Dalam hidup ini setiap orang tentunya pernah mengalami teguran, baik itu dari orang tua, guru, dosen, atasan, atau dari sahabat, pacar maupun istri atau suami, karena telah melakukan suatu kesalahan atau perbuatan yang bisa merugikan orang lain.
Hari ini aku ditegur Polantas karena menerobos lampu merah. Masih untung aku enggak ditilang. Pak Polantas menyapa aku dengan ramah dan sopan dan menegur bahwa tindakanku itu sangat berbahaya, baik bagi diri sendiri maupun bagi pengendara lainnya.
Setelah memeriksa SIM dan STNK aku, pak Polantas itu lalu bertanya, bagaimana perasaanku jika istri atau ayah atau ibu aku tertabrak oleh pengendara yang menerobos lampu merah? Tentunya akan sangat merasa kehilangan, bukan?
Pak Polantas lalu nanya lagi, bagaimana perasaan keluarga orang yang, misalkan, tertabrak oleh aku karena menerobos lampu merah, apalagi jika korban itu adalah tulang punggung keluarga yang menafkahi mereka?
Peraturan dibuat bukan untuk dilanggar, akan tetapi untuk dipatuhi demi kepentingan dan keselamatan bersama di jalan raya. Aku lalu meminta maaf dan menyadari kekeliruanku. Aku mengucapkan terima kasih atas teguran dan nasihatnya dan berjanji tak akan mengulanginya lagi.
Tindakan humanis dari pak Polantas itu membuatku terenyuh dan bertekat dengan sungguh-sungguh tak akan pernah mau mengulangi lagi menerobos lampu merah sekalipun dalam situasi terburu-buru.
Benar apa yang dinasihatkan pak Polantas tadi, apa jadinya hidupku kalau aku menabrak orang hingga tewas? Yang jelas hidupku akan berakhir di penjara. Begitu pula, apa jadinya hidupku seandainya istri aku yang ditabrak orang yang menerobos lampu merah dan kehilangan nyawanya? Apa aku nggak banting diri nangis histeris karena kehilangan orang yang sangat ku cintai?
Arahan Tito Karnavian kepada semua jajaran Kepolisian agar merubah kultur perilaku dengan bersikap sopan dalam bertugas, humanis dan menghindari arogansi kekuasaan dalam menjalankan tugas ternyata dilaksanakan dengan baik oleh petugas Kepolisian dilapangan.
Seandainya tadi pola teguran pak Polantas tadi dengan bersikap arogan dan menilang aku, atau minta uang damai, tentu saja aku anggap angin lalu dan tetap akan mengulangi lagi perbuatanku menerobos lampu merah. Tapi karena pola teguran yang humanis dan nasihatnya yang begitu mengena direlung hati, aku berjanji dan bertekad dengan diriku sendiri tak akan pernah lagi mengulangi perbuatan menerobos lampu merah.
Setiap teguran tentunya selalu memiliki dampak, dan dampak itu bisa membuat seseorang menjadi lebih baik karena menyadari akan kekeliruannya, tetapi juga bisa berdampak buruk dan bertindak sebaliknya karena pola penyampaian teguran yang salah karena pada intinya tak semua orang mau menerima teguran orang lain.
Selama kita hidup didunia ini tentunya kita tak akan pernah lepas dari teguran orang lain disekitar kita. Intinya, teguran yang dilakukan secara humanis yang dilakukan dengan hati yang bersih dan niat yang tulus tanpa arogansi kekuasaan dan kepongahan, dampaknya lebih mengena dibandingkan dengan teguran yang arogan dan sok kuasa.