“Gak po po mas, ojo wedi, gaibe kepingin kenalan ambek awak dhewe (gak pa pa mas, jangan takut, gaibnya ingin berkenalan dengan kita, red) kata Cak Yanto dengan meyakinkan.
Stalagtid dan stalagmit kedua gua sekilas tampak sama. Namun sebelum menuju ruangan-ruangan dalam Gua Kembar, pengunjung disambut oleh sebongkah batu berukuran cukup besar dengan bagian atas berlubang (menyerupai yoni) yang sangat diyakini Cak Yanto ditunggu oleh mahluk gaib berupa ular raksasa betina. Sedangkan stalagtid yang berada tak jauh dari bongkahan batu besar itu menjadi tempat bersemayam ular raksasa gaib berjenis kelamin jantan.
Memasuki gua yang konon diyakini menjadi tempat bersemayamnya mahluk gaib haruslah berhati-hati. Tidak boleh berkata-kata kotor atau mengumpat apa yang menjadi kekurangan saat berada dalam gua. Lantai (dasar) Gua Kembar terasa begitu licin akibat tetesan air dan kotoran kelelawar (guano). Bau menyengat guano sudah pasti tak terhindarkan lagi karena ruangan-ruangan dalam Gua Kembar juga menjadi sarang bagi ratusan ribu kelelawar.
Seperti halnya Gua Melirang, Gua Kembar sebenarnya juga berpotensi untuk dijadikan objek wisata. Entah mengapa pemerintah daerah setempat malah menutup lokasi gua dengan pagar seng. Apakah keadaan gua yang membahayakan bagi para pengunjung? Atau sengaja ditutup agar gua itu tidak dijadikan tempat melakukan ritual sesat. Yang jelas potensi kotoran kelelawar (guano) sebagai pupuk organik bagi tanaman cukup besar mengingat ratusan ribu kelelawar berdiam dalam gua itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H