[caption id="attachment_344281" align="aligncenter" width="640" caption="Istana Diraja Malaysia di Kuala Lumpur"][/caption]
Minggu malam (23 Februari 2014) Kakak sibuk membantu saya mengemasi barang-barang yang akan saya bawa pulang ke Gresik. Saya sempat menolak pemberian Kakak berupa pakaian, permen coklat, milo, HP juga perhiasan emas untuk anak-anaknya yang tinggal bersama kami. Saya tak sampai hati melihat Kakak mengeluarkan uang cukup banyak untuk membelikan oleh-oleh buat kami itu.
[caption id="attachment_344282" align="aligncenter" width="500" caption="Selamat datang di Malaysia"]
Saya menyarankan Kakak agar oleh-oleh yang saya bawa nanti tidak lebih dari 15 kilogram. Sebab kelebihan beban bagasi per kilonya akan dikenakan biaya yang cukup besar. Saya dapat informasi untuk maskapai penerbangan (sebut saja LA) yang saya tumpangi mengenakan biaya 22 RM untuk setiap kilo kelebihan bagasi dengan rute penerbangan Kuala Lumpur-Surabaya.
[caption id="attachment_344284" align="aligncenter" width="500" caption="Gedung radio dan televisi Malaysia"]
Setelah saya timbang di rumah Kakak ternyata kelebihan barang bawaan saya kira-kira 8 kilogram. Kalau dirupiahkan biaya kelebihan bagasi saya menjadi sekitar 600 sampai 700 ribu (jika 1 RM = Rp.3500,- sampai Rp.3700,-). Wah lumayan besar juga. Setiap maskapai penerbangan memberlakukan tarif yang berbeda untuk setiap kilo kelebihan beban bagasi.
[caption id="attachment_344288" align="aligncenter" width="500" caption="Gedung Universiti of Malaya"]
Namun Kakak tetap bersikeras agar oleh-oleh yang sudah dibelinya harus saya bawa semua untuk keluarga di Gresik. Senin pagi (24 Februari 2014) setelah sarapan pagi kami langsung berangkat menuju KLIA. Kali ini Pak Bahruddin (suami Kakak) tidak bisa menemani saya seperti saat beliau menjemput saya beberapa hari sebelumnya.
[caption id="attachment_344295" align="aligncenter" width="500" caption="Di keramaian lalu lintas menuju Kuala Lumpur (KL)"]
Meski pesawat take off jam 13.00 waktu Malaysia namun kami berangkat lebih awal. Kakak ingin mengajak saya berjalan-jalan keliling Kuala Lumpur. “Bila sempat ya mampir sebentar di menara kembar Petronas” begitu ungkapnya kepada saya dengan senang.
[caption id="attachment_344296" align="aligncenter" width="350" caption="Salah satu gedung megah di KL dengan model yang unik"]
Seorang teman Pak Bahruddin dengan mobilnya mengantar kami ke Bandara KLIA Senin pagi itu. Pak Arifin, sopir yang menemani kami ke bandara ini sebenarnya asli kelahiran Malaysia. Namun ia mengaku pernah bekerja sebagai guru SMA di Pinrang, Sulawesi Selatan selama 7 tahun.
[caption id="attachment_344297" align="aligncenter" width="500" caption="Arifin setia mengantar kami meski tersesat dan mutar-mutar di KL"]
Karena tuntutan kebutuhanlah yang menyebabkan pria beranak satu ini beralih profesi menjadi sopir di Malaysia. Pak Arifin sudah setahun ini bekerja dan bermukim di kawasan Sri Andalas, Klang-Selangor. Ia mengaku tidak begitu paham dengan kawasan Kuala Lumpur (KL) ibu kota Malaysia ini termasuk letak Bandara KLIA.
[caption id="attachment_344298" align="aligncenter" width="500" caption="Gedung megah Universiti of Kuala Lumpur di Malaysia"]
“Nanti kalau sudah sampai di KL kita tanya sama-sama ya Mas” kata Arifin kepada saya dengan polos. Benar memang KL terlalu besar bagi kami. Beberapa kali Pak Arifin salah mengambil jalur hingga akhirnya kami kesasar. Kami akhirnya harus berlama-lama dan berputar-putar di KL. Menara kembar Petronas sebagai tujuan sebelum ke Bandara KLIA justru belum terjangkau oleh kami.
[caption id="attachment_344299" align="aligncenter" width="350" caption="Jalan kereta di tengah kota KL dengan gedung megah di belakangnya"]
Untuk kesekian kalinya Pak Arifin keliru jalur. Tersesat lagi,menjelang 11.30 siang waktu Malaysia kami belum menemukan menara Petronas yang kami impikan itu. Kakak yang sudah 9 tahun di Malaysia juga tidak banyak tahu rute yang benar menuju Menara Petronas. Maklum lingkup pergaulannya hanya terbatas di Kota Klang, Selangor-Malaysia.
[caption id="attachment_344300" align="aligncenter" width="500" caption="Gaya arsitektur yang menawan"]
Jarak rumah Kakak dengan KL saja sudah jauh, kira-kira 1,5 jam perjalanan dengan mobil bila kecepatannya di atas 100 km/jam. Kalau macet bisa 2 jam bahkan mungkin lebih. Sementara jarak KL dengan bandara KLIA cukup jauh yakni sekitar 45 kilometer.
[caption id="attachment_344303" align="aligncenter" width="350" caption="Ikon wisata Kota KL, The Twin Tower (Petronas)"]
Saya khawatir akan ketinggalan pesawat sebab waktu sudah menunjukkan pukul 11.45 siang. Saya katakan pada Pak Arifin kalau jam 12.00 ini mestinya saya harus sudah duduk manis (ceck in) di bandara menunggu take off atau pengumuman lainnya. Namun kenyataannya kami masih harus berputar-putar di KL.
Menara Petronas yang menjulang tinggi itu hanya terlihat dari kejauhan. Beberapa gedung penting dan universitas terkemuka juga sempat kami saksikan kemegahannya. Dari pada ketinggalan pesawat akhirnya saya putuskan untuk segera ke bandara meski tak jadi menikmati pesona Petronas yang kesohor itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H