[caption caption="Joki 3 In1 di Dukuh Atas Kawasan Sudirman Jakarta. Eksploitasi anak jadi andalan mereka untuk meraih simpati dan rasa iba para pemilik kendaraan roda empat (Foto Pribadi Mawalu)"][/caption]Di Jakarta itu ya segala sesuatu bisa jadi uang, asalkan kreatif dan nggak punya rasa malu apalagi gengsi, maka kesempatan untuk mendapatkan uang bisa diperoleh dengan mudah dengan berbagai macam cara, halal maupun haram, resmi maupun ilegal.
Glamornya kota Metropolitan Jakarta ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para pendatang dari seluruh Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua. Ramai-ramai orang datang berbondong-bondong mengadu nasib di ibukota negara ini, siapa tau bisa kaya raya, siapa tau bisa jadi ngetop, siapa tau bisa jadi artis terkenal. Kan lumayan itu.
Para pendatang ilegal itu datang dari berbagai kalangan, mulai dari yang sekolahnya kurang sampai mereka-mereka yang tak punya keahlian sama sekali, semuanya nekat mengadu nasib di kota yang kata orang lebih kejam dari ibu tiri ini.
Yang ada dibenak mereka yang penting sudah injak Jakarta, kan orang tua dan keluarga di kampung enggak tahu disini kerja apa, mau jadi pengemis kek, jadi Polisi cepek kek, pengamen kek, jadi preman kek, jadi tukang tagih hutang kek, jadi centeng tukang jaga tanah sengketa kek, yang penting orang di kampung taunya kerja di Jakarta.
Mereka yang di kampung pun juga begitu, bangga setengah mati anaknya atau kerabat mereka taunya ada di Jakarta. Jadi kalau ditanya tetangga di kampung atau handai taulan mereka, maka dengan bangganya bilang anaknya atau ponakannya atau sanak saudaranya lagi di Jakarta, padahal di Jakarta kerjanya cuma jadi Joki 3 In 1 yang sering kena kejar dan digebuki Satpol PP sampai lari tunggang langgang lintang pukang tak tentu arah di jalan raya, ditonton banyak orang pula. Duh.
[caption caption="Para Joki 3 In 1 yang menanti kendaraan roda empat dari bawah Dukuh Atas yang akan memasuki kawasan 3 In 1 jalan Sudirman Jakarta (Foto Pribadi Mawalu)"]
Joki 3 In 1 pun tambah bejibun memadati seputaran kawasan 3 In 1 itu. Para pengguna jalan pemilik kendaran roda empat justru memanfaatkan mereka supaya nggak kena tilang. Kan percuma dong.
Berkali-kali dirazia Satpol PP, berkali-kali ditangkap, berkali-kali dibina di Panti Sosial tak menyurutkan semangat 45 para Joki 3 In 1 itu untuk memperoleh fulus puluhan ribu rupiah hanya dengan duduk manis dalam mobil yang mewah, dingin, dan nyaman. Lha bagaimana enggak enak, sudah naik mobil mewah yang nyaman dapat duit pula, siapa sih yang enggak mau kerja macam begitu itu.
Tarif bayar Joki itu ya sebesar Rp 20 ribu sekali muat, kalau dua kali saja mereka bolak balik Vice Versa rute yang sama, seorang Joki sudah mengantongi Rp 40 ribu. Kerja cuma dari jam 7-10 pagi, sore jam 16-19 pm doang, kan enak dong ya. Bagi para pemilik kendaraan roda empat yang enggak tahu berapa tarif Joki 3 In 1, siap-siap saja kena tembak Rp 50 ribu rupiah sama mereka.
Bagi para Joki 3 In 1 itu yang rata-rata berasal dari kalangan kelas bawah, sehari dapat Rp 20 ribu saja sudah lumayan itu, bisa beli beras 1 liter dengan harga Rp 9 ribu, sayur 2 ikat Rp 4 ribu, tahu sama tempe Rp 5 ribu, masih sisa Rp 2 ribu buat nabung, cukuplah buat makan sekeluarga.
Sedangkan bagi orang kaya pemilik kendaraan roda empat, Rp 20 ribu itu hanya receh remeh temeh yang tak berarti bagi mereka, taruhnya pun disamping pintu mobil nyampur dengan koin-koin recehan hasil kembalian isi bensin dan bayar tol. Itulah sebabnya mereka enteng-enteng saja bayar Joki, sehingga kawasan 3 In 1 bukannya jadi tertib, malah justru jadi tambah macet saja.
[caption caption="Kawasan Sudirman Jakarta di pagi hari pukul 6:00 pagi yang masih sepi. Daripada bayar Joki, sebaiknya bangun lebih pagi supaya sampai kantor sebelum pukul 7, sekaligus membantu program pemerintah dan Kepolisian mengatasi kemacetan di kota kita yang tercinta ini (Foto Pribadi Mawalu)"]
Wajar saja mereka begitu, karena semua orang butuh cepat sampai di tujuan, maka jangan heran kebijakan apapun yang diterapkan oleh Pemprov DKI maupun pihak Kepolisian demi ketertiban pengguna jalan, tetap saja ada celahnya untuk diakali. Miris memang, tapi suka tak suka inilah budaya dan kebiasaan orang kita. Mau bilang apa lagi?
Jadi memang tak ada gunanya itu kebijakan 3 In 1 warisan Sutiyoso itu, sebaiknya dihapus saja karena hanya menunjukan potret kemiskinan rakyat sendiri dalam bingkai kemewahan glamournya ibukota metropolitan Jakarta ini.
Ya sudah itu saja...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H