Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Hidupi Keluarga dengan Berburu Cuncum

30 September 2015   13:59 Diperbarui: 4 April 2017   16:19 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ini dia "cuncum" atau siput air payau itu"][/caption]

Hasil laut atau tambak berupa kepiting, cumi-cumi, udang dan rajungan mungkin sudah biasa kita dengar, lihat atau nikmati. Tapi bagaimana dengan hewan “cuncum”, sejenis siput yang biasa hidup di tambak atau air payau?

Desa (pulau) Mengare, Bungah-Gresik-Jawa Timur yang saya kunjungi beberapa waktu yang lalu itu (21/09/2015) memilki potensi yang luar biasa dalam usaha pertambakan.

Umumnya para pemilik tambak di desa itu lebih suka membudidayakan ikan bandeng ketimbang jenis ikan lainnya. Menurut berita yang beredar, ikan bandeng hasil budidaya tambak warga Desa Mengare kualitasnya lebih bagus daripada daerah lain seperti Yuwana (Jawa Tengah) atau Prasung, Sidoarjo (Jawa Timur).

[caption caption="Memecahkan cangkang-cangkang siput air untuk diambil dagingnya"]

[/caption]

Pendapat itu diiyakan oleh Khoiriyah (60 tahun), salah seorang warga asli Desa Mengare yang saya jumpai saat mengunjungi Benteng Lodwijk.

Perempuan tua yang sehari-harinya menjadi penjaga tambak itu membenarkan kalau ikan bandeng dari desanya sangat disukai masyarakat luas. Bahkan menurut ceritanya dulu pernah ada seorang wisatawan asal Malaysia yang kebetulan singgah di Mengare.

Sang turis sangat tertarik dengan adat istiadat desa itu. Suatu ketika ia tertarik untuk memborong habis ikan bandeng hasil budidaya tambak Mengare. Katanya untuk oleh-oleh keluarganya yang ada di Malaysia.

Siang itu, di dekat pematang sebuah tambak ia terlihat sibuk. Khoiriyahlah sosok yang saya jumpai sebelum melakukan penyusuran ke Benteng Lodwijk.

[caption caption="Saya pesan cuncumnya bu untuk lauk makan di rumah"]

[/caption]

“Sedang apa bu” tanya saya pada perempuan itu.

“Ini lagi ngupas cuncum dik” balasnya sambil menunjukkan sejenis hewan siput di tangannya.

Cuncum merupakan istilah Bahasa Jawa untuk menyebut hewan semacam siput dengan bentuk cangkang menyerupai bangun kerucut, bertubuh lunak (mollusca) yang biasa hidup di tambak (air payau).

Bagi saya, jenis siput air itu merupakan sesuatu yang baru dan mengundang perhatian. Dalam sehari Khoiriyah bisa mengumpulkan cuncum lebih kurang 2 kilogram.

Ia dengan telaten mengupas satu persatu siput itu untuk melepaskan daging cuncum dari kulitnya. Ia memecahkan cangkang-cangkang siput yang diburunya itu dengan menggunakan sebuah besi tumpul yang panjangnya kira-kira 25 sentimeter.

Hanya bagian daging kepalanya saja yang diolah sebagai makanan. Sebelum diolah, daging bagian belakang cuncum dibersihkan lagi sebab di situ melekat bahan (lemak) seperti lendir berwarna hijau.

[caption caption="Membersihkan kotoran (lendir hijau) agar siap diolah"]

[/caption]

“Sebelum dimasak, lendir cuncum yang berwarna hijau ini harus dibersihkan dulu dik” terangnya.

Daging cuncum bisa dimasak dengan bumbu krengsengan atau disate. Siput air payau itu dipercaya banyak mengandung protein sekaligus kadar kolesterolnya juga tinggi.

Sebelumnya Khoiriyah bersama suaminya hanya menggantungkan hidupnya dari hasil menjaga dan merawat tambak milik orang lain.

Saat kemarau panjang seperti sekarang ini, dimana banyak tambak yang kering maka berburu siput cuncum menjadi lebih mudah dan menguntungkan.

“Cuncumnya bisa dijual dik, hasilnya untuk menutup kebutuhan” tuturnya merendah.

Pekerjaan berburu hewan air bertubuh lunak itu sudah beberapa tahun ini ditekuninya. Bila ada yang berminat, untuk 100 biji daging cuncum siap olah dijualnya dengan harga 5 ribu rupiah.

Sambil menjaga tambak sang juragan ia memunguti siput-siput itu. Saking banyaknya siput yang berhasil ia kumpulkan dari waktu ke waktu sampai-sampai sisa cangkangnya menumpuk membentuk gundukan yang cukup tinggi.

 [caption caption="Berfotoria dengan Bu Khoiriyah"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun