Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Kangen Menikmati Rasa Khas Kinco dan Kemundung

1 Agustus 2016   22:25 Diperbarui: 13 Agustus 2016   10:31 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buah kinco (dok.pri)

Beberapa jenis buah lokal sekaligus terkategori langka seperti kemundung atau dinamakan pula menteng, kinco atau kawista, rukem, gayam, ketapi, kenitu, kesemek dan juwet tak jarang dengan mudah kita temukan di pasar tradisional. Kinco dan kemundung yang dijual di pasar itu mengingatkan saya pada masa masih kanak-kanak dulu. Khusus untuk buah kinco itu memiliki kisah yang berbau mistis. Buah kinco itu terlihat unik, kulit buahnya keras dan pohonnya tinggi-besar. Sebagian orang masih meyakini kalau pohon kinco sering dihuni oleh mahluk gaib bernama gendruwo. Buah kinco berkulit coklat terang agak kasar dan bila sudah tua (matang) berbau harum khas.

Menikmati buah kinco memang tidak seperti kalau kita makan buah mangga, melon atau semangka. Setelah mengupas kulit kita bisa melahap daging buahnya. Berbeda dengan kinco, kita harus terlebih dulu memecahkan kulit keras buah kinco yang sudah matang (tua), lalu mengeruk isi buah yang terdiri dari biji, serat (seperti benang) dan daging buah berwarna coklat tua.

Isi buah kinco nyaris tanpa daging buah seperti buah yang umum kita jumpai. Biasanya kalau menikmati kinco itu dengan menambahkan gula pasir secukupnya agar terasa nikmat. Selain menaburkan gula, sebagian orang kadang juga menambahkan air sehingga daging buah kinco menjadi encer dan bisa dinikmati seperti kalau sedang minum jus.

Saya masih ingat betul, setiap lebaran tiba almarhum nenek kami pasti menyiapkan sirup kinco sebagai minuman spesial untuk menyambut kedatangan anak-cucunya di hari raya itu. Kurang jelas dari mana nenek kami mendapatkan sirup dari buah langka itu yang pasti di setiap hari raya selain makanan khas Surabaya, sirup kinco yang dikemas dalam botol selalu terlihat di atas meja. Saat ini mungkin sudah jarang kita temukan sirup kinco yang unik itu. Sudah digantikan oleh berbagai sirup modern dengan rasa dan kemasan yang beragam pula.

Lain lagi dengan buah kemundung atau ada yang menyebutnya mundung. Kemundung mirip sekali dengan buah duku atau langsep (langsat). Kalau duku ukuran buahnya lebih kecil bila dibandingkan dengan buah langsep (langsat). Buah duku dan langsat disukai banyak orang karena rasanya enak dan manis, daging buahnya lumayan tebal serta bijinya kecil karena itu harga jualnya menjadi lebih mahal. Banyak orang tertarik untuk membudidayakannya karena nilai ekonominya relatif tinggi.

Meski bentuk, ukuran dan warna kulit buahnya hampir sama namun kemundung rasanya lebih masam (kecut). Namun kalau sudah tua, itu terlihat dari warna kulit buah yang agak coklat seperti kalau akan busuk maka rasanya juga agak manis persis duku sedangkan daging buahnya tipis karena bijinya besar. Sepertinya kita agak sulit menikmati buah kemundung ini selain karena rasanya masam, bijinya juga besar. Bila secara tak sengaja biji ikut terkunyah maka akan terasa pahit. Mungkin lantaran hal itu harga kemundung jauh lebih murah. Di pasar tradisional dengan hanya 10 ribu saja sudah bisa mendapatkan 3 kilogram buah kemundung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun