Menjalani hidup sebagai petani kopi tentu tidak selalu berjalan mulus. Ada saja kendalanya termasuk yang dialami Pak Konstianto.
“Saya kesulitan mencari tenaga muda untuk KUB Robusta Prima” keluh Konstianto.
Setelah meninjau KUB Robusta Prima milik Konstianto, perjalanan kami lanjutkan menuju Desa Tekad, Panggung-Tanggamus. Desa ini berada di ketinggian 600 mdpl (meter di atas permukaan laut). Ada seorang petani kopi yang hendak kami temui di sana, Pak Veri namanya.
Berbeda dengan Konstianto yang memiliki kebun kopi seluas 3 hektar, lahan Veri (37) tidak begitu luas. Ia hanya mengusahakan tanaman kopinya di kebun seluas 1/2 hektar. Itupun kebun peninggalan orang tuanya. Bila diperhatikan, pohon-pohon kopi yang ada di lahan Veri itu jarak tanamnya tidak teratur. Ada tanaman kopi yang sudah tua dan sebagian lagi baru ia tanam.
Sedikit berbeda dengan Konstianto yang nota bene sebagai pemilik KUB Robusta Prima, masalah yang dihadapi Veri justru pada bagaimana mempertahankan penghasilan dari bertanam kopi di lahannya yang tidak begitu luas itu. Kendala seperti masa paceklik selama 8 bulan, harga yang kadang dipermainkan oleh para tengkulak selalu saja ia hadapi dari waktu ke waktu.
“Nestle telah memberi bantuan saya berupa bibit tanaman kopi secara gratis, pelatihan-pelatihan juga pendamping yang siap memecahkan masalah di kebun, Nestle juga berperan dalam pengendalian harga kopi” ungkap Veri.
Lahan kopi milik Veri berada di lereng Gunung Tanggamus, meski tak terlalu luas, ia tetap saja menerapkan pola bercocok tanam kopi yang benar. Di buatnyalah terasering (sengketan) untuk mengatasi bahaya erosi.