Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Danau Kelimutu, Saksi Bisu Goresan Maha Karya Sang Pencipta yang Menakjubkan

28 Januari 2014   19:26 Diperbarui: 12 September 2016   10:54 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemandangan salah satu danau berwarna dari puncak tertinggi danau Kelimutu (dokpri)

Cuaca pagi yang cerah pada tanggal 23 Desember 2013 itu menemani perjalanan kami menyusuri jalan lintas Flores menuju ke arah timur. Kondisi jalanan lintas Flores itu bikin ngeri. Disebelah kanan gunung yang menjulang tinggi, disebelah kiri jurang dalam yang menganga. Hampir mirip death road di Bolivia. Ngeri-ngeri sedap kalau Sutan Bhatoegana bilang.

Perjalanan Menuju Danau Kelimutu dari kota Ebde (dokpri)
Perjalanan Menuju Danau Kelimutu dari kota Ebde (dokpri)
Hutan Tropis di sepanjang jalan lintas Flores (dokpri)
Hutan Tropis di sepanjang jalan lintas Flores (dokpri)
Sopir sepertinya sudah terbiasa dengan kondisi jalanan. Sepanjang jalan dikelilingi oleh hutan tropis yang lebat dengan aromanya yang khas. Suara-suara hutan menemani perjalanan kami, berkelok-kelok mengitari pegunungan tropis.

Jalan Lintas Flores yang sepi dan hening (dokpri)
Jalan Lintas Flores yang sepi dan hening (dokpri)
dokpri
dokpri
Kurang lebih sekitar 1 jam perjalanan, kami tiba di kampung Moni, perkampungan kecil dikaki gunung danau Kelimutu. Sopir lalu membelokkan Kendaraan ke arah kanan menuju puncak gunung Kelimutu. Mentari telah menampakan sinarnya yang hangat. Hening. Masih terlalu pagi.

Dari Moni ke atas puncak gunung Kelimutu, kondisi jalanannya sangat terjal dan berkelok-kelok. Disetiap tikungan tanjakannya menukik tajam, belum lagi jurang yang menganga disisi kiri lumayan bikin aku sport jantung. Sebelum memasuki kawasan danau Kelimutu, kendaraan kami berhenti di gerbang retribusi yang dikelola Pemda setempat untuk membayar biaya Retribusi.

Sambil menunggu sang sopir mengurus Retribusi, aku dan istri turun dari mobil untuk menghirup udara segar. Pemandangannya dan suasananya benar-benar indah. Goresan maha karya Sang Pencipta yang menakjubkan. Sesaat kupejamkan mata dan merasakan sensasi udara dingin pegunungan yang segar memenuhi rongga dadaku. Bau pegunungan yang khas menembus rongga hidung, menimbulkan sensasi tersendiri dalam keheningan yang diam membisu.

merasakan sensasi udara dingin pegunungan yang segar (dokpri)
merasakan sensasi udara dingin pegunungan yang segar (dokpri)
Setelah menikmati udara segar dan merenggangkan otot-otot tubuh, kami lalu melanjutkan perjalanan beberapa kilometer lagi keatas untuk mencapai pelataran parkir gunung Kelimutu. Kondisi jalanan masih sama seperti dari bawah, menanjak terjal dan berkelok-kelok mengitari pegunungan ttopis yang dipenuhi pepohonan pinus yang hijau.

Hamparan pohon pinus sepanjang perjalanan menyimpan sejuta makna. Setelah melewati banyak tikungan tajam dan terjal, akhirnya kami tiba juga di lereng gunung Kelimutu itu. Udara pegunungan yang dingin terasa menusuk kulit.

Pelataran parkir yang asri di lembah gunung Kelimutu (dokpri)
Pelataran parkir yang asri di lembah gunung Kelimutu (dokpri)
Setelah mobil diparkir di pelataran parkir, kami masih harus berjalan kaki menuju puncak gunung dimana ketiga danau berwarna itu berada. Lumayan juga olah raga pagi-pagi begini. Kami ditemani oleh Guide orang lokal yang katanya banyak kera liar akan menyerang dari dalam hutan kalau kami tak ditemani Guide.

Signage Welcome to Kelimutu Lake yang artistik bernuansa tropical sense of art (dokpri)
Signage Welcome to Kelimutu Lake yang artistik bernuansa tropical sense of art (dokpri)
Menurut sang Guide, seminggu sebelumnya ada rombongan turis Australia yang diserang kera liar dan menggigit mereka sampai luka parah karena mereka menolak pakai jasa Guide ke atas danau. Entah benar atau tidak, ya sudah, kami akhirnya memakai jasa Guide itu.

"Betul ko tidak ee", Sopir kami menyindir si Guide itu sambil tersenyum sinis. Sang Guide, pria paruh baya yang berjanggut dan memakai topi dan rompi ala Rambo mulai terlihat sewot. Raut wajahnya berubah. Aku mengedipkan mata ke sopir kami supaya menyudahinya.

Signage Papan Penunjuk Arah Menuju Danau Kelimutu yang artistik, Brazillian Style (dokpri)
Signage Papan Penunjuk Arah Menuju Danau Kelimutu yang artistik, Brazillian Style (dokpri)
Sang Guide memandu kami menyusuri jalan setapak yang sepi dan hening menuju keatas danau Kelimutu. Suara desis binatang hutan menemani perjalanan kami menuju danau. Aktifitas hiking sepanjang jalur pendakian itu lumayan terasa. Setelah ngos-ngosan akhirnya tiba juga diatas. Pemandangannya sungguh luar biasa indah. Banyak kera liar yang duduk-duduk menikmati hangatnya mentari pagi. Rasa penat pun hilang seketika melihat keindahan yang tiada tara.

