Mohon tunggu...
Mawaddah Perabawana
Mawaddah Perabawana Mohon Tunggu... Lainnya - Ù…

Aku seorang penakut. Lalu, Pram pernah berkata "menulis adalah sebuah keberanian"

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Korelasi Tuntutan Hukum Pidana Mati Terhadap Psikologis Korban Asusila

22 Agustus 2022   20:22 Diperbarui: 24 Agustus 2022   10:14 530
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus dengan hukuman serupa terus terjadi, seolah tidak ada jera yang mengancam para pelaku dan masyarakat. Sehingga, tidak ada penurunan kasus yang terhitung dalam kurun waktu yang lama. Selain itu, pihak Komnas Perempuan juga meyakinkan dengan adanya rehabilitasi untuk pelaku dan pendampingan untuk memulihkan mental korban, maka kedua belah pihak (pelaku dan korban) telah memperoleh keadilan. Tentu bukan menjadi masalah, jika pihak Komnas Perempuan nantinya akan berhasil menengahi kasus ini.

Kasus Herry Wirawan yang merusak kehidupan para korban perlu diselesaikan dengan pengembalian hak-hak para korban yang telah direnggut. Akibat ulah terdakwa, beberapa korban trauma saat mendengar nama pelaku terlebih melihatnya. Apabila hukuman mati dijalankan, kemungkinan-kemungkinan yang diduga oleh pihak terkait dan masyarakat umum dapat saja terjadi. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi mengabulkan banding dari Jaksa Penuntut Umum berdasar pada pendalaman kasus serta pertimbangan yang terus diperhitungkan.

Berdasar pada kasus serupa, kondisi mental korban yang benar-benar rusak menjadi pertimbangan hukum yang tepat untuk pelaku. Kasus Herry Wirawan yang memiliki dosis over sepatutnya memang layak dihukum mati. Akan tetapi, kembali lagi pada pertimbangan terkait hak asasi manusia yang perlu dipertahankan dan pembenahan moral pelaku serta mental korban yang masih dapat diusahakan.

Apabila terdakwa dihukum mati, para korban akan merasa sedikit pulih sebab tidak adanya kemungkinan kasus dapat terjadi kembali dari pelaku. Namun, bagaimana dengan kemungkinan kasus serupa dengan pelaku yang tidak terduga? Tetap saja, korban akan mengalami depresi dan trauma berkepanjangan hidup di lingkungan manapun, kondisi sosial yang tentu saja tidak normal, dan masa depan suram yang terus menghantuinya.

Sebagai korban yang kini telah menjadi seorang ibu memikul beban yang ada pada anak tanpa ayah tersebut. Lagi-lagi, keluarga ikut repot, belum lagi perasaan malu yang ditanggung selama hidup, seolah kehidupannya dipukuli dengan hukuman sosial. Lalu, pelaku diadili tidak lagi di dunia.

Hukum yang menjadi kebutuhan mutlak seluruh manusia perlu diperjelas dan ditempatkan secara adil. Oleh sebab itu, berdasar hukum negara dan Islam semua telah diatur sedemikan adil demi kemaslahatan manusia di muka bumi.

Kompleksitas masalah yang terus muncul membuat hukum harus bersifat dinamis tanpa bertolak belakang pada dasar hukum asal. Begitu pula dengan kasus asusila berupa pemerkosaan oleh terdakwa Herry Wirawan dengan kronoligi yang berlapis. Meskipun, para korban tidak lagi dapat dipulihkan secara normal seluruhnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun