Di tahun-tahun pertama setelah ditemukannya Bukit Jamur, banyak orang yang tertarik dengan objek wisata itu sehingga para pengunjung yang datang membludak. Objek wisata yang sebenarnya berada di lingkungan usaha tambang tanah untuk pengurukan itu semula dibuka setiap hari namun belakangan hanya dibuka untuk masyarakat luas pada Hari Minggu saja karena hilir mudik pengunjung kerap kali mengganggu aktivitas perusahaan selama hari kerja (Senin sampai Sabtu). Pada Hari Minggu segala aktivitas perusahaan diliburkan, disaat libur itu perusahaan memberikan kesempatan kepada warga Desa Bungah untuk mengelolah potensi wisata alam Bukit Jamur.
“Biyen sedino iso ditekani telung ewu wong mas (dulu sehari bisa didatangi tiga ribu pengunjung mas, red)” terang Naim, penjaga parkir sekaligus pemilik persewaan payung di objek wisata Bukit Jamur kepada saya Minggu pagi (27/03/2016).
Menurut Naim, demikian sapaan sehari-hari Muhammad Naim, belakangan pengunjung Bukit Jamur merosot cukup tajam, ia menduga itu lantaran musim hujan yang sedang berlangsung sehingga para pengunjung enggan datang ke sana. Naim juga menduga-duga, sepinya pengunjung Bukit Jamur disebabkan akses menuju lokasi wisata terganggu oleh pengerjaan jembatan Bungah (jembatan di atas Sungai Bengawan Solo) yang tak kunjung selesai. Mungkin karena dua hal itulah sehingga pengunjung menjadi malas untuk menyambangi wisata alam yang unik itu.
Mereka atau para pengunjung Bukit Jamur bisa membuktikannya sendiri saat menuju kawasan Lamongan atau Tuban melewati jembatan Desa Bungah dari arah Desa Manyar Gresik. Antrian kendaraan umum dan pribadi terlihat di sana, kemacetan itu boleh jadi membuat mood sebagian wisatawan untuk menikmati pesona Bukit Jamur menjadi berkurang.
“Rencanane ngarepe Bukit Jamur kate dibangun taman lan kolam renang (rencananya di depan lokasi akan dibangun taman dan kolam renang, red)” lanjut pria asli Desa Bungah kelahiran 42 tahun silam itu.
Bukit Jamur sebenarnya punya potensi untuk dikelolah menjadi sebuah objek wisata yang handal. Keunikan objek wisata itu menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan. Sayangnya sarana penunjang seperti toilet, warung kuliner dan sarana ibadah belum terlihat di sana. Tiket masuk perorangnya sebesar 3 ribu rupiah, cukup terjangkau bagi para pengunjung terutama dari kalangan pelajar.
“Biasane wong-wong tekane sore mas (biasanya para pengunjung datang pada sore hari, red)” terang pria berputera dua itu.
Meski tidak seperti dulu, setidaknya dalam sehari (Hari Minggu saja) objek wisata Bukit Jamur didatangi sebanyak seribu orang, jumlah itu menurun tajam bila dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Naim mengaku penghasilannya sebagai penjaga parkir di Wisata Bukit Jamur juga ikut terdampak dengan menurunnya jumlah pengunjung.
Namun ia tidak menyerah begitu saja, bersama rekannya ia mencoba usaha baru di lokasi itu yakni dengan menyewakan payung kepada para pengunjung. Ongkos sewa payung sepuasnya hanya 5 ribu rupiah. Pengunjung bisa berkeliling sambil naik-turun Bukit Jamur dengan lebih nyaman tanpa merasa kepanasan atau kehujanan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H