Mohon tunggu...
Mawaddah Haruman Nuryusuf
Mawaddah Haruman Nuryusuf Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tren Gaya Hidup Selebriti Masa Kini: Hedonisme yang Dibangun dari Media Sosial

8 Desember 2021   13:29 Diperbarui: 8 Desember 2021   13:52 1664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

"Uang belum pernah membuat seseorang bahagia, begitu pula halnya. Makin banyak yang dimiliki seseorang, makin banyak yang dia inginkan. Alih-alih mengisi ruang hampa, itu membuatnya semakin hampa." - Benjamin Franklin

Kalian mungkin sering melihat bagaimana masyarakat di masa kini sangat suka menghambur-hamburkan uang. Sebagai contoh, salah satu artis yang berinisial "R" mengunggah kekayaannya di media sosial, youtube, dan program TV, memang mungkin sebagian artis bermaksud untuk menunjukkan hasil jerih payah mereka dan bermaksud untuk memotivasi masyarakat, tapi hal ini terkadang banyak menuai perbincangan di kalangan masyarakat sebab dianggap sebagai ajang memamerkan harta kekayaan. 

Mereka bahkan sama-sama berkunjung ke rumah satu sama lain hanya untuk mempertontonkan harta dan kekayaannya kepada masyarakat. 

Barang-barang yang ditunjukkannya pun tidaklah murah, mereka menunjukkan koleksi mobil mewah yang berharga milyaran rupiah, lalu tas yang berharga ratusan juta rupiah, bahkan hal-hal kecil seperti ikat rambut yang bisa mencapai jutaan rupiah.

Mengapa di masa kini memamerkan kekayaan menjadi hal yang lumrah, bukankah itu malah justru bisa menjadi contoh buruk bagi masyarakat terutama kalangan remaja dalam menggunakan uang. 

Mulai terlihat di social media banyak sekali anak-anak remaja yang terpengaruh dengan perilaku para public figure yang suka menghambur hamburkan uang. 

Memang uang tersebut mereka peroleh atas dasar usaha mereka sendiri, namun dengan gaya hidup konsumtif dan hedonis memiliki dampak yang besar terhadap ekonomi negara.

Gaya hidup konsumtif merupakan gaya hidup dimana seseorang membeli suatu barang atau jasa secara berlebihan dengan mengutamakan keinginannya daripada kebutuhannya, yang akan menyebabkan pemborosan secara ekonomi. 

Perilaku konsumtif biasanya tidak memiliki skala prioritas atau dapat diartikan sebagai gaya hidup yang mewah. Faktor yang memicu terjadinya gaya hidup konsumtif adalah faktor budaya, sosial, pribadi dan psikologis. 

Saat ini, para produsen mengetahui bagaimana masyarakat mudah terpengaruhi oleh media sosial atau gaya hidup para artis oleh karena itu ketertarikan pada suatu barang akan lebih tinggi dan akan mudah tergiur dengan iklan yang disajikan tanpa memiliki sifat untuk mengendalikan dana yang mereka miliki oleh sebab itu barang yang sebenarnya tidak penting akan tetapi mereka beli hanya untuk bisa dianggap eksis dan keren di lingkungannya. 

Selain memiliki dampak bagi diri sendiri dan lingkungan, perilaku konsumtif juga bisa berdampak besar bagi ekonomi negara. 

Perilaku konsumtif sebenarnya memiliki dampak baik bagi ekonomi negara. Perilaku konsumtif dapat menumbuhkan perekonomian negara, tidak hanya memiliki dampak baik, perilaku konsumtif juga memiliki dampak buruk yaitu dapat menyebabkan terjadinya ketimpangan sosial.

Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat setelah krisis keuangan 1998, dengan konsumsi rumah tangga sebagai pendorong utama. Namun, menurut penilaian Bank Dunia tahun 2015, hanya 18-20% penduduk Indonesia yang menikmati kemajuan ekonomi negara. 

Mereka digambarkan sebagai orang-orang yang mengonsumsi banyak hal dan tinggal terutama di kota-kota. 

Karena pendidikan masyarakat ini berkualitas sangat baik, mereka memiliki kesempatan lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi. 

Ini adalah kategori pelanggan paling dominan di pasar, berkat gaji mereka yang tinggi. Mereka tidak hanya mengonsumsi untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, tetapi juga untuk memamerkan gaya dan status sosial mereka.

Mereka menghabiskan uang mereka untuk membeli barang-barang mewah, berlibur ke luar negeri, dan kuliah di universitas bergengsi. 

Jumlah konsumen di Indonesia akan terus meningkat, dari 85 juta pada tahun 2020 menjadi 135 juta pada tahun 2030, dengan asumsi tingkat pertumbuhan PDB sebesar 5-6 persen setiap tahun. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan konsumsi dilakukan demi menjalani pola hidup sehat. 

Namun, tidak semua orang bisa menghargai cara hidup hedonis seperti itu. Orang-orang yang kesulitan mengakses sumber daya dan prospek kerja yang layak, akan semakin dikucilkan secara sosial.

Mengapa tidak semua orang memiliki akses terhadap sumber daya dan peluang ekonomi?

Banyak keadaan yang dapat mempersulit untuk memperoleh sumber daya dan prospek ekonomi. Kondisi awal individu saat lahir adalah salah satu kriteria yang diidentifikasi dalam laporan Bank Dunia. 

Banyak orang Indonesia lahir dalam keluarga miskin dan tinggal di tempat terpencil yang jauh dari fasilitas dasar seperti sekolah, rumah sakit, dan perlindungan sosial. Peluang mereka untuk meningkatkan standar hidup mereka terganggu oleh keadaan kelahiran mereka. 

Mereka dengan mudah tersingkir dari persaingan untuk pekerjaan bergaji tinggi karena kurangnya pendidikan dan kemampuan mereka. Banyak orang akhirnya bekerja di pekerjaan berupah rendah seperti penjaga toko, sopir taksi, dan nelayan. Karena berpenghasilan rendah, mereka tidak mampu untuk menganut gaya hidup konsumtif.

Selain itu pola hidup konsumtif juga dapat menimbulkan kecemburuan sosial di masyarakat. Hal ini bisa terjadi karena orang yang berperilaku konsumtif cenderung membeli barang tanpa memikirkan harga dan kebutuhan yang diprioritaskan. Sehingga orang yang kurang mampu akan berpikir bahwa tidak mungkin bagi mereka untuk mengikuti pola hidup orang yang konsumtif. 

Selain itu orang dengan perilaku konsumtif akan kekurangan kesempatan menabung untuk keperluan di masa mendatang. Kehilangan kesempatan menabung membuat seseorang kehilangan kesempatan untuk mencapai kehidupan yang diinginkannya karena menabung bisa menjadi bekal untuk kehidupan di masa depan. 

Disamping itu perilaku konsumtif tidak hanya berdampak bagi masyarakat itu sendiri, tetapi negara juga ikut terdampak atas perilaku konsumtif masyarakat. 

Seperti konsumsi barang impor yang berlebihan menjadi salah satu penyebab perekonomian negara mengalami depresiasi nilai tukar rupiah. Hubungan antara gaya hidup hedonisme dengan perilaku konsumtif memiliki hubungan positif yang signifikan.

Apa solusinya?

Mengingat tujuan Indonesia untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2030, ketimpangan ini harus dipetakan dan dikurangi dari bentuknya yang paling ekstrem. 

Tindakan pertama yang dapat dilakukan adalah menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat miskin, membangun infrastruktur di pedesaan, dan memperluas akses pelayanan publik bagi masyarakat yang tinggal di lokasi terpencil. Selain itu, karena penguatan ekonomi, perkembangan sosial budaya harus diantisipasi. 

Evolusi pola konsumsi gaya hidup, serta peran pelaku pasar dan media dalam proses ini, harus dicermati secara kritis agar masyarakat yang paling rentan tidak dirugikan lebih lanjut oleh konsekuensi sosial dan psikologis.

Media sosial juga memiliki sisi negatif salah satunya dapat mempengaruhi gaya hidup masyarakat, semua hal bisa dengan mudah dan cepat diakses melalui media sosial, salah satu nya adalah trend gaya hidup selebritis yang dijadikan sebagai patokan dan acuan masyarakat sekarang, hal ini lah yang membuat masyarakat memiliki sifat hedonisme. 

Upaya yang dilakukan agar terhindar dari sikap hedonisme adalah membiasakan hidup hemat dan bisa mengatur keuangan dengan bijak. 

Jangan sampai perilaku konsumtif menguasai ego dan dapat merugikan diri sendiri, negara bahkan orang lain, dibutuhkan kemauan yang kuat dan komitmen untuk keluar dari kehidupan konsumtif supaya tidak adanya ketimpangan ekonomi di masyarakat dan dengan meninggalkan perilaku konsumtif seperti itu juga dapat mewujudkan tujuan Indonesia untuk menjadi kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2030.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun