Salah satu tempat pengolahan buah kopi yang kami kunjungi adalah Kelompok Usaha Bersama (KUB) milik Pak Konstianto yang ada di Desa Air Naningan, Tanggamus. Sebenarnya ada 8 atau 9 KUB dengan jumlah anggota sebanyak 2000 – 3000 petani di setiap KUB yang tersebar di wilayah Tanggamus itu. Namun karena terbatasnya kesempatan maka yang kita kunjungi hanya beberapa KUB saja.
Konstianto, pria yang lahir 60 tahun silam itu kini mengkoordinir sekitar 2100 petani yang terbagi ke dalam 81 kelompok tani. Lahan perkebunan kopi yang ia bina luasnya mencapai 2784,4 hektar.
Proses pengeringan biji kopi masih harus dihamparkan pada sebuah lantai dan itu sangat tergantung pada kondisi cuaca saat itu. Musim hujan menjadi masalah tersendiri pada proses penjemuran buah kopi itu. Ada 14 orang tenaga wanita dan 9 orang pria yang bekerja di KUB Robusta Prima.
Para pekerja itu seharinya dibayar 40 - 60 ribu rupiah. Pihak Nescafe (Nestle) hanya membeli biji kopi berkualitas bagus dengan kadar air 12% dan defect maksimum 80%.
Untuk sekilo biji kopi dibeli Nestle dengan harga 21 - 23 ribu. Untuk proses penjemuran, lelaki pensiunan pegawai negeri itu menggunakan pekerja borongan. Untuk 1 kilogram biji kopi upahnya Rp. 20,-. Dalam sehari KUB Robusta Prima bisa menghasilkan 400 kuintal biji kopi berkualitas bagus siap kirim.
Meski demikian lelaki berputra tiga itu setahunnya bisa meraup 30 juta rupiah (kotor) dari hasil panen kopi saja. Di lahan seluas 3 hektar itu ia tidak hanya membudidayakan tanaman kopi, tanaman lain seperti pisang dan lada juga ia tanam di kebun miliknya itu.
Untuk sekilo lada bisa ia jual dengan harga 100 ribu rupiah. Sedangkan pisang dalam satu tahun bisa dipanen sebanyak 15 kali. Setiap 20 hari sekali ia bisa memanen sebanyak 9 kuintal pisang yang bisa dijual dengan harga 1 juta rupiah.