Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kisah Karso, Menggali "Emas" di Gunung Semeru

17 Januari 2017   13:25 Diperbarui: 17 Januari 2017   15:04 3984
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mengusap keringat karena lelah (dok.pri)

Biasanya nih saat seseorang bepergian dengan barang bawaan yang cukup banyak dan kesulitan untuk membawanya maka jasa seorang porter (tukang angkut barang, red) sangat diperlukan. Seorang porter sering kita temukan di bandara-bandara, stasiun kereta api dan pelabuhan atau bahkan di dermaga kecil sekalipun. Seorang porter dibayar secara suka-rela, nggak pasang tarif,  namun sebagai pemilik barang kita juga harus tahu diri, seberapa banyak barang bawaan yang telah diangkut oleh si porter itu. Maka biaya jasa angkut porterpun harus kita sesuaikan dengan seberapa banyak tenaga yang dikeluarkannya. Ngomongin soal porter di darat mungkin sudah biasa, bagaimana dengan porter di gunung?

Inilah cerita keseharian salah seorang porter di gunung. Adalah Pak Karso, seorang porter Gunung Semeru yang sudah puluhan tahun malang-melintang di jalur pendakian Semeru. Sejak masih muda Karso memang sudah punya kebiasaan unik yakni jajah alas (menjelajah hutan, red) Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).

Kini di usianya yang sudah cukup tua itu ia tetap saja survive dengan profesinya sebagai porter gunung. Entah berapa puluh atau bahkan ratusan kali ia telah naik-turun gunung yang tertinggi di Pulau Jawa itu. Yang pasti sudah 15 tahun lebih ia menapaki karir sebagai porter gunung khususnya gunung yang puncaknya bernama Mahameru itu.

Ia mengaku debut karirnya sebagai porter Semeru semakin melejit ketika booming film 5 cm pada tahun 2012 di mana saat itu film yang digandrungi kaum muda itu sengaja memilih lokasi syuting di kawasan Gunung Semeru, Jawa Timur. Semenjak diputarnya film yang diarsiteki Rizal Mantovani itu, Gunung Semeru mulai banyak disambangi para pendaki. Alhasil, Karso dan para porter Semeru lainnya juga ikut kebanjiran order, menuai rezekiPria asli Tumpang, Malang – Jawa Timur itu mengaku tidak mematok tarif khusus untuk para pendaki yang menggunakan jasanya.

Mengusap keringat karena lelah (dok.pri)
Mengusap keringat karena lelah (dok.pri)
Untuk angkut barang ke puncak (Kalimati atau Mahameru, red) biasanya saya minta ongkos 300 ribu” ungkap Karso dengan nafas tersengal-sengal sambil mengusap keringat yang mengucur deras dari pelipisnya. Kadang ia tak sampai hati terutama kepada para pendaki muda (kalangan mahasiswa, red) hingga tarif 200 ribupun tetap ia terima dengan ihlas. Kalau sedang hoki nih iapun bisa menerima ongkos angkut 350 ribu bahkan lebih dari itu terutama saat liburan jelang tahun baru. Iapun tak segan-segan menarik ongkos lebih mahal kepada pendaki asing.

Menjalani hidup sebagai porter Semeru pastinya tak gampang bro n sis. Tentu menguras tenaga dan nyawa taruhannya. Saat pertama kali mengenal Semeru, Karso muda tak jarang juga terpeleset dan terjatuh, ya layaknya pendaki pemula yang masih amatiran. Untung saja tidak sampai merenggut nyawanya. Apalagi saat mengangkut barang pendaki di musim hujan seperti sekarang ini jelas resikonya besar. Apa daya, profesi yang menantang itu tetap saja ditekuninya dan hebatnya lagi sudah berjalan selama puluhan tahun.

Di kalangan perpoteran di kawasan TNBTS nama Karso sudah sangat dikenal. Ibarat jawara, Karso adalah pendekar senior yang pilih tanding. Mengapa ? menurut pengakuan beberapa teman (sesama pendaki, red), “Pak Karso itu orangnya ramah dan tarifnya bisa nego”. Bukan promosi lho he…he… . Seramai-ramainya orang mendaki Semeru toh suatu saat akan sepi juga dan itu diantisipasi Karso dengan profesi lain, yakni menjalani hidup sebagai tukang ojek. Untuk rute pos pendataan Ranu Pane hingga Tumpang (Malang) ia mematok harga 150 ribu.

Ini lho keuntungan menggunakan jasa porter, selain membantu membawakan barang-barang pendaki khususnya barang kebutuhan logistik, porter juga bisa berfungsi sebagai guide (pemandu, red) yang menemani perjalanan pendaki. Asal tahu saja, porter Semeru ini mengangkut barang-barang pendaki hanya menggunakan alat-alat sederhana. Mereka cuma berbekal sepotong bambu dan kain pembungkus seadanya kadang juga kantongan plastik (glangsing) sebagai tempat logistik para pendaki.

Seperti halnya pekerjaan atau profesi lainnya, porter Semeru juga profesi yang tak kalah mulianya. Sebuah profesi yang penuh dengan tantangan dan beresiko tinggi. Kurang begitu jelas, apakah seorang porter gunung seperti Pak Karso juga mendapatkan perlakuan yang sama dalam hal asuransi (perlindungan, red) jiwa seperti halnya pendaki Semeru lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun