Ia diarak pakai mobil baja Barracuda, pakai seragam Brimob, Norman melambai-lambaikan tangannya dari atas mobil baja itu dengan senyum sumringah. Disamping kiri dan kanannya diapit para petinggi Polri. Semua orang mengelu-elukannya, semua orang berteriak histeris Nooorrrmmmaaannn...Kebanggaan pun membuncah dalam dadanya, mata berbinar-binar, raut wajah bangga menghiasi wajahnya.
Ia berdiri tegap membusungkan dada diatas mobil baja Barracuda itu. Senyum bangga menghiasi wajahnya yang cerah berseri. Dalam hatinya mungkin saja ia bergumam, mimpi apa kok tiba-tiba bisa jadi tenar begini.
Namun semua itu kini tinggal kenangan. Semuanya sudah musnah, semuanya telah hilang lenyap dihembus angin malam yang mencekam. Kariernya saat ini sudah tumbang rata dengan tanah.
Padahal menjadi Brimob justru masa depannya lebih terjamin daripada sekedar jadi penyanyi abal-abal. Masa depan terjamin, sudah pensiun pun masih dibiayai negara. Alangkah bijaknya kalau si Norman ini tetap jadi Brimob.
Sekali-kali menghibur kaum papa dan anak Yatim Piatu dengan lagu Chaiya Chaiya. Itu lebih mulia, itu lebih terhormat, daripada bermimpi jadi artis top markotop yang tak pernah kesampaian dalam hidupnya.
Kalau saja Norman mau bersabar menunggu, karirnya sudah pasti akan melejit di Kepolisian. Norman akan menjadi satu-satunya aset kebanggaan Polri. Bisa saja nanti suatu saat ia akan jadi Kapolda, bahkan tak menutup kemungkinan menjadi Kapolri. Orang sabar disayang Tuhan.
Tentu tak mudah bagi Norman saat ini untuk bangkit kembali menyongsong masa depan dan meraih asa. Namun Norman harus komitmen terhadap keputusan hidup yang telah ia tempuh. Pria jantan yang tangguh tak akan pernah menyesali dengan keputusan hidup yang telah diambil.
Hidup itu pilihan, ya sudah jalani saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H