Kera liar yang menikmati hangatnya mentari pagi di gunung Kelimutu (dokpri)
Kera liar yang menikmati hangatnya mentari pagi di gunung Kelimutu (dokpri)
dokpri
dokpri
Menurut sang Guide, kera-kera liar itu tak boleh diganggu. Aku manggut-manggut mengiyakan saja, lagian siapa juga yang mau gangguin kera liar. Kurang kerjaan namanya. Ada-ada saja ini Guide cari-cari bahan bicara.

Disekeliling pegunungan itu, hamparan pohon pinus dan berbagai kembang pegunungan yang beraneka warna tumbuh liar disana-sini. Betapa indahnya. Sungguh kagum aku. Akhirnya aku dapat melihat langsung danau Kelimutu yang selama ini hanya ku lihat di lembaran uang lima ribuan itu. Heningnya suasana diatas pegunungan itu menambah eksotiknya suasana. Rasanya seperti di pegunungan suku Apache Indian.

Hamparan pohon Pinus yang hijau di lembah pegunungan Kelimutu (dokpri)
Hamparan pohon Pinus yang hijau di lembah pegunungan Kelimutu (dokpri)
Hamparan pegunungan dari ketinggian Danau Kelimutu (dokpri)
Hamparan pegunungan dari ketinggian Danau Kelimutu (dokpri)
Di pegunungan itu ada puncak yang paling tinggi. Aku lalu sendirian menaiki anak tangga menuju puncaknya yang tertinggi karena istriku tak berani. Titik-titik embun yang bening berkilauan terkena sinar mentari pagi yang menempel di anak tangga.Setelah menaiki ratusan anak tangga, akhirnya aku sampai juga diatas puncak yang tertinggi di pegunungan Kelimutu. Ku rasakan kapasitas oksigennya tak seperti yang ku rasakan dibawah.

emandangan lembah curam pegunungan Kelimutu (dokpri)
emandangan lembah curam pegunungan Kelimutu (dokpri)
Aku istrahat sejenak dan menyapu pandanganku kebawah. Diatas hanya aku sendiri. Hembusan dan desauan semilir angin mengelus tengkuk aku dengan lembut. Heran aku, kok bisa ada hembusan angin di tempat setinggi ini. Segera ku pasang handset dan menyetel keras-keras lagu-lagunya Freddy Mercury melalui ponsel.

Pemandangan salah satu danau berwarna dari puncak tertinggi danau Kelimutu (dokpri)
Pemandangan salah satu danau berwarna dari puncak tertinggi danau Kelimutu (dokpri)
Tatapan kedua mataku menyusuri mengitari lembah dan tebing curam yang diam membeku seakan bisu tanpa kata. Setelah puas ku nikmati keindahan goresan maha karya Sang Pencipta dari atas puncak tertinggi itu, aku segera turun kebawah mencari istriku, karena aku tak melihatnya sama sekali. 

Setelah ku cari-cari keliling, akhirnya ku temukan mereka diatas pinggir dua danau yang diam membisu. Dinding danau itu sebegitu dalam dan terjal. Air danau tak tampak riak sedikitpun. Dari atas kelihatan persis seperti lukisan. Sungguh menakjubkan.

Karena penasaran dengan tak bergemingnya air danau itu, ku ambil batu lalu ku lempar ke bawah. Yang membuat aku heran, setiap kali ku lempar batu ke arah bawah danau, batu itu hilang lenyap tak mencapai air danau. Berkali-kali ku ambil batu lalu ku lempar sekuat tenaga ke arah air danau, batu-batu itu pun hilang lenyap dipertengahan. Aneh tapi nyata. Benar-benar menakjubkan.

A

ir danau yang diam tak beriak (dokpri)
ir danau yang diam tak beriak (dokpri)
Dua danau berwarna yang letaknya berdampingan hanya dipisahkan oleh dinding yang terjal (dokpri)
Dua danau berwarna yang letaknya berdampingan hanya dipisahkan oleh dinding yang terjal (dokpri)
Setelah puas keliling-keliling dan menikmati eksotiknya keindahan pegunungan dan danau Kelimutu, kami lalu memutuskan untuk pulang, menuju pelataran parkir dibawah. Di pelataran parkir ada tempat berjualan yang dikelola oleh warga pegunungan setempat. Aku memesan Kopi lokal dan ubi rebus yang mengepul. Lumayan nikmat.

Tenda Pedagang yang dikelola oleh masyarakat setempat (dokpri)
Tenda Pedagang yang dikelola oleh masyarakat setempat (dokpri)
Sebelum balik ke kota Ende, kami melanjutkan perjalanan melihat-lihat kampung Moni. Bensin masih cukup. Banyak turis asing ku temui disini. Rata-rata orang Australia, sebagiannya lagi orang Perancis dan Inggris. Dari logat mereka sudah ketahuan.

Setelah melihat-lihat Moni, kami lalu meluncur menuju desa Wolowaru, arah timur kampung Moni, untuk makan siang. Menurut Sopir, di desa itu ada rumah makan Jawa Timur, pemiliknya orang jawa yang sudah puluhan tahun menetap disitu.

Kami makan siang di rumah makan Jawa Timur itu, lumayan ada Sop Iga, masakan yang belum pernah ku temui sejak menginjakkan kaki di pulau Flores, Nusa Bunga ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun