Indonesia sebagai salah satu negara berkembang yang memiliki ekonomi yang dinamis, memiliki peran yang signifikan dalam pasar global. Dalam upaya untuk membiayai pembangunan dan kebutuhan ekonomi lainnya, pemerintah Indonesia sering kali mengandalkan sumber pendanaan dari dalam negeri maupun luar negeri. Salah satu instrumen pendanaan yang umum digunakan adalah melalui pengambilan hutang negara.
Hutang negara Indonesia merujuk pada jumlah uang yang dipinjam oleh pemerintah dari berbagai pihak, baik domestik maupun internasional, untuk mendukung berbagai kegiatan pembangunan dan operasional negara. Meskipun instrumen ini umum digunakan di banyak negara, termasuk negara maju, diskusi mengenai hutang negara seringkali menjadi topik yang sensitif, terutama dalam konteks manajemen keuangan dan stabilitas ekonomi.
Dalam konteks Indonesia, perbincangan tentang hutang negara tidak hanya mencakup jumlah hutang yang dimiliki, tetapi juga aspek-aspek seperti keberlanjutan pembayaran hutang, dampaknya terhadap kebijakan fiskal, stabilitas ekonomi, dan upaya pemerintah dalam mengelola hutang secara efektif dan efisien.
Pentingnya memahami hutang negara Indonesia tidak hanya dari segi jumlah nominalnya, tetapi juga dari perspektif keberlanjutan pembayaran, penggunaan dana hutang untuk pembangunan yang berkelanjutan, serta upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing ekonomi nasional sambil menjaga keseimbangan fiskal dan stabilitas makro ekonomi.Â
Dengan demikian, analisis mengenai hutang negara menjadi krusial dalam memahami dinamika ekonomi Indonesia dan arah kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam upaya mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan.
Yon Arsal, Staf Ahli Menteri Keuangan bidang kepatuhan perpajakan, mengatakan karena kuatnya penerimaan pajak pada tahun 2023, target pertumbuhan pajak tahun 2024 lebih rendah dibandingkan target pertumbuhan pajak tahun 2023 sebesar 9,4%. Jadi dengan pernyataan ini dibuatlah berbagai strategi yang akan mengoptimalkan penerimaan pajak tahun ini. Meski demikian, rendahnya angka pertumbuhan bukan berarti target penerimaan pajak tahun 2024 akan mudah tercapai.
Kementerian Keuangan melaporkan utang negara mencapai Rp 8,253 triliun per 31 Januari 2024. Dengan keberhasilan tersebut, rasio utang negara naik menjadi 