Bapak kita satu ini setelah dua kali periode masa pemerintahannya, baru kali ini angkat bicara mengenai FPI. Semenjak punya akun Twitter dan Facebook, sepertinya beliau menyimak berbagai keluh kesah masyarakat yang berseliweran di media-media sosial terkait polemik-polemik yang terjadi di negeri zamrud khatulistiwa ini.
Mungkin karena sudah terlalu jengah melihat prilaku jumawa kaum munafiqun yang bertingkah seperti manusia-manusia suci pemegang kunci kerajaan Sorga dengan menghalalkan tindakan anarkisme, ataukah ini salah satu jargon pencitraan beliau menuju 2014, ku tak tahu itu dan sesungguhnya ku tak mau tahu itu.
Yang menarik perhatian aku justru statement-statementnya itu, dalam kapasitasnya sebagai kepala negara, mengecam tindakan FPI karena telah mencederai agama Islam dengan aksi-aksi brutal berupa kekerasan dan tindakan main hakim sendiri. Menurut SBY, FPI itu adalah ormas yang tak mencerminkan agama Islam.
"Hormatilah bulan puasa, latihlah menahan diri. Islam tidak identik dengan kekerasan. Islam tidak identik dengan main hakim sendiri. Islam juga tidak identik dengan pengrusakan. Sangat jelas kalau ada elemen melakukan itu dan mengatasnamakan islam, justru sangat memalukan agama Islam." begitu kata SBY.
SBY selanjutnya minta Kepolisian segera menindak tegas FPI tanpa pandang bulu. "Posisi negara sangat jelas, posisi saya sangat jelas, tidak memberikan toleransi yang melakukan aksi-aksi pengrusakan, kekerasan, main hakim sendiri dan melanggar aturan yang berlaku di negeri ini. Jangan membiarkan tindakan melawan hukum seperti apa pun terjadi di negeri kita," tandas SBY.
Kalau orang nomor satu di negeri ini sudah bicara begitu, sejatinya Kepolisian harus segera turun gunung dan bangun dari tidur yang berkepanjangan. Kenapa demikian? Karena alam bawah sadar manusia selalu berkesinambungan menyambung dengan alam sadar. Itulah namanya hakekat kesadaran yang hakiki untuk melaksanakan amanah.
Semua orang sudah pasti paham betul bahwa tujuan setiap insan manusia memiliki agama adalah untuk keteraturan hidup manusia. Urusan akhlak seseorang adalah tanggungjawab orang tersebut dimata hukum dan di akhirat, bukan ormas-ormas yang berkedok agama.
Ini sama saja mengurusi ranah privacy sesorang. Ibaratnya celana dalam aku adalah urusanku sendiri, bukan urusan orang lain. Oleh karena itu, tolong jangan semena-mena melakukan sweeping warna, bahan, dan merk celana dalam yang kupakai, lalu aku digebukin sampai babak belur karena celana dalam yang aku pakai tak sesuai dengan kaidah dan norma-norma celana dalam yang mereka inginkan.
Di jaman pemerintahan Soeharto dulu, kebebasan beragama sangat dihormati. Tak ada istilah sesat, tak ada yang merasa disesatkan. Semua umat beragama di negeri ini bisa hidup berdampingan dengan aman dan damai tanpa diganggu, melakukan apa saja yang dianggap baik bagi hidupnya, tanpa ada yang ganggu, tanpa ada yang bilang sesat.
Sayangnya saat ini tak begitu. Di jaman reformasi yang kebablasan ini, sebentar-sebentar terdengar teriakan sesat, sebentar-sebentar terdengar teriakan Dajjal. Inilah busuknya manusia, bukan ajaran agama. Ajaran agama sama sekali tak mengajarkan begitu. Itulah sebabnya, kalau anda mau masuk perangkap, silahkan anda masuk. Kalau mau keluar, silahkan anda keluar. Anda bukan anak kecil lagi. Anda sudah dewasa. Anda bisa berpikir mana yang baik, dan mana yang tak baik.
Sekarang tinggal komitmen Kepolisian untuk menjalankan amanah orang nomor satu di negeri gemah ripah loh jinawi ini. Mau tenang atau mau kembali kalut lagi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H