Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lingkungan Keluarga Menjadi Tempat Mencetak Remaja Berkualitas

24 Juli 2016   09:54 Diperbarui: 2 Agustus 2016   18:05 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menciptakan lapangan kerja mandiri (dok.pri)

Usia remaja sering dikaitkan dengan sikap “coba-coba” dan “ikut-ikutan”. Mereka yang tergolong dalam kelompok umur remaja itu biasanya dihinggapi rasa penasaran, ingin tahu dan mencoba sesuatu hal karena dorongan-dorongan dalam dirinya. Kalau rasa penasarannya kepada hal-hal yang positif mungkin tidak akan menjadi masalah, malahan sebagai orang tua kita harus senantiasa mendorongnya agar menuju kepada remaja yang berkepribadian unggul. Tapi bagaimana kalau rasa penasaran anak remaja kita itu justru menjurus kepada hal-hal yang merugikan masa depannya ?

Tentu sebagai orang tua kita sangat tidak mengharapkan hal itu terjadi. Rasa penasaran remaja kepada hal-hal negatif seperti ingin mencoba mengisap rokok, mencicipi minuman keras dan obat-obatan terlarang lainnya (narkoba) atau secara sembunyi-sembunyi mempraktekkan seks di luar nikah sepertinya sudah menggejala dewasa ini. Remaja juga suka ikut-ikutan. Apalagi dewasa ini sedang marak sosial media lewat jaringan internet, apa saja yang terlihat aneh dan nyleneh yang baru saja muncul dari berbagai penjuru dunia maka akan segera diikuti dan ditiru oleh para remaja kita.

Mereka yang masuk ke dalam kelompok usia remaja tak jarang mengalami krisis jati diri, pencarian identitas diri. Seorang remaja akan mulai bertanya-tanya pada dirinya, “siapa saya sebenarnya?” Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tadi para remaja kita kadang merefleksikan dirinya dengan idola yang kereka kagumi. Sayangnya masih banyak yang keliru dalam menyamakan dirinya dengan sang idola tadi.

Umumnya para remaja itu lebih suka melihat sisi fisikeli (lahiriah) sang idola tanpa memandang lebih jauh bagaimana seharusnya ia mencontoh atau menerapkan perilaku baik atau kegigihan sang idola itu. Sehingga sepak terjang dan gaya hidup seperti dandanan, bentuk rambut juga cara berpakaian remaja tadi sering tidak mencerminkan jati diri Bangsa Indonesia (adat ketimuran) yang luhur itu.

Saya sependapat dengan teori yang mengatakan bahwa masa remaja merupakan peralihan antara masa anak-anak dan dewasa. Secara fisik (badan dan alat reproduksi), remaja akan mengalami perubahan yang cepat. Namun secara psikis (kejiwaan dan mental) mereka belum dapat digolongkan ke dalam kelompok orang dewasa yang telah berpikir matang.

Pada tahapan ini remaja mengalami krisis identitas dan bersikap egosentris. Keadaan yang demikian dinamakan masa badai dan topan atau istilah Jermannya disebut “sturm und drang”. Masa badai dan topan merupakan masa yang cukup berat bagi remaja sebab tidak jarang pada masa ini timbul kerawanan-kerawanan remaja, apalagi dengan hiruk-pikuknya kehidupan kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya itu tentu saja akan memberikan pengaruh yang lebih kompleks pula.

Menurut hemat saya mereka yang dikategorikan remaja itu masuk ke dalam kelompok umur antara 15 sampai 21 tahun. Mereka secara seksual (alat reproduksi) dan mental boleh jadi sudah cukup dewasa namun emosinya masih labil. Itu bisa dilihat dari sifat remaja yang sangat sensitif, mudah terombang-ambing, libidonya gampang terangsang. Mungkin karena gampang terangsang sehingga para remaja itu tak jarang menjadi sasaran empuk oknum-oknum yang tak bertanggung-jawab yang secara ilegal maupun terang-terangan berani mengedarkan gambar atau video porno juga minuman keras. Remaja juga nggak suka digurui, mudah galau bila putus hubungan dengan pacar.

Saya berkeyakinan di usia yang masih belia itu, para remaja tengah mengalami puncak kecerdasan (perkembangan intelektual) yang paling tinggi. Sebab itu potensi ini hendaknya dikelola sebaik mungkin. Yang perlu ditanamkan pada diri remaja itu ialah hendaknya sejak dini mulai menjauhkan diri dari kebiasaan hura-hura, semau gue dan bersantai ria serta masih banyak lagi perbuatan negatif lainnya yang kian merebak dengan kehadiran teknologi internet. Remaja yang tanggap tentu akan menggunakan kesempatan yang ada secara efektif demi masa depan.

Peran Orang Tua dalam Mencetak Remaja Berkualitas

Remaja akan tumbuh dan berkembang melalui lingkungan keluarga. Di dalam lingkungan keluargalah yang menjadi tempat pertama kali bagi penggodokan jiwa dan watak kaum remaja selain lingkungan sekolah dan sosial (masyarakat) di mana remaja tadi tinggal. Lingkungan keluarga dijadikan sentra pertama dalam menciptakan remaja yang unggul. Dalam pelaksanaannya, peran orang tua tentu akan sangat penting dan menentukan. Para orang tua tidak perlu merasa was-was dengan perkembangan fisik, mental dan intelektual anak remajanya, justru harusnya membantu agar anak remajanya itu terhindar dari tindakan-tindakan kurang baik.

Di dalam lingkungan keluarga nilai-nilai moral mulai ditanamkan pada diri remaja. Peran orang tua terutama seorang ibu begitu penting bagi pembentukan jiwa dan watak remaja. Ibulah yang memiliki banyak waktu di rumah untuk mendidik anak-anaknya hingga tumbuh dewasa dan mandiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun