Pesawat Garuda yang ku tumpangi dari Labuan Bajo ke Denpasar (Dok.Pri)
Hal yang paling ku takutkan dalam hidup ini yaitu naik pesawat. Kalau enggak terpaksa banget, enggak bakalan aku mau naik pesawat. Yang paling ku takutkan ketika naik pesawat yaitu pada saat Take Off, turbulensi diatas ketinggian ribuan kaki, dan ketika pesawat akan mendarat.
Bagaimana kalau lagi diatas udara tiba-tiba mesinnya mati? Bagaimana kalau ketika mau mendarat, rodanya nggak mau keluar dari dalam pesawat? Bagaimana kalau pesawat hilang kontak? Itu yang selalu terbayang-bayang dalam benak aku ketika naik pesawat.
Baru-baru ini dua pesawat asing mengalami turbulensi hebat diatas birunya langit Ibu Pertiwi sehingga para penumpangnya pun luka-luka, ada yang luka berat, ada pula yang luka ringan.
Kedua pesawat apes itu yaitu Etihad Airways dengan nomor penerbangan EY-474 jurusan Abu Dhabi Jakarta dan pesawat Hongkong Airways dengan nomor penerbangan HX-6704 jurusan Denpasar Hong Kong.
Yang mengherankan turbulensi itu terjadi justru disaat cuaca cerah, langit biru menawan hati. Kok bisa ya? Mungkin pakar penerbangan dan mantan Pilot, Kompasianer John Brata, bisa menjelaskan fenomena tak lazim ini.
Turbulensi hebat ini pernah ku alami dulu dipenghujung bulan Desember tahun 2013 dalam penerbangan dari Labuan Bajo menuju Denpasar sebelum transit ke Jakarta.
Saat itu aku naik Garuda Indonesia dalam penerbangan perdana mereka dengan tema Explore Indonesia. Pesawatnya masih baru, masih kinclong, dan wangi pula.
Ketika pesawat berada diatas langit yang biru nan cerah, tiba-tiba pesawat mengalami turbulensi hebat. Pesawat seperti terhempas kebawah dengan cepatnya lalu terlempar ke atas dengan kerasnya.
Para penumpang pun kontan berteriak. Ada yang teriak Allahu Akbar, ada yang teriak Darah Yesus tolong! Aku sendiri secara refleks teriak anjriiiittttt saking kagetnya.
Setelah turbulensi itu, pesawat terbang dengan mulus kembali. Ku pikir sudah aman, namun belum berhenti jantung ini berdegup kencang, kembali turbulensi hebat kedua terjadi. Kali ini lebih parah, pesawat seperti dibanting kebawah dengan posisi miring ke kanan, mesin mati, lampu dalam pesawat padam semua.
Untung Pilotnya jago, sepertinya ia berupaya menghidupkan mesin cadangan yang satunya lagi. Masih dalam posisi terhujam kebawah, mesin pesawat akhirnya hidup kembali, lampu kembali menyala namun masih kedap kedip, tiba-tiba pesawat terlempar keatas dengan kecepatan tinggi disertai guncangan keras.
Jangan ditanya lagi paniknya para penumpang saat itu, kembali teriakan Allahu Akbar dan teriakan Tuhan Yesus tolong kami bersahut-sahutan, ada yang komat kamit, entah baca doa atau baca mantra, aku tak tahu.
Kursi pesawat ku cengkram kuat-kuat. Suasana saat itu sangat mengerikan, rasanya seperti naik Roller Coaster saja. Mental jagoan pun hilang seketika, wajah ku pucat pasi putih seperti kapas, lutut lemas, keringat dingin membasahi jidat dan tengkuk, jantung berdegup kencang nggak karu-karuan.
Setelah itu pesawat terbang normal kembali. Terlihat dibawah pulau Lombok terbentang dengan indahnya. Namun semua penumpang, termasuk aku, masih tegang dan siaga satu, takutnya turbulensi lanjutan yang lebih fatal terjadi lagi. Bagaimana kalau tiba-tiba pesawat terjun bebas dan hancur berkeping-keping dibawah sana?
Semua penumpang tampak khusuk berdoa, tak terkecuali begitu pula aku. Saking takutnya, seumur-umur baru kali itu aku bisa berdoa dengan serius dan khusuk, "Tuhan jika sekiranya ajal ku berakhir disini, aku mohon ampun atas segala kesalahan dan dosa-dosa aku yang telah menyakiti hati-Mu selama ini. Apapun yang terjadi, terjadilah sesuai kehendak-Mu. Aku siap, ya Tuhan. Amien".Â
Ya itulah manusia, disaat hidup lagi aman-aman saja, lupa akan Tuhan. Giliran sudah mau koit, baru ingat Tuhan. Setelah selesai doa dalam hati, mata tetap tertutup rapat, kedua tangan ku mencengkram erat kursi pesawat, sambil menunggu dengan cemas turbulensi yang lebih parah terjadi lagi.
Untungnya beberapa saat kemudian terdengar suara dari Speaker pesawat;
"Para Penumpang yang terhormat, sesaat lagi pesawat akan mendarat di Bandara Udara I Gusti Ngurah Rai Denpasar. Kenakan sabuk pengaman Anda, menegakan sandaran kursi, menutup dan mengunci meja-meja kecil yang masih terbuka di hadapan Anda, dan mengencangkan sabuk pengaman.
Akhirnya kami seluruh awak pesawat Garuda Indonesia mengucapkan terima kasih telah terbang bersama kami, dan sampai jumpa di lain penerbangan lain waktu. Terima kasih".
Duh. Akhirnya selamat juga. Puji Tuhan aku enggak jadi mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H