Judul di atas sebenarnya merupakan guyonan (kelakar), sepintas mirip Bahasa Jepang tapi kocak, yang dalam Bahasa Indonesia terjemahannya : gara-gara diberi “glutamat” jadi mati. Apa itu glutamat? Sedemikian berbahayakah hingga mematikan? Bagi Mr. Tanaka dan jajarannya tentu saja menganggap judul (tuduhan) di atas sangat bertentangan dengan apa yang telah dijalaninya selama ini. Judul di atas sangat tidak enak untuk didengar dan pasti mereka akan menyanggahnya dengan keras.
Saat memberikan sambutan di depan puluhan penulis (kompasianer) dan admin Kompasiana.com pada Rabu (01/02/2017) lalu, bos Ajinomoto - Mojokerto yang asli Jepang itu dengan santun mengatakan bahwa penguat rasa dan semua bumbu produksi Ajinomoto sangat aman dikonsumsi baik untuk anak-anak maupun orang dewasa.
Dalam kesempatan itu pria berkaca mata yang sejak tahun 2015 mengabdi di Ajinomoto - Mojokerto itu juga mengatakan kalau pihaknya memberi kesempatan seluas-luasnya untuk kunjungan berbagai kalangan masyarakat seperti ibu-ibu PKK, kelompok mahasiswa dan instansi pemerintah yang ingin mengetahui lebih jelas bagaimana proses pembuatan bumbu masakan Ajinomoto. Tak bisa dipungkiri sampai sekarangpun sebagian masyarakat masih takut dengan MSG. Ketakutan sebagian orang akan MSG karena mereka menganggap MSG merupakan bahan kimia (sintetik) yang sangat berbahaya bahkan mematikan. Rasa takut seseorang akan bahan kimia itu oleh Dr. Annis Catur Adi, disebut dengan istilah chemo phobia.
Pakar gizi yang juga dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga (FKM Unair) Surabaya itu dalam presentasinya menerangkan bahwa glutamat sebagai substansi dasar pembuatan MSG dengan mudah ditemukan pada bahan makanan sehari-hari kita, seperti jagung, singkong, gandum dan tetes tebu. Jadi glutamat bukanlah bahan kimia sintetik yang selama ini ditakutkan banyak orang. Glutamat merupakan sejenis garam dari golongan asam amino non esensial yang memberikan rasa umami (gurih). Menurut Katarina D. Larasati, rasa umami tak hanya ditemukan pada glutamat, kelompok garam ribonukleotida seperti inosinat dan guanilat juga menghasilkan rasa umami. Selama proses berjalan, PT. Ajinomoto tak hanya menggunakan penguat rasa berupa mononatrium glutamat untuk bumbu-bumbu masakan produksinya tapi juga dinatrium 5 inosinat dan dinatrium 5 guanilat.
Penggunaan garam dapur (Natrium Chlorida / NaCl) yang berlebihan dalam waktu yang lama akan beresiko pada munculnya penyakit tekanan darah tinggi (hipertensi) dan penyakit kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah). Sebagian orang mulai mengerti dalam soal konsumsi garam ini dan lebih memilih menggunakan MSG karena kandungan natrium (sodium) yang dianggap sebagai pemicu hipertensi pada MSG hanya 12% sementara pada garam dapur angkanya cukup besar yakni 39%. Kombinasi yang tepat antara MSG dan garam dapur dipercaya akan menghadirkan rasa yang pas.
Di akhir presentasinya, Dr. Annis menyarankan agar sebagai pengguna juga harus bijak dalam mengonsumsi MSG meski secara ilmiah (uji preklinis maupun klinis) dinyatakan tidak berbahaya baik oleh para ahli kesehatan maupun oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) namun dalam pemakaiannya tetap harus tepat. Penggunaan berlebih dengan sendirinya akan menimbulkan rasa kurang enak.
Proses Pembuatan Mononatrium Glutamat
Hampir semua varian produk PT. Ajinomoto dalam komposisinya menggunakan bahan Mononatrium Glutamat atau ada yang menyebutnya Monosodium Glutamat atau disingkat MSG. Natrium sebenarnya istilah yang sama untuk menyebut sodium. Bahan yang oleh masyarakat awam dinamakan mecin atau vetsin itu secara fisik berupa kristal tepung berwarna putih yang tidak berbau dan mudah larut dalam air. MSG mengandung beberapa unsur yakni glutamat 78,2%, natrium 12,2% dan air (H2O) sebanyak 9,6%.
Untuk mendapatkan kristal MSG berkualitas yang siap dikonsumsi masyarakat luas diperlukan sistem proses yang modern dan pastinya higienis. Adapun bahan-bahan baku bisa diperoleh dari gandum, gluten jagung, tepung tapioka, tetes tebu (cane molasses) bisa juga dari bit molasses (tetes gula bit).
“Untuk tetes tebu kami datangkan dari 35 pabrik gula yang ada di Indonesia” terang Hadi, section manager Ajinomoto – Mojokerto. Sebagai perusahaan bumbu masakan terkemuka di Indonesia bahkan di dunia, tentu saja Ajinomoto - Mojokerto memberlakukan standarisasi khusus untuk tetes tebu yang akan diolah. Sistem proses yang sedang berjalan bisa dimonitor dan dievaluasi dalam sebuah ruang kontrol.
“Kami tetapkan angka TSAE (ukuran standar tetes) nya harus di atas 54%” lanjut Hadi. Dari 35 pabrik gula yang menjadi partner Ajinomoto - Mojokerto sebagian besar di antaranya berada di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah (PTPN IX). Beberapa pabrik gula di Jatim yang berada di bawah naungan Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) X seperti Pabrik Gula (PG) Gempol Krep (Gedek, Mojokerto), PG. Candi (Sidoarjo) dan PG. Krebet (Malang) sudah puluhan tahun menjadi rekan kerja Ajinomoto – Mojokerto.
Menurut Hadi, pihaknya mendatangkan tetes tebu pilihan dari berbagai PG mulai Bulan Juni atau Juli sampai Desember karena pada kurun waktu itu PG tadi sedang musim giling (proses produksi) sehingga tetes tebu bisa dipanen dan dikirim ke Ajinomoto – Mojokerto. Pada Bulan Januari hingga Mei proses produksi tetes berhenti (tutup giling). Kapasitas sistem proses pabrik dalam sehari mampu mengolah tetes antara 1500 hingga 2000 ton.