Khidmah sendiri dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, ada yang menjadi tukang sapu, memasak untuk santri lain, mengasuh putra-putri kiai, menjadi guru, menjadi pimpinan pesantren, hingga menjadi Presiden pun termasuk khidmah atas ilmu.
Tidak perlu ditanyakan keluhuran ilmu yang Gus Dur kepal sebelum, saat, atau sesudah menjadi Presiden.
Saat duduk di kursi Presiden, beliau masih saja haus akan khidmah. Bahkan, setelah pemakzulan sukses pun Gus Dur masih menjaga khidmah-nya dengan menerapkan nilai-nilai kepesantrenan dalam langkahnya menuju jannah.
Hanya kalangan santri yang dapat merasakannya. Agar selain dari santri dapat merasakannya, tidak sulit bagi para santri untuk berbagi. Siapa tahu, setelah mengetahui nilai kepesantrenan yang optimis Beliau genggam, akan bertambah ramai rakyat Indonesia yang mengenakan sarung sembari menenteng kitab. Ini termasuk dakwah yang tidak perlu dipikir lagi seberapa deras pahala yang mengalir.
Dakwah sedikit hingga sedikit-sedikit dakwah
Dakwah atau makna gampangnya mengajak menuju kebaikan, merupakan aktivitas setiap saat yang harus direalisasikan oleh santri sebagai buah dari menimba ilmu. Mengapa aktivitas? Sebegitu pentingkah dakwah di pesantren? Tidak hanya di pesantren, dakwah juga harus diterapkan di manapun dan kapanpun serta kepada siapapun.
Berbicara tentang dakwah, pemahaman orang awam yang terbayangkan adalah ceramah agama, mengajak masuk Islam dan berbagai kegiatan islamisasi lainnya.
Ketahuilah, Islam itu ramah bukan hanya monoton berdasar golongan apalagi keyakinan. Bahkan, Islam memperhatikan amal kecil apalagi besar.
Contoh, kita melihat seseorang tak dikenal membuang sampah sembarangan. Lalu apa yang harus dilakukan? Membuangkan sampah tersebut ke tempat sampah? Atau menegurnya terlebih dahulu, mengingatkan agar membuang sampah ke tempatnya.
Kedua pilihan tersebut sangat baik. Tetapi, saat kita membuangkan sampahnya tanpa mengingatkannya, maka dia dengan mudah mengulangi kebiasaan tersebut. Contoh di atas termasuk dakwah karena انظافة من الإيمان, anak TK pun hafal.
Kebiasaan-kebiasaan murah hingga mahal inilah yang biasa Gus Dur tenteng ke mana-mana hingga dibawa ke dalam Istana Negara, menggemingkan di depan rakyat, menyuratkan di berbagai karya tulis, tapi tak dibawa saat diusir dari kursi presiden, bahkan ditinggal nganggur setelah wafat.