Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Politik

BPJS Haram atau Halal, Tergantung Bagaimana Mengimaninya, yang Penting Itu Asas Manfaatnya

3 Agustus 2015   13:07 Diperbarui: 3 Agustus 2015   22:33 1392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintah akhirnya membubarkan PT. Askes (Persero) dengan jenjang masa peralihan 2 (dua) tahun sejak diundangkannya UU BPJS pada tanggal 25 November 2011 yang silam. Tata cara pembubaran PT. Askes (Persero) serta ketentuan pembubaran BUMN diatur dalam PP No.43 Tahun 2005. Menteri Keuangan pun menjamin bahwa posisi keuangan dalam kondisi aman dan terintegrasi dengan baik ke sistem BPJS.

PT. Askes (Persero) dinyatakan bubar tanpa likuidasi dimana seluruh asset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum PT. Askes (Persero) menjadi aset dan liabilitas serta hak dan kewajiban hukum BPJS Kesehatan. Laporan posisi keuangan penutup PT. Askes (Persero) disahkan oleh Menteri BUMN selaku Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) setelah dilakukan oleh audit yang menyeluruh dan mendetail oleh kantor akuntan publik. Selanjutnya, Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan BPJS Kesehatan dan laporan posisi keuangan pembukaan Dana Jaminan Kesehatan.

Saat ini BPJS mengelola Jaminan layanan Kesehatan setidaknya bagi 121,6 juta jiwa diseluruh Indonesia, sisanya sekitar kurang lebih 50 juta jiwa masih dikelola oleh Badan Asuransi Swasta yang lain. Yang jelas, pembentukan BPJS ini dilandasi oleh semangat yang tertuang dalam mandat UUD 1945 pasal 28 H ayat (3) yang menyatakan bahwa, "Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat".

Itulah sebabnya BPJS dibentuk oleh pemerintah dengan tujuan yang mulia untuk memberikan layanan jasa kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh rakyat Indonesia melalui landasan hukum Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, karena BPJS adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan kesehatan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selanjutnya, pemerintah menjamin bahwa setiap orang sejatinya berhak memperoleh jaminan kesehatan yang bersifat preventif, kuatif, dan rehabilitatif, termasuk pula pelayanan obat dan bahan medis serta akomodasi ambulans.

Jadi kalau MUI memvonis bahwa BPJS mengandung unsur Gharar serta Maisir yang artinya ketidakjelasan kualitas dan kuantitas suatu produk/jasa sehingga hanya menguntungkan pihak tertentu tanpa harus keras, maka ini tidak sepenuhnya benar.

Landasan Hukum

Pembentukan BPJS dilandasi oleh Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah, maka jika ada rekomendasi fatwa haram oleh MUI, artinya landasan keagamaan dan Undang-Undang pemerintah saling berbenturan, padahal BPJS dibentuk dengan landasan hukum yang sah dan bersifat mengikat di negeri ini dilandasi oleh prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas.

Bagi para anggota MUI yang mungkin saja belum tahu, adapun landasan perundang-undangan yang dijadikan acuan dalam pembentukan BPJS, adalah sebagai berikut;

  1. Undang-undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
  2. Undang-undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
  3. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
  4. Undang-Undang No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  5. Undang-Undang No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
  6. Undang-Undang No 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
  7. Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tetang Keuangan Negara
  8. Undang-undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
  9. Undang-Undang No 33 Tahuin 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah
  10. Undang-Undang No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
  11. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Kewenangan Pusat dan Daerah
    Prinsip Dasar

Dan bilamana masih belum paham juga, BPJS dikelola secara terbuka, efisien, dan akuntabel dengan berpatokan pada 9 (Sembilan) dasar prinsip dalam pengelolaan layanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, yaitu:

  1. Kegotong-royongan
  2. Nirlaba
  3. Keterbukaan
  4. Kehati-hatian
  5. Akuntabilitas
  6. Portabilitas
  7. Kepesertaan wajib
  8. Dana amanat
  9. Hasil pengelolaan dana digunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.

Bayangkan saja hanya dengan beberapa lembar puluhan ribu rupiah per bulan, rakyat jelata dan kaum Dhuafa mendapatkan manfaat yang sebegitu besarnya berupa Pelayanan obat dan bahan medis, pelayanan alat kesehatan implant, pelayanan diagnostik sesuai dengan indikasi medis, rehabilitasi medis, pelayanan cuci darah gratis, rawat inap maupun rawat jalan, termasuk pula pelayanan jenazah dalam fasilitas kesehatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun