Meski kebahagiaan itu terletak di dalam hati sanubari bukan di rumah yang megah namun bukan berarti rumah yang ditempati itu kondisinya ala kadarnya. Rumah sebagai tempat yang mendatangkan kebahagiaan hati tetap harus memenuhi syarat kesehatan dan fungsi sebagai tempat tinggal yang layak.
Tak heran bila ada ungkapan rumahku istanaku, rumahku surgaku, sedemikian besarnya arti penting rumah untuk menciptakan kebahagiaan bagi seseorang. Rumah bukan sekedar tempat bernaung dan berlindung dari hujan dan panas matahari. Namun di rumahlah para orang tua akan menanamkan pendidikan ahlak dan nilai-nilai kepada anak-anaknya.
Seseorang yang memiliki rumah sendiri meski keadaan rumahnya itu sangat sederhana bila dibandingkan kalau ia hanya ngontrak di rumah mewah (apartemen) mungkin kesempatan untuk mendatangkan kebahagiaan hati lebih besar kalau ia punya rumah sendiri karena ia tak terbebani biaya sewa kontrak rumah yang mahal itu.Â
Bicara soal rumah, jadi teringat lirik lagu "rumah kita" yang disenandungkan penyanyi rock yang melegenda di tanah air, ia adalah Ahmad Albar. Adapun cuplikan syair lagunya kurang lebih berikut ini :
Hanya bilik bambu, tempat tinggal kita. Tanpa hiasan, tanpa lukisan. Beratap jerami, beralaskan tanah. Namun semua ini punya kita. Memang semua ini milik kita, sendiri. Hanya alang-alang pagar rumah kita. Tanpa anyelir, tanpa melati. Hanya bunga bakung tumbuh di halaman. Namun semua itu… punya kita. Memang semua itu milik kita. Haruskah kita beranjak ke kota. Yang penuh dengan tanya. Lebih baik di sini. Rumah kita sendiri. Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa. Semuanya ada di sini, rumah kita.
Cuplikan syair lagu Ahmad Albar di atas bukan saja enak didengar namun juga sarat akan pesan moral. Meski hidup di dalam rumah yang sangat sederhana, berdindingkan bambu, beratapkan jerami dan beralaskan tanah tapi kalau rumah itu milik kita sendiri ya terasa nyaman-nyaman saja. Rumah sesederhana apapun kondisinya tidak akan menghalangi curahan nikmat dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Bahagia di Rumah ala Pak Kasan
Bahagia di rumah tidak hanya dilukiskan secara apik melalui lirik lagu Ahmad Albar yang bertitel rumah kita, seorang tokoh masyarakat di Desa Beciro, Wonoayu - Sidoarjo – Jawa Timur juga punya pendapat yang menarik tentang bagaimana agar bisa hidup bahagia di rumah.
Setiap hendak mengunjungi rumah kakak yang terletak di Desa Lambangan, Wonoayu-Sidoarjo, saya selalu lewat depan rumah Pak Kasan (65 tahun). Akses terdekat menuju rumah kakak memang harus melalui Jalan Beciro dan dari jalan itu terlihat dengan jelas kediaman Pak Kasan.
Rumah Pak Kasan menurut saya tampak unik dan kuno, yang menggambarkan rumah desa tempo dulu. Rumah itu juga terlihat sangat terawat namun tetap berpamor. Jika diperhatikan gaya bangunannya, saya mengira rumah itu warisan Belanda, ternyata dugaan saya keliru. Rumah Pak Kasan merupakan warisan orang tuanya, yang dibangun sejak ia masih kecil begitu pengakuannya saat berbincang-bincang dengan saya siang itu (24/05/2016).
Meski secara materi ia berkecukupan, tokoh Desa Beciro itu tetap terlihat begitu bersahaja. Ia menyambut dengan ramah saat saya mampir ke rumahnya. Kini sehari-harinya pria dengan dua (2) anak dan tiga (3) cucu itu menikmati masa tuanya dengan mengisi berbagai kesibukan seadanya. Sebagai anak orang kaya di desanya, Kasan muda tidak membiarkan dirinya dengan bergelimang harta, kongkow-kongkow layaknya anak muda sekarang yang menggantungkan hidupnya dari kekayaan orang tuanya. Ia tetap rajin bekerja keras untuk mengisi hidup ini.