Mohon tunggu...
Mawalu
Mawalu Mohon Tunggu... Swasta -

Mawalu

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Danau Kelimutu, Saksi Bisu Goresan Maha Karya Sang Pencipta yang Menakjubkan

28 Januari 2014   19:26 Diperbarui: 12 September 2016   10:54 445
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tenda Pedagang yang dikelola oleh masyarakat setempat (dokpri)

Kera liar yang menikmati hangatnya mentari pagi di gunung Kelimutu (dokpri)
Kera liar yang menikmati hangatnya mentari pagi di gunung Kelimutu (dokpri)
dokpri
dokpri
Menurut sang Guide, kera-kera liar itu tak boleh diganggu. Aku manggut-manggut mengiyakan saja, lagian siapa juga yang mau gangguin kera liar. Kurang kerjaan namanya. Ada-ada saja ini Guide cari-cari bahan bicara.

Disekeliling pegunungan itu, hamparan pohon pinus dan berbagai kembang pegunungan yang beraneka warna tumbuh liar disana-sini. Betapa indahnya. Sungguh kagum aku. Akhirnya aku dapat melihat langsung danau Kelimutu yang selama ini hanya ku lihat di lembaran uang lima ribuan itu. Heningnya suasana diatas pegunungan itu menambah eksotiknya suasana. Rasanya seperti di pegunungan suku Apache Indian.

Hamparan pohon Pinus yang hijau di lembah pegunungan Kelimutu (dokpri)
Hamparan pohon Pinus yang hijau di lembah pegunungan Kelimutu (dokpri)
Hamparan pegunungan dari ketinggian Danau Kelimutu (dokpri)
Hamparan pegunungan dari ketinggian Danau Kelimutu (dokpri)
Di pegunungan itu ada puncak yang paling tinggi. Aku lalu sendirian menaiki anak tangga menuju puncaknya yang tertinggi karena istriku tak berani. Titik-titik embun yang bening berkilauan terkena sinar mentari pagi yang menempel di anak tangga.Setelah menaiki ratusan anak tangga, akhirnya aku sampai juga diatas puncak yang tertinggi di pegunungan Kelimutu. Ku rasakan kapasitas oksigennya tak seperti yang ku rasakan dibawah.

emandangan lembah curam pegunungan Kelimutu (dokpri)
emandangan lembah curam pegunungan Kelimutu (dokpri)
Aku istrahat sejenak dan menyapu pandanganku kebawah. Diatas hanya aku sendiri. Hembusan dan desauan semilir angin mengelus tengkuk aku dengan lembut. Heran aku, kok bisa ada hembusan angin di tempat setinggi ini. Segera ku pasang handset dan menyetel keras-keras lagu-lagunya Freddy Mercury melalui ponsel.

Pemandangan salah satu danau berwarna dari puncak tertinggi danau Kelimutu (dokpri)
Pemandangan salah satu danau berwarna dari puncak tertinggi danau Kelimutu (dokpri)
Tatapan kedua mataku menyusuri mengitari lembah dan tebing curam yang diam membeku seakan bisu tanpa kata. Setelah puas ku nikmati keindahan goresan maha karya Sang Pencipta dari atas puncak tertinggi itu, aku segera turun kebawah mencari istriku, karena aku tak melihatnya sama sekali. 

Setelah ku cari-cari keliling, akhirnya ku temukan mereka diatas pinggir dua danau yang diam membisu. Dinding danau itu sebegitu dalam dan terjal. Air danau tak tampak riak sedikitpun. Dari atas kelihatan persis seperti lukisan. Sungguh menakjubkan.

Karena penasaran dengan tak bergemingnya air danau itu, ku ambil batu lalu ku lempar ke bawah. Yang membuat aku heran, setiap kali ku lempar batu ke arah bawah danau, batu itu hilang lenyap tak mencapai air danau. Berkali-kali ku ambil batu lalu ku lempar sekuat tenaga ke arah air danau, batu-batu itu pun hilang lenyap dipertengahan. Aneh tapi nyata. Benar-benar menakjubkan.

A

ir danau yang diam tak beriak (dokpri)
ir danau yang diam tak beriak (dokpri)
Dua danau berwarna yang letaknya berdampingan hanya dipisahkan oleh dinding yang terjal (dokpri)
Dua danau berwarna yang letaknya berdampingan hanya dipisahkan oleh dinding yang terjal (dokpri)
Setelah puas keliling-keliling dan menikmati eksotiknya keindahan pegunungan dan danau Kelimutu, kami lalu memutuskan untuk pulang, menuju pelataran parkir dibawah. Di pelataran parkir ada tempat berjualan yang dikelola oleh warga pegunungan setempat. Aku memesan Kopi lokal dan ubi rebus yang mengepul. Lumayan nikmat.

Tenda Pedagang yang dikelola oleh masyarakat setempat (dokpri)
Tenda Pedagang yang dikelola oleh masyarakat setempat (dokpri)
Sebelum balik ke kota Ende, kami melanjutkan perjalanan melihat-lihat kampung Moni. Bensin masih cukup. Banyak turis asing ku temui disini. Rata-rata orang Australia, sebagiannya lagi orang Perancis dan Inggris. Dari logat mereka sudah ketahuan.

Setelah melihat-lihat Moni, kami lalu meluncur menuju desa Wolowaru, arah timur kampung Moni, untuk makan siang. Menurut Sopir, di desa itu ada rumah makan Jawa Timur, pemiliknya orang jawa yang sudah puluhan tahun menetap disitu.

Kami makan siang di rumah makan Jawa Timur itu, lumayan ada Sop Iga, masakan yang belum pernah ku temui sejak menginjakkan kaki di pulau Flores, Nusa Bunga ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun