Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tahuwa Kreasi Pak Sukaini

26 April 2016   14:52 Diperbarui: 14 Agustus 2016   08:17 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Musim hujan dengan suasana yang mendung dan dingin asyiknya memang menyantap makanan atau minuman hangat. Ada satu minuman lawas (lama) yang mungkin sudah jarang kita temukan, yakni minuman Tahwa ada yang menyebutnya tahuwa yang pas untuk musim hujan yang sedang berlangsung. Entah sejak kapan minuman yang punya julukan lain “kembang tahu” itu menjadi populer di tengah-tengah masyarakat kita. Ada yang mengatakan kalau tahwa menjadi minuman khas daerah Semarang, Jawa Tengah namun belum ada informasi yang jelas dan rinci mengenai asal-muasal minuman unik itu.

Penjual minuman tahwa sudah jarang kita temukan saat ini. Tidak seperti penjual minuman instan dalam sachet yang bisa dengan mudah kita lihat dalam keseharian. Masyarakat terutama anak-anak sudah telanjur mengenal minuman dalam sachet yang diblender sementara tahwa yang menyehatkan itu justru dipandang sebagai minuman aneh yang kurang keren dan trendi. Dari segi ilmu gizi dan pangan (kesehatan) tahwa berasal dari kedelai yang pastinya kaya akan protein. Larutan jahe dan gula merah selain menambah nikmatnya minuman tahwa juga bermanfaat untuk meringankan flu, menghangatkan badan dan sumber gula rendah kalori.

Sukaini membawa lapak tahwanya dengan sepeda ontelnya

Tahwa dibuat dari sari (susu) kedelai yang sudah dicampur dengan pengeras tahu atau glucono delta lactone. Sebagian orang mengganti pengeras tahu dengan bubuk agar-agar. Untuk mengetahui lebih jauh tentang minuman tahwa itu saya mencoba menemui Pak Sukaini, beliau salah seorang pemilik lapak yang sudah puluhan tahun menjajakan tahwa di Kecamatan Driyorejo, Gresik - Jawa Timur.

Sehari-harinya, kakek berusia 75 tahun itu berjualan tahwa keliling di kawasan Driyorejo, Gresik. Pagi-pagi sekali ia sudah harus bangun dan pergi ke pasar seorang diri, peran itu ia kerjakan sendiri karena istrinya telah lama tiada. Setiap harinya ia menyediakan sedikitnya 2 kilogram kedelai, 1 kilogram jahe dan gula merah sebanyak 3 kilogram.

Kedelai yang sudah ia cuci bersih selanjutnya diblender sampai halus terus disaring hingga diperoleh sari (susu) kedelai. Kemudian ke dalam rebusan susu kedelai ditambahkan agar-agar atau pengeras tahu terus diaduk-aduk secara merata lalu didinginkan. Jadilah tahwa yang menyerupai jajanan puding dan siap untuk dipasarkan. Membuat larutan gula merah dan jahe cukup dengan memarut jahe, memeras parutan jahe tadi hingga diperoleh air jahe yang cukup pedas itu, setelah itu tambahkan air jahe ke dalam rebusan larutan gula merah aduk hingga merata. Bila perlu tambahkan air secukupnya.

Dalam sehari Pak Sukaini bisa menjual sampai 100 mangkuk (bungkus) minuman tahwa. Untuk semangkuk tahwa ia hargai 3 ribu rupiah. Tahwa buatan Pak Sukaini itu selalu dirindukan pelanggan setianya. Apalagi bila dinikmati pada musim hujan seperti sekarang ini, wah.. pas banget. Kuah yang berupa larutan gula merah dan jahe harus selalu dalam keadaan panas. Tahwa akan semakin nikmat bila disajikan dengan kuah gula-jahe yang panas. Dengan sepeda tuanya, Pak Sukaini membawa lapak tahwanya. Ia dengan tekun berkeliling dari desa ke desa menjajakan tahwa. Sebelum Maghrib ia sudah kembali ke rumah karena tahwa kreasinya sudah habis terjual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun