Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Takjub dengan Kawah Aktif Gunung Bromo

20 Mei 2016   22:37 Diperbarui: 13 Agustus 2016   08:56 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gunung Bromo dan masyarakat Suku Tengger seolah menjadi dua hal yang tak terpisahkan. Kata Bromo sebenarnya merupakan istilah Bahasa Jawa untuk menyebut Brahma, nama salah satu dewa yang diyakini umat beragama Hindu. Gunung Bromo dianggap gunung suci karena di gunung itulah tempat bersemayam Dewa Brahma. Sementara Suku Tengger merupakan kelompok masyarakat yang hidup dan mendiami kawasan di sekitar Gunung Bromo.

Kata Tengger berasal dari gabungan suku kata Teng dan Ger. Teng diambil dari akhiran kata Roro Anteng dan Ger merupakan suku kata terakhir dari kata Joko Seger. Istilah Tengger memang tak terlepas dari legenda masa lalu masyarakat yang mendiami kawasan Bromo. Konon masyarakat Suku Tengger yang sekarang ini merupakan keturunan dari pasangan Joko Seger dan Roro Anteng. Joko Seger adalah anak dari seorang pendeta Hindu (Brahmana) sedangkan Roro Anteng masih keturunan Kerajaan Majapahit.

Menurut cerita yang berlangsung secara turun-temurun, pasangan Roro Anteng dan Joko Seger ini setelah sekian lama belum dikaruniai keturunan, akhirnya keduanya melakukan samadhi tapa brata di puncak Gunung Bromo dimana Dewa Bromo bersemayam. Doa keduanya dikabulkan oleh sang dewa tapi dengan satu syarat kalau anak terakhir dari hasil perkawinan mereka lahir maka harus dipersembahkan kepada Dewa Bromo yang bersemayam di kawah Gunung Bromo. Lahirlah 25 anak dari pasangan itu dan anak terakhir mereka bernama Jaya Kusuma yang harus dikorbankan ke dalam kawah Bromo.

Pasangan Roro Anteng dan Joko Seger sebenarnya tidak rela dengan permintaan sang dewa, namun apa daya keduanya sudah terikat sumpah. Jaya Kusumapun mengatakan bahwa dirinya rela berkorban demi dewa, ia yakin bahwa pengorbanannya tidak akan sia-sia. Pengorbanan Jaya Kusuma itu selanjutnya setiap tahun pada hari ke-14 bulan purnama penuh (yadnya kesadha/kasodo) menurut kalender Hindu Tengger diperingati masyarakat setempat dengan melemparkan berbagai hasil pertanian dan ternak sebagai sesaji ke dalam kawah Bromo.

Peringatan kasodo berlangsung secara turun-temurun, untuk tahun 2016 ini diperkirakan jatuh pada tanggal 20 - 21 Juli 2016. Tak jarang acara dipusatkan di Pura Luhur Poten, diawali dengan pengambilan air suci yang berasal dari mata air Gunung Widodaren. Di setiap acara kasodo biasanya dilakukan pengangkatan dukun baru. Dukun atau yang dalam istilah Tengger dinamakan mulun merupakan tokoh spiritual masyarakat Tengger, dalam acara itu sang dukun membacakan berbagai do’a atau mantra meminta keselamatan atau keberkahan kepada Sang Hyang Widhi Wase sang penguasa jagad.

Sebagian masyarakat Tengger yang mengikuti ritual kasodo membawa sesaji yang ditempatkan dalam sebuah pikulan (ongkek). Puncak upacara kasodo dilaksanakan dengan melemparkan sesaji-sesaji itu ke tengah kawah Gunung Bromo. Kasodo merupakan salah satu hari penting masyarakat Hindu Tengger yang selalu mengundang perhatian masyarakat luas khususnya para wisatawan yang hendak melancong ke Gunung Bromo.

Kawah Gunung Bromo yang masih aktif justru menjadi daya tarik tersendiri. Para wisatawan dijamin pasti takjub saat berada di puncak Bromo. Menurut keterangan ahli, kawah Bromo membentang dari arah utara-selatan dengan diameter kira-kira 800 meter. Dari arah timur-barat panjang diameternya lebih kurang 600 meter. Meski kawah Gunung Bromo masih aktif namun disaat pelemparan sesaji pada ritual kasodo sebagian masyarakat Tengger tetap saja nekad berada di pinggir kawah. Mereka saling berebut sesaji karena menurut keyakinannya bila berhasil membawa pulang sesaji itu maka kehidupannya akan penuh berkah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun