Kadang Meirina dan rekannya merasa kewalahan dengan kekritisan anak-anak didiknya. Itu terlihat saat sekolahan mengadakan program studi tur. Para murid bukan cuma senang bermain, tapi di sela-sela bermain itu mereka kritis bertanya kepada gurunya tentang apa saja saat program studi tur berlangsung.
“Menjadi pendidik anak-anak (play group/TK/TPQ, red) harus bisa memposisikan diri kita layaknya orang tua kandung mereka” tegas Meirina.
Saat siswa datang ke sekolah, para guru menyambutnya dengan salam, kata-kata yang santun dan ramah juga peluk cium. Kadang bila orang tua repot atau sakit sehingga tidak bisa mengantar anaknya ke sekolah maka sang gurulah yang dengan ihlas menjemput siswa tadi ke rumahnya agar tetap bisa mengikuti proses belajar dengan baik.
Para guru yang mengajar di play group atau TK milik yayasan Sekar Mentari itu sekaligus ditugaskan untuk membina siswa yang terdiri dari para narapidana (napi) Lapas kelas I Porong dan Lapas kelas II A Sidoarjo.
[caption caption="Memberi pelajaran lewat tepuk tangan dan bernyanyi"]
Perjalanan kariernya sebagai pengajar diawali ketika ia bersama ibundanya rajin mengikuti acara pengajian di daerahnya. Di sanalah untuk pertama kalinya ia bertemu dengan Rosida Ekowati yang tak lain adalah pemilik Yayasan Sekar Mentari. Melihat potensi Meirina yang luar biasa akhirnya Rosidapun merekrutnya sebagai pengajar di yayasannya.
Perempuan kelahiran 24 tahun silam itu menekuni karier sebagai guru TK di yayasan yang terletak di Kompleks Perumahan Puri Indah Sidoarjo itu sejak ia masih duduk di bangku kelas tiga SMP. Meirina tidak bekerja sendirian, bersama empat orang guru lainnya mereka bahu-membahu memajukan yayasan Sekar Mentari.
Mei demikian sapaan akrab Meirina Wanti mengisahkan bahwa dirinya merupakan anak dari kalangan biasa. Kesehariannya diwarnai kesederhanaan, kedua orang tua Mei benar-benar menanamkan pendidikan Agama Islam bagi setiap putra-putrinya. Sang ayah telah lama tiada, bersama sang ibu tercinta dan adik kandungnya, Mei kini tinggal di kawasan Sepande, Sidoarjo-Jawa Timur. Sementara kedua kakaknya sudah berumah tangga sendiri.
Meniti karier sebagai pendidik sekolah taman kanak-kanak memang tidak mudah, tak seenak yang dibayangkan orang. Beberapa tahun pertama mengajar ia mendapatkan gaji yang sangat minim tapi untuk remaja seusianya gaji yang tak layak itu sangat disyukurinya.
Keahlian mendidik anak-anak TK ia peroleh secara otodidak murni, hanya lewat pelatihan-pelatihan dan pengalaman berorganisasi. Meirina Wanti mengaku tidak secara khusus belajar di sekolah pendidikan guru taman kanak-kanak (PG TK). Ia kini masih tercatat sebagai mahasiswa semester 11 Jurusan Agribisnis Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya.
“Saat ini saya masih aktif sebagai pengurus pusat organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII)” tukasnya.