Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Soal Anies Baswedan dan Dana Frankfurt Book Fair yang Rp 146 Miliar, Kok Goenawan Mohamad yang Sewot?

12 Maret 2017   15:21 Diperbarui: 17 Juni 2017   08:02 14483
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus penggelontoran dana super bombastis dalam event akbar berskala Internasional Frankfurt Book Fair di jaman Anies Baswedan saat masih menjabat sebagai Mendikbud kini mencuat lagi ke permukaan. Semua mata di negeri ini terbelalak seketika karena baru tahu ternyata ada silent operation kegiatan yang mungkin saja sengaja tidak digembar-gemborkan ke permukaan karena melibatkan uang negara dalam jumlah yang super duper bombastis, Rp 146 miliar atau setara 10 juta Euro.

Dengan mencuatnya kembali kasus itu ke permukaan, akhirnya mayoritas rakyat di negeri ini yang sebelumnya tidak tahu menahu ada aktifitas yang nauzubilah edan dananya itu akhirnya jadi pada tahu. Anies Baswedan akhirnya dilaporkan ke KPK oleh Andar Mangatas Situmorang, Direktur Government Against Corruption and Discrimination (GACD).

Dalam laporannya ke KPK, Andar melampirkan satu dokumen kronologi tindak pidana penyelewengan dana Rp146 miliar dalam pameran Frankfurt Fair Book 2015, di kota dingin Frankfurt yang dilakukan Anies Baswedan saat menjabat sebagai Mendikbud.

Andar juga melaporkan Anies Baswedan telah menyimpangkan jabatannya sebagai Mendikbud pada pameran kebudayaan dan buku laskar pelangi dengan menyusupkan kegiatan pameran buku berjudul AMBA dan PULANG yang membahas ihwal pembasmian PKI pada tahun 1965 yang silam.

Dengan mencuatnya kasus yang lezat dan gurih ini, seperti biasa tangan aku gatal lagi untuk meramaikan jagad dunia persilatan agar kasus ini cepat dituntaskan oleh lembaga yang berwenang, yaitu Lembaga Anti Rasuah yang saat ini telah sukses bikin Setya Novanto, Yasona Laoly, Ganjar Pranowo, dan Marzuki Alie gemetar dingin sehingga tidur mereka pun tak nyenyak lagi di hari-hari belakangan ini.

Lantas, Makhluk Apakah yang Bernama Frankfurt Book Fair Itu?

Frankfurt Book Fair adalah pameran buku terbesar di benua dingin Eropa yang setiap tahun menampilkan karya sastra lebih dari 100 negara di seluruh dunia yang dipamerkan dalam sebuah event pameran akbar di Frankfurt, Jerman.

Pada tahun 2015 yang lalu saat Anies Baswedan masih menjabat sebagai Mendikbud, Anies ketiban rejeki nomplok karena undangan negara Jerman kepada Indonesia sebagai Tamu Kehormatan atau Guest of Honor dalam event Frankfurt Book Fair 2015 itu dilaksanakan pada masa kepemimpinannya sebagai Mendikbud kala itu.

Memang benar dana sebesar Rp 146 miliar itu dianggarkan oleh Mendikbud sebelumnya, yaitu M. Nuh, namun jika Anies Baswedan adalah seorang yang mengerti tentang seluk beluk keuangan dan memiliki jiwa penghematan uang negara, seharusnya Anies melakukan review ulang dengan memangkas dan memutilasi biaya-biaya yang tak perlu bahwa anggaran sebesar itu adalah anggaran yang tidak masuk akal.

Namun karena memang orangnya tidak teliti dan buta soal keuangan, ditambah lagi dengan sifat keakuannya yang tinggi, maka anggaran yang luar biasa najor tralalala itu pun lolos dan luput dari perhatiannya.

Gila aja, bro, event yang digelar hanya empat hari doang dari tanggal 14-18 Oktober 2015 di Jerman itu menghambur-hamburkan anggaran negara hingga 10 juta Euro atau setara Rp 146 miliar. Kapan negara ini bisa kaya raya gemah ripah loh jinawi jika disetiap lini kegiatan negara dilakukan jor-joran pemborosan yang menghambur-hamburkan uang negara? Habis gelap terbitlah gelap, habis E-KTP, terbitlah Frankfurt Book Fair itu.

Yang konyolnya lagi, anggaran negara dalam kegiatan Frankfurt Book Fair saat itu ternyata tidak dikonsolidasikan dengan Komisi X yang membidangi bidang pendidikan. Jelas saja para wakil rakyat saat itu berang. Kok bisa uang negara yang bombastis dengan kegiatan yang hanya empat hari itu tidak melibatkan sama sekali wakil rakyat yang notabene mewakili uang rakyat yang digelontorkan dalam event sekaliber Frankfurt Book Fair itu?

Yang lebih gila lagi, bukan hanya Komisi X Bidang Pendidikan di DPR RI saja yang kecewa lantaran tidak dilibatkannya mereka dalam pembahasan terkait acara akbar di Frankfurt itu, para Diplomat Indonesia yang berdomisili di Jerman yang juga hadir dalam pameran itu menyayangkan materi yang ditampilkan dalam Frankfurt Book Fair itu tidak sejalan dengan apa yang selama ini menjadi garis diplomasi RI di Jerman. Nah lo.

Artinya memang tidak ada koordinasi dan kerjasama yang baik antara Kemendikbud dijamannya Anies Baswedan, DPR RI, dan para Diplomat di Jerman. Rugi bandar dong, Rp 146 miliar terbuang percuma tak ada manfaatnya sama sekali bagi kepentingan bangsa ini di luar negeri karena garis diplomasi RI di Jerman tidak disuarakan dalam event yang berskala Internasional itu.

Anggaran Bombastis dan Carut Marutnya Wajah Dunia Pendidikan Indonesia Di Jaman Anies Baswedan

Besarnya biaya yang dihambur-hamburkan hanya untuk berpartisipasi dalam empat hari perhelatan Frankfurt Book Fair di Jerman kala itu tentu saja tak sepadan dengan kondisi dimana ribuan sekolah di pedalaman-pedalaman terpencil yang rusak parah, namun tak ada perhatian sama sekali dari Mendikbud kala itu yang dijabat Anies Baswedan.

Itu belum termasuk kelengkapan alat-alat peraga, perpustakaan, dan yang lebih miris lagi kondisi gaji para guru honorer yang tak menentu dan jauh dari standard hidup layak. Padahal peran para guru honorer sangatlah penting, karena jasa-jasa mereka yang mencerdaskan anak bangsa di pedalaman-pedalaman yang terpencil. Siapa tahu kelak ketika dewasa nanti, salah satu dari anak-anak yang dididik oleh para guru honorer itu jadi Presiden RI.

Bikin acara dengan dana bombastis sebesar Rp 146 miliar saja bisa, tapi perbaikan gedung sekolah yang rusak, pengadaan perpustakaan dan alat-alat peraga di sekolah-sekolah di pedalaman, tidak mampu dilakukan Anies Baswedan dalam kapasitasnya sebagai Mendikbud. Artinya jelas sudah, si beliau ini lebih demen bikin acara yang berskala internasional, namun kondisi carut marut wajah pendidikan di negeri ini justru diabaikan dan tak diperhatikan sama sekali.

Rp 146 miliar dan Rincian Pengeluaran yang Bikin Geleng-geleng Kepala

Jumlah peserta yang diikutkan dalam event akbar Frankfurt Book Fair itu sebanyak 123 peserta, masih kalah jauh dengan rombongan Raja Salman yang berjumlah 1,500 orang, padahal Raja Salman selama sembilan hari di Indonesia, plus perpanjangan liburan selama tiga hari di Bali menggelontorkan dana sebesar Rp 150 miliar, beda-beda tipis dengan dana Frankfurt Book Fair yang hanya empat hari di Jerman dengan dana Rp 146 miliar.

Biaya Rp 146 miliar atau setara 10 juta Euro kala itu yang digelontorkan selama acara Frankfurt Book Fair, yaitu meliputi biaya sewa pavilion senilai Rp 19 miliar, biaya akomodasi untuk 123 peserta, biaya penerjemah untuk menerjemahkan 200 buku dari versi bahasa Indonesia ke versi bahasa Jerman.

Biaya lainnya yang digelontorkan, yaitu biaya pembuatan stand, biaya pengangkutan perlengkapan, biaya pembelian Souvenir-souvenir, serta barang-barang yang akan ditampilkan di Frankfurt, Jerman. Biaya yang tak kalah bombastis lainnya yaitu mengapalkan 15 ribu batang bambu dari pulau Jawa  ke Frankfurt hanya untuk memperindah Hall Paviliun agar terkesan klenik dan asli Indonesia.

Anggaran sebesar itu jelas-jelas sangat jomplang dengan kualitas kepesertaan Indonesia dimana Anies Baswedan saat itu hanya bawa 200 buku doang, padahal dengan dana sebombastis itu, logikanya seharusnya bisa bawa ribuan buku. Itu belum termasuk dengan jumlah 123 orang yang dikirim ke Jerman itu. Bisa jadi hanya orang-orang tertentu saja dipilih yang mereka kenal, bisa juga sanak saudara mereka yang diikutkan ke Frankfurt. Kapan lagi ada acara macam begini ini, kan lumayan bisa jalan-jalan ke luar negeri.

Pertanyaan rakyat Indonesia tentunya sederhana, dengan dana jor-joran sebombastis itu, hasil apa yang diperoleh bangsa ini, khususnya dibidang pendidikan Indonesia? Apakah hanya sekedar mendapatkan pengakuan dari pemerintah Jerman dan para pengunjung dari berbagai negara di Jerman, wow stand Indonesia keren banget, wow buku-buku sastra yang ditampikan mantap punya. Apakah hanya itu tujuan Indonesia mengikuti event akbar yang menelan dana negara sebesar 10 juta Euro itu? Mikir dong.

BPK Jangan Jadi Macan Ompong

Seharusnya BPK sebagai lembaga negara yang berwenang sejak acara itu selesai dilaksanakan melakukan audit secara menyeluruh terkait penggunaan dana sebesar Rp 146 miliar itu, apakah ada indikasi merugikan negara atau tidak, apakah ada indikasi penyewengan uang negara atau tidak, bukankah uang Rp 146 miliar itu adalah uang dari hasil keringat rakyat yang banting tulang mencari nafkah dengan menyumbang 10% dalam bentuk pajak agar negara ini tetap survive?

Dana pembangunan RS. Sumber Waras saja mereka audit sampai sedetil-detilnya, masa event sekaliber Internasional yang memakan dana ratusan miliar kok sepertinya ada pembiaran dan tutup sebelah mata dengan tidak dilakukannya audit BPK sama sekali? Apa masih kurang bukti? Korupsi berjamaah dalam kasus E-KTP, mana peran BPK sebagai lembaga resmi bentukan pemerintah untuk mengawal penggunaan dana negara agar tidak masuk ke rekening siluman dan masuk kantong kiri kanan dan dompet kantong belakang para pejabat negara kemaruk pencuri uang negara itu?

KPK bekerjasama dengan BPK harus segera mengusut tuntas kasus ini, jangan sampai lolos lagi ikan kakap yang sudah dalam genggaman. Lembaga negara yang dibiayai dan digaji dari uang rakyat, mbok ya jangan jadi macan ompong.

