Usia remaja sering dikaitkan dengan sikap “coba-coba” dan “ikut-ikutan”. Mereka yang tergolong dalam kelompok umur remaja itu biasanya dihinggapi rasa penasaran, ingin tahu dan mencoba sesuatu hal karena dorongan-dorongan dalam dirinya. Kalau rasa penasarannya kepada hal-hal yang positif mungkin tidak akan menjadi masalah, malahan sebagai orang tua kita harus senantiasa mendorongnya agar menuju kepada remaja yang berkepribadian unggul. Tapi bagaimana kalau rasa penasaran anak remaja kita itu justru menjurus kepada hal-hal yang merugikan masa depannya ?
Tentu sebagai orang tua kita sangat tidak mengharapkan hal itu terjadi. Rasa penasaran remaja kepada hal-hal negatif seperti ingin mencoba mengisap rokok, mencicipi minuman keras dan obat-obatan terlarang lainnya (narkoba) atau secara sembunyi-sembunyi mempraktekkan seks di luar nikah sepertinya sudah menggejala dewasa ini. Remaja juga suka ikut-ikutan. Apalagi dewasa ini sedang marak sosial media lewat jaringan internet, apa saja yang terlihat aneh dan nyleneh yang baru saja muncul dari berbagai penjuru dunia maka akan segera diikuti dan ditiru oleh para remaja kita.
Mereka yang masuk ke dalam kelompok usia remaja tak jarang mengalami krisis jati diri, pencarian identitas diri. Seorang remaja akan mulai bertanya-tanya pada dirinya, “siapa saya sebenarnya?” Untuk memberikan jawaban atas pertanyaan tadi para remaja kita kadang merefleksikan dirinya dengan idola yang kereka kagumi. Sayangnya masih banyak yang keliru dalam menyamakan dirinya dengan sang idola tadi.
Umumnya para remaja itu lebih suka melihat sisi fisikeli (lahiriah) sang idola tanpa memandang lebih jauh bagaimana seharusnya ia mencontoh atau menerapkan perilaku baik atau kegigihan sang idola itu. Sehingga sepak terjang dan gaya hidup seperti dandanan, bentuk rambut juga cara berpakaian remaja tadi sering tidak mencerminkan jati diri Bangsa Indonesia (adat ketimuran) yang luhur itu.
Saya sependapat dengan teori yang mengatakan bahwa masa remaja merupakan peralihan antara masa anak-anak dan dewasa. Secara fisik (badan dan alat reproduksi), remaja akan mengalami perubahan yang cepat. Namun secara psikis (kejiwaan dan mental) mereka belum dapat digolongkan ke dalam kelompok orang dewasa yang telah berpikir matang.
Pada tahapan ini remaja mengalami krisis identitas dan bersikap egosentris. Keadaan yang demikian dinamakan masa badai dan topan atau istilah Jermannya disebut “sturm und drang”. Masa badai dan topan merupakan masa yang cukup berat bagi remaja sebab tidak jarang pada masa ini timbul kerawanan-kerawanan remaja, apalagi dengan hiruk-pikuknya kehidupan kota-kota besar seperti Jakarta, Medan, Bandung dan Surabaya itu tentu saja akan memberikan pengaruh yang lebih kompleks pula.
Menurut hemat saya mereka yang dikategorikan remaja itu masuk ke dalam kelompok umur antara 15 sampai 21 tahun. Mereka secara seksual (alat reproduksi) dan mental boleh jadi sudah cukup dewasa namun emosinya masih labil. Itu bisa dilihat dari sifat remaja yang sangat sensitif, mudah terombang-ambing, libidonya gampang terangsang. Mungkin karena gampang terangsang sehingga para remaja itu tak jarang menjadi sasaran empuk oknum-oknum yang tak bertanggung-jawab yang secara ilegal maupun terang-terangan berani mengedarkan gambar atau video porno juga minuman keras. Remaja juga nggak suka digurui, mudah galau bila putus hubungan dengan pacar.
Saya berkeyakinan di usia yang masih belia itu, para remaja tengah mengalami puncak kecerdasan (perkembangan intelektual) yang paling tinggi. Sebab itu potensi ini hendaknya dikelola sebaik mungkin. Yang perlu ditanamkan pada diri remaja itu ialah hendaknya sejak dini mulai menjauhkan diri dari kebiasaan hura-hura, semau gue dan bersantai ria serta masih banyak lagi perbuatan negatif lainnya yang kian merebak dengan kehadiran teknologi internet. Remaja yang tanggap tentu akan menggunakan kesempatan yang ada secara efektif demi masa depan.
Peran Orang Tua dalam Mencetak Remaja Berkualitas
Remaja akan tumbuh dan berkembang melalui lingkungan keluarga. Di dalam lingkungan keluargalah yang menjadi tempat pertama kali bagi penggodokan jiwa dan watak kaum remaja selain lingkungan sekolah dan sosial (masyarakat) di mana remaja tadi tinggal. Lingkungan keluarga dijadikan sentra pertama dalam menciptakan remaja yang unggul. Dalam pelaksanaannya, peran orang tua tentu akan sangat penting dan menentukan. Para orang tua tidak perlu merasa was-was dengan perkembangan fisik, mental dan intelektual anak remajanya, justru harusnya membantu agar anak remajanya itu terhindar dari tindakan-tindakan kurang baik.
Di dalam lingkungan keluarga nilai-nilai moral mulai ditanamkan pada diri remaja. Peran orang tua terutama seorang ibu begitu penting bagi pembentukan jiwa dan watak remaja. Ibulah yang memiliki banyak waktu di rumah untuk mendidik anak-anaknya hingga tumbuh dewasa dan mandiri.
Seorang ibu tentunya juga ayah tidak segan-segan memberikan pendidikan seksual kepada anak remaja (putri) nya mulai akil balig hingga berumah tangga kelak. Remaja putri secara alamamiah akan banyak mendapatkan didikan dari ibunya berupa pengetahuan tentang bagaimana merawat diri saat menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan organ kewanitaan seperti menstruasi (haid), keputihan, juga kesehatan organ intim.
Tidak hanya merusak organ reproduksi, kehamilan di luar nikah juga sering terjadi akibat hubungan seks bebas. Merebaknya penyakit Aids akibat seseorang tertular Virus HIV bukan tidak mungkin juga akibat pergaulan seks bebas itu. Orang tua senantiasa menanamkan pendidikan ahlak dan pengetahuan seksual kepada anak remajanya bahwa berhubungan intim itu harus dengan suami atau istri yang sah saja. Hubungan intim di luar nikah akan berakibat fatal dan merusak masa depan remaja itu sendiri.
Orang tua terutama ibu secara arif mengajarkan kepada anak remajanya khususnya remaja putri bagaimana agar alat reproduksinya tetap terjaga kesehatannya. Sebagian orang tua (dulu) rajin membuatkan ramuan (jamu) tradisional untuk secara rutin diminum oleh anak remaja putrinya agar kesehatan vagina dan kandungannya tetap terjaga. Agar tidak terjerumus pada pergaulan seks bebas yang akan merusak masa depan maka remaja harus membentengi diri dengan ahlak yang luhur dan pengetahuan yang memadai tentang seks dan kesehatan alat reproduksi. Orang tua bisa saja berinisiatif mengajari anak remajanya dengan berbagai keterampilan yang menumbuhkan kreativitas dan jiwa berwira usaha supaya waktu luangnya menjadi berarti.
Orang tua hendaknya memotivasi dan mewajibkan anak remajanya untuk aktif dalam kegiatan keagamaan di lingkungan rumahnya. Mendalami pendidikan agama merupakan salah satu cara membentengi diri dari pengaruh luar yang kurang baik serta berbagai masalah lainnya yang dengan mudah menyeret para remaja itu ke dalam tindak asusila. Sebagai remaja, menyibukkan diri dengan larut dalam berbagai kegiatan positif termasuk salah satu cara menghindarkan diri dari pikiran-pikiran mesum dan kusut yang dengan gampangnya menyulut berbagai kemaksiatan dan tindak asusila lainnya.
Penyuluhan Seks oleh BKKBN dan Andil BLK Bagi Remaja
Selain melalui orang tuanya, pendidikan seks bisa diperoleh lewat bimbingan dan penyuluhan yang di lakukan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di daerah masing-masing. Petugas BKKBN daerah secara aktif dan teratur memberikan penyuluhan dan pembinaan kepada remaja atau kelompok umur produktif seputar bagaimana membina rumah tangga yang bahagia dan sejahtera. Penyuluhan yang dilakukan tak terbatas pada pembentukan keluarga berencana (KB) melalui perkawinan yang sehat dan sah melainkan juga bagaimana menggunakan berbagai alat kontrasepsi yang dianjurkan.
Yang menjadi sasaran penyuluhan bukan hanya remaja putri dan kaum ibu tapi juga remaja pria dan bapak-bapak. Informasi yang jelas seputar alat reproduksi pria dan wanita serta bagaimana upaya memelihara kesehatan alat reproduksi itu bisa didapatkan ketika menerima materi penyuluhan oleh petugas BKKBN daerah. Termasuk juga informasi mengenai penyakit-penyakit alat reproduksi yang bisa saja timbul akibat seseorang telah melakukan hubungan (intim) yang tidak sehat (di luar nikah).
Sumbangsih dari pihak pemerintah dalam membantu menciptakan remaja yang unggul bisa pula dengan mendirikan Balai Latihan Kerja (BLK) secara merata di berbagai daerah Indonesia. Setelah mendapatkan pendidikan dan latihan dari BLK, para remaja tadi bisa menjadi lebih terampil, mampu menciptakan lapangan kerja mandiri di lingkungannya serta siap digunakan sebagai tenaga kerja produktif dalam pembangunan nasional.
Lingkungan sekolah dan masyarakat juga turut berperan dalam mencetak remaja yang berkualitas. Namun yang lebih utama justru kesadaran dari remaja itu sendiri. Remaja yang tahu akan hari esoknya harus mampu mengefektifkan waktunya semaksimal mungkin untuk tekun dan rajin belajar, bekerja keras, berdisiplin tinggi, jujur, kreatif, penuh cita-cita dan berpikir dinamis.