Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kacang Lento Ala Pak Bandi dan Masa Lalunya

25 November 2015   11:39 Diperbarui: 25 November 2015   19:25 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tak disangka Pak Bandi yang sejak tahun 2002 hingga saat ini menekuni profesi sebagai petani kecil Desa Driyorejo, Gresik-Jawa Timur itu sebelumnya malang melintang sebagai sopir truk jurusan Jakarta-Bali. Sejak tahun 90-an ia menekuni karier sebagai driver (pengemudi) truk, mengingat usianya semakin bertambah Pak Bandi banting stir, menekuni pekerjaan bertani.

“Anak-anak saya nggak setuju kalau saya terus-terusan jadi sopir” cerita Pak Bandi mengisahkan masa lalunya.

Ia sadar bahwa membawa kendaraan besar dengan rute jarak-jauh jelas butuh stamina prima. Di usia senjanya itu ada saja yang ia keluhkan, penglihatannya yang sudah kabur, badannya yang sering sakit-sakitan.

Hingga akhirnya memutuskan untuk meninggalkan pekerjaan yang selama ini menghidupi keluarganya. Pernah suatu ketika, tepatnya pada tahun 2011 ia harus menjalani operasi berat karena lambungnya bocor akibat terlalu banyak minum obat.

“Biaya operasi penyakit saya tidak sedikit dik, sekitar 57 juta rupiah waktu itu” ungkap Pak Bandi saat saya temui di lahan tanamannya.

Ia bersama keluarganya sempat pontang-panting dengan keputusan sang dokter. Waktu itu ia hanya diberi tenggang waktu 6 jam. Bila tak segera dioperasi lambungnya yang bocor itu akan merenggut nyawanya. Setelah bermusyawarah disetujui menjual rumah yang selama ini menaungi mereka untuk biaya berobat Pak Bandi.

“Alangkah sedihnya hati kami tapi gimana lagi dik, lambung saya harus segera dioperasi, ada rumah ya dijual saja” tutur Pak Bandi dengan nada pilu.

Sejak saat itu ia kapok dan lebih berhati-hati dengan kesehatannya. Kedua anaknya menyarankan agar Pak Bandi bekerja tak terlalu berat. Tak perlu memforsir diri seperti saat menjadi sopir dulu.

Tak jauh dari tempat tinggalnya ia memiliki sebidang lahan yang tak begitu luas, nah di sanalah setiap pagi dan sore ia bercocok tanam untuk menghidupi keluarganya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun