Hari ini di Facebook aku ada status yang menarik dari salah satu anggota DPR RI yang merupakan salah satu list pertemanan aku di Facebook.
Status Facebooknya itu menyindir tentang tingkah pola para penjual negara yang bekerja keras dan berupaya sebisa mungkin dengan berbagai cara demi kepentingan asing melalui cara licik melobby pihak Legislatif supaya tujuan mereka tercapai, sehingga pada ujung-ujungnya pihak Legislatif juga yang kena getahnya. Ia mengumpamakan bahwa orang-orang model begitu itu tak kurang dan tak lebih adalah tipikal kacung dan jongos asing.
Secara tersirat, aku tahu bahwa status satirenya itu ditujukan kepada Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin, yang semua juga sudah pada tahu berusaha agar kontrak karya PT. Freeport Indonesia yang habis masa berlakunya pada tahun 2021 mendatang diperpanjang oleh pemerintah Indonesia.
Cukup panjang juga aku berdebat dengan anggota Dewan yang terhormat itu di Facebook, sampai akhirnya beliau keok sendiri dan tak mau lagi balas komen-komen aku.
Jujur saja aku sedih dengan model anggota Dewan yang macam begitu itu. Sebagai seorang President Director suatu perusahaan, adalah tugas dan tanggungjawabnya bekerja untuk perusahaan, karena ia digaji untuk melakukan yang terbaik bagi perusahaan yang ia pimpin. Jobdescnya sudah mengatur begitu.
Justru pemerintah lah yang berhak menentukan nasib bangsa ini terkait soal Freeport ini, bagaimana harus bisa cerdas negosiasi ulang terkait sistem bagi hasil dengan PT. Freeport Indonesia jika memang mau diperpanjang Kontrak Karya mereka, atau pemerintah harus punya taji ambil alih pengelolaan Freeport Indonesia tanpa mengesampingkan efek hukum dan dampak sosial yang akan terjadi nantinya.
Kita sepatutnya harus berterima kasih kepada Maroef Sjamsoeddin yang rela menjadi Whistle Blower dengan mengungkapkan isi rekaman percakapan yang menjijikkan itu.
Jika saja Maroef Sjamsoeddin tak mengungkapkan isi rekaman itu kepada Sudirman Said, apa kita tahu permainan licik pengusaha sekelas Riza Chalid itu?
Dengan terbongkarnya isi rekaman itu ke publik, mata kita akhirnya terbuka lebar bahwa hidup ini bukan hanya selebar tempurung kelapa saja.
Jadi bagi Anda yang saat ini masih hidup terkungkung dalam tempurung kelapa, maka Anda akan terkaget-kaget ketika tempurung kelapa itu pecah dan terbuka lebar, karena ternyata ada langit biru yang maha luas terbentang diatas sana.
Yang jalas Maroef Sjamsoeddin bukan tipikal kacung atau jongos asing. Justru ia adalah pahlawan yang telah membuka mata dan pikiran bangsa ini supaya berpikir dan bertindak cerdas.
Jadi ingat dulu ketika aku masih bekerja di perusahaan Jepang, sebelum usaha sendiri. Rekan-rekan kerja aku yang ku anggap sebagai penjilat pantat Sacho (pimpinan perusahaan), ku panggil mereka dengan nama Jonni. Anda tahu Jonni itu apa? Jonni itu adalah singkatan dari Jongos Nippon.
Tapi akhirnya ku sadar akan kekeliruan aku bahwa dimanapun kita bekerja, sekalipun dengan orang asing, kita harus all out bekerja dengan segala kemampuan yang kita miliki, serta dedikasi yang tinggi kepada perusahaan, karena bekerja juga merupakan amal ibadah kita di dunia yang fana ini.
Jadi intinya, aku sangat tak setuju kalau Maroef Sjamsoeddin itu dianggap sebagai jongos asing. So please, jangan latah dan berperilaku seperti orang stupid dengan memaksakan orang lain untuk ikut kedegilan Anda.
Itu saja intinya, pak DPR yang terhormat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H