Goenawan Mohamad Jangan Koar-koar Doang

Anehnya, Goenawan Mohamad, tokoh dedengkotnya Tempo, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Frankfurt Book Fair 2015 yang menghabiskan dana negara sebesar Rp 246 miliar, malah yang sewot enggak karu-karuan seperti orang yang kebakaran jenggot (Baca: Anies Dilaporkan ke KPK, GM Jelaskan soal Frankfurt Book Fair) . Padahal yang dilaporkan ke KPK adalah Anies Baswedan, bukan Goenawan Muhamad.

Tentunya sebagai orang yang mengedepanlan logika berpikir, ada apakah gerangan dengan Goenawan Mohamad ini? Aneh bin ajaib, orang lain yang dilaporkan, kok malah ini orang yang sibuk teriak sana teriak sini, sibuk klarifikasi ini itu, padahal bukan kapasitasnya sama sekali untuk melakukan itu. Ibaratnya, orang lain yang minum arak, dia yang mabok sempoyongan.

Malah koar-koar segala mau pasang badan bagi Anies Baswedan, koar-koar menantang harusnya dia yang dilaporkan ke KPK, bukan Anies Baswedan. Aneh dan nggak masuk akal, orang lain yang dilaporkan, kok dia yang frustasi. Ini sudah macam maling teriak bukan maling. Dengan koar-koarnya yang membabi-buta itu justru menimbulkan kecurigaan dan pertanyaan-pertanyaan dalam benak masyarakat awam, ada apakah gerangan? Nggak usah sok sibuk koar-koar segala, toh suatu saat nanti juga akan dipanggil KPK sebagai saksi.

Kalau memang si Goenawan Mohamad itu merasa tak ada penyelewengan dana negara dalam event Frankfurt Book Fair 2015 itu, harusnya secara gentleman si Goenawan Mohamad ini datang ke KPK dengan bawa bukti-bukti seabrek terkait segala macam tetek bengek pengeluaran yang dapat ia pertanggungjawabkan, bukankah si beliau ini yang Ketuanya saat itu?

Ilustrasi Si Tukang Kentut

Uring-uringannya Goenawan Mohamad ini persis dengan ilustrasi si tukang kentut yang nabok nyiih tangan berikut ini. Di dalam kelas tiba-tiba tercium bau kentut yang sangat busuk menyengat. Semua anak murid dalam kelas itu pada misuh-misuh nggak karuan siapa sih yang kurangajar banget kentut sampai bau busuknya merebak ke seluruh kelas?

Semua bertanya-tanya dan saling tuding satu sama lainnya pelaku yang menyebarkan bau kentut yang busuk itu. Lalu ada anak murid yang kebetulan mendapat bukti mendengar desisan kentut dari pantat calon ketua kelas yang duduk disampingnya. Maka dilaporkanlah pelaku kentut itu ke guru BP.

Namun si pelaku kentut lainnya yang juga kentut sembunyi-sembunyi berbarengan di kelas itu justru yang sewot dan protes keras karena si calon Ketua Kelas itu dilaporkan ke guru BP dengan dalih pasti ada politisasi ini karena si calon Ketua Kelas itu masuk dalam putaran kedua dalam bursa pemilihan Ketua Kelas. Sebagai alibi, maka ia pun menantang anak murid yang melaporkan si calon ketua kelas itu ke guru BP bahwa ia akan pasang badan bagi si calon ketua kelas yang ketahuan kentut di kelas itu.

Lantas, apa korelasinya Goenawan Mohhamad dengan ilustrasi kentut di kelas itu? Silahkan pembaca menerjemahkan sendiri. Inti moral story dari kasus ini, kebenaran sekalipun dimanipulasi dengan alibi sedemikian rupa, suatu saat pasti akan terungkap. Oleh karena itu, Goenawan Mohamad jangan hanya koar-koar doang dengan menyangkutpautkan laporan ke KPK dengan urusan Pilkada DKI.

Kalau memang Anies Baswedan tak terbukti korupsi, biarlah Penyidik KPK yang membuktikannya dalam giat sidik dan lidik, bukan Goenawan Mohamad. Menangkap maling itu tak selamanya harus menunggu momen pilkada, begitu om.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun