Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Aduh, Piring Antik Sunan Bonang Dicuri Orang!

7 Januari 2015   03:03 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:40 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_388935" align="aligncenter" width="500" caption="Ada beberapa piring antik di gapura ini yang dijarah orang"][/caption]

Kota Tuban di Jawa Timur terkenal dengan wisata religinya. Ada beberapa makam wali di kota yang terkenal dengan minuman legennya ini. Salah satunya yang mashur adalah makam Sunan Bonang.

Anggota Wali Songo (Wali Sembilan) yang bernama lain Maulana Makhdum Ibrahim ini hidup pada kurun waktu 1465 hingga 1525. Sunan Bonang merupakan putra Sunan Ampel dari Surabaya dari hasil pernikahannya dengan Nyai Ageng Manila.

Kompleks makam Sunan Bonang berada di sebelah barat daya Alun-alun Tuban. Pusara beliau banyak diziarahi umat Islam dari berbagai penjuru tanah air bahkan dari mancanegara juga ada.

[caption id="attachment_388942" align="aligncenter" width="400" caption="Warisan sunan lainnya dalam pendopo rante"]

14205487781077811323
14205487781077811323
[/caption]

Ada beberapa pendapat mengenai nama “Bonang”. Yang pertama bonang adalah nama sejenis alat gamelan mirip gong tapi berukuran lebih kecil. Menurut sejarahnya sang sunan mensyiarkan Islam dengan bantuan alat gamelan bernama bonang ini untuk memanggil orang-orang agar berkumpul di mushollah atau masjid.

Bonang juga menjadi nama sebuah desa yang terletak di kawasan antara Tuban (Jawa Timur) dengan Rembang (Jawa Tengah). Semasa hidupnya sang sunan mengajarkan Islam di daerah itu sehingga masyarakat kemudian menggelari beliau dengan sebutan Sunan Bonang.

Pendapat yang lainnya mengatakan kalau nama Bonang berasal dari kata Bong Ang. Beberapa sunan termasuk Sunan Bonang ini merupakan keturunan Tionghoa.

Kemudian lama kelamaan mengalami morfologi kata karena diucapkan oleh orang yang berbeda-beda. Logat orang Jawa tanpa ia sadari keliru menyebut Bong Ang dengan sebutan Bonang. Begitu seterusnya secara turun temurun sehingga terdengar Bonang seperti yang kita dengar sampai saat ini.

Selain mendakwahkan Agama Islam, karya Sunan Bonang yang hingga kini masih tetap terjaga kelestariannya adalah syair lagu “Tombo Ati”. Seorang penyanyi kondang dengan lagu-lagu bernuansa religi seperti Kang Opick sering membawakan lagu tombo ati karya Sunan Bonang ini.

Bila Anda ingin berziarah dan melihat lebih dekat pusara dan warisan Sunan Bonang silahkan mengunjungi Kota Tuban. Kompleks makam Sunan Bonang tak pernah sepi dari peziarah.

[caption id="attachment_388939" align="aligncenter" width="400" caption="Pak Marji, juru pelihara pusara Sunan Bonang"]

14205479531554157177
14205479531554157177
[/caption]

Saat saya bertandang ke kompleks makam Sunan Bonang, Pak Marji sang juru pelihara makam dengan ramah menyambut kehadiran saya.

Pak Marji yang sebelumnya ditugaskan sebagai staf di Museum Kambang Putih mengatakan kalau sebagian warisan Sunan Bonang hingga kini bisa pengunjung saksikan di “Pendopo Rante” dalam kompleks makam beliau.

[caption id="attachment_388947" align="aligncenter" width="300" caption="Warisan Sunan Bonang yang menyerupai congklak (dakon)"]

14205517291425881485
14205517291425881485
[/caption]

Warisan itu antara lain berupa batu berlubang mirip alat permainan tradisional “congklak”, berbagai potongan nisan dari batu andesit dan bejana air. Ornamen kayu jati tiang pendopo rante yang antik juga bisa pengunjung lihat di sana.

“Warisan Sunan Bonang yang berupa piring berbahan keramik Cina dengan tulisan kaligrafi Arab bisa adik lihat menempel di tembok gapura masuk” ungkap Pak Marji.

Sebagai juru pelihara yang sudah puluhan tahun menjaga makam Sunan Bonang, Pak Marjimengaku tak tahu banyak tentang makna yang tertulis dalam piring-piring antik khas Tiongkok itu.

[caption id="attachment_388948" align="aligncenter" width="400" caption="Piring antik di dinding dalam kompleks pusara Sunan Bonang"]

14205519071991370005
14205519071991370005
[/caption]

Khabarnya ada beberapa piring yang bertuliskan nama-nama sahabat Rasulullah Muhammad SAW. “Tidak sedikit piring Cina, warisan Sunan Bonang itu yang hilang dicuri orang dik” ungkap Pak Marji mengingat kejadian yang terjadi beberapa tahun silam itu.

Meski kejadiannya telah lama berselang namun Bapak penjaga makam yang berpostur tinggi besar itu masih terngiang-ngiang dengan peristiwa pencurian saat itu.

“Segera setelah kejadian itu pihak pengelolah makam Sunan Bonang melaporkannya kepada kepolisian. Entah seperti apa kelanjutannya saya sendiri juga kurang tahu”, ungkap Pak Marji.

Pencurian piring Cina warisan Sunan Bonang merupakan salah satu contoh dari sekian banyak kasus kelam yang menimpa warisan sejarah Bangsa Indonesia.

Warisan sejarah memang harus dilestarikan, namun jangan lupa bahwa orang-orang seperti Pak Marji yang dengan setia mengawal warisan sejarah bangsa itu juga harus ditingkatkan kemampuannya misalnya melalui pendidikan dan latihan khusus serta terpelihara kesejahteraannya.

Nah dalam hal ini dinas yang terkait seperti Balai Pelestarian Bangunan Cagar Budaya (BPCB) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) hendaknya peka terhadap masalah ini. Semoga!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun