dan dimanfaatkan oleh warga desa untuk minum dan keperluan lainnya. Ketika Airlangga masih kecil, ayahandanya yakni Raja Udayana dari Bali menghadiahi beliau dengan sebuah petirtaan bernama Jalatunda atau masyarakat sekitar juga menyebutnya dengan istilah Candi Jolotundo. Hingga saat ini sumber air di Petirtaan Jolotundo diyakini oleh sebagian orang berkhasiat untuk pengobatan.

Roda waktu terus bergulir, Raja-raja Majapahit di Trowulan, Mojokerto - Jawa Timur juga menghadiahi para permaisurinya dengan sebuah petirtaan yang populer dengan nama Candi Tikus. Sayangnya pancuran air di petirtaan itu sudah lama tidak berfungsi mungkin akibat lingkungan hutan di sekitarnya yang sudah rusak. Berbeda dengan Petirtaan Sumber Tetek dan Jolotundo yang masih berfungsi hingga sekarang. Air yang menggenangi Candi Tikus semata-mata berasal dari turunnya air hujan.

Raja-raja Majapahit juga berhasil menciptakan Kolam Segaran, yaitu kolam yang sangat luas hingga menyerupai segara (baca segoro) atau lautan. Ada beberapa versi pendapat mengenai keberadaan Kolam Segaran ini. Ada yang mengatakan kalau kolam ini menjadi tempat menyimpan semua perlengkapan makan dan minum dari emas atau perak untuk menghormati para tetamu Kerajaan Majapahit. Pendapat lain menyebutkan kalau kolam berukuran sangat besar itu fungsinya sebagai pendingin (sekarang AC kali ya) agar suasana Kota Majapahit menjadi sejuk. Air Kolam Segaran berasal dari sumber pegunungan, airnya tak pernah habis meski musim kemarau sekalipun. Sampai sekarang warga sekitar memanfaatkan air Kolam Segaran untuk pengairan sawah dan arena memancing ikan.

Menjaga Kemurnian Air Ranu Kumbolo

Dulu pernah ada seorang raja dari Kediri yang harus berjuang keras melawan ganasnya Gunung Semeru. Sang raja melakukan penyusuran mencari air suci seperti tertulis dalam Prasasti Ranu Kumbolo. Di tepian Danau Ranu Kumbolo kita jumpai sebongkah batu prasasti berangka tahun 1182 yang mengisahkan perjalanan Raja Kameswara dalam mencari air suci itu (tirtayathra). 

Sampai sekarang oleh masyarakat Suku Tengger dan mungkin juga umat beragama Hindu lainnya, Gunung Bromo dan Semeru tak terkecuali air Ranu Kumbolo masih dianggap suci dan keramat. Beraneka sesaji sebagai bentuk persembahan kepada Hyang Widhi selalu terlihat berserakan di area Prasasti Ranu Kumbolo.

Sebagai danau favorit para pendaki Gunung Semeru, air dan alam Ranu Kumbolo sementara ini masih relatif terpelihara kelestariannya, tidak seperti Ranu Regulo dan Ranu Pani(e). Seperti kita ketahui bersama, sebuah tempat yang sering didatangi orang, biasanya nih resiko untuk mengalami kerusakan juga semakin besar. Seperti yang terjadi pada Ranu Regulo dan Ranu Pane seharusnya tidak terulang kembali dan menimpa Ranu Kumbolo.

Mengambil air Ranu Kumbolo (dok.pri)
Mengambil air Ranu Kumbolo (dok.pri)
Pihak pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) jauh-jauh hari sudah mengantisipasi hal itu. Jumlah pengunjung (pendaki) Gunung Semeru khususnya Ranu Kumbolo kian hari kian meningkat saja sebab itulah setiap pendaki harus mengikuti aturan-aturan yang ditetapkan pihak pengelola. Bagaimanapun juga hutan atau pepohonan yang hidup di sekitar danau akan menjadi pelindung sumber air.

Akar-akar pepohonan akan secara efektif menjadi tandon (reservoir) yang mampu menyimpan air. Bisa Anda bayangkan bagaimana keadaan Ranu Kumbolo bila hutan di sekitarnya habis musnah karena ulah para pendaki. Tentu hal itu sangat tidak diharapkan. Sejak di pos pendataan, petugas tak bosan-bosannya mengingatkan agar pendaki tidak menebang pohon secara serampangan. Pembuatan api unggun dengan menggunakan kayu pohon hutan meski sekecil apapun harus seijin petugas, kecuali kondisi cuaca yang sangat ekstrim.

Ada tata cara yang unik untuk mengambil air di Ranu Kumbolo ini. Setiap pendaki yang akan mengambil air harus terlebih dulu melepas alas kakinya dan tak boleh menginjakkan kaki ke dalam air danau. Membuat kubangan atau lubang kecil dari pinggir danau kira-kira berjarak 1 sampai 2 meter. Air danau yang meresap masuk ke dalam lubang yang dibuat tadi itulah yang diambil untuk minum, masak dan keperluan lain

. Mandi dengan menceburkan diri ke dalam danau tidak boleh dilakukan karena di gunung para pendaki mungkin tidak perlu mandi karena hawa yang sangat dingin selain itu air danau ini harus tetap terjaga kemurniannya dan masih dikeramatkan oleh sebagian orang. Mengingat air Ranu Kumbolo juga bisa diminum langsung maka setiap pendaki Gunung Semeru wajib memelihara kemurnian dan kelestariannya.

Ketika mengambil air danau dengan menggunakan dry bag (tas kedap air) atau botol bekas air mineral seharusnya tidak meninggalkan sampah apakah itu berupa botol plastik tadi atau sampah lainnya di sekitar danau. Sampah harus di bawa kembali saat turun gunung.

Pihak pengelola Ranu Kumbolo harus mulai mewaspadai keberadaan toilet antik yang telah dibangun tidak jauh dari lokasi danau. Setiap saat jumlah pendaki Semeru pasti mengalami peningkatan dan hal itu diikuti dengan meningkatnya pendaki yang menggunakan fasilitas toilet ala semeru yang tersedia. Mungkin saat ini belum terlihat pengaruhnya terhadap kemurnian air Ranu Kumbolo tapi bukan tidak mungkin perlahan-lahan menumpuknya tinja yang tertampung dalam jamban anti “ranjau darat” itu dikhawatirkan akan mencemari air Ranu Kumbolo.

Dalam kotoran manusia sering dijumpai bakteri Eschericia coli (E coli) yang menjadi biang sakit perut dan mencret (diare). Nah kalau air Ranu Kumbolo sudah telanjur terinfiltrasi air tinja dari jamban yang ada maka bisa dipastikan air Ranu Kumbolo menjadi tidak steril (murni) lagi sehingga tidak boleh diminum tanpa merebusnya terlebih dulu. Untuk itu meski sederhana, jamban ala Ranu Kumbolo harus didisain seaman mungkin agar tidak mencemari air Ranu Kumbolo. Meski kondisinya masih ala kadarnya, mari sebagai sesama pendaki tetap memelihara kebersihan khususnya di jamban itu dan lingkungan Ranu Kumbolo secara keseluruhan.

Menikmati suasana pagi di Ranu Kumbolo (dok.pri)
Menikmati suasana pagi di Ranu Kumbolo (dok.pri)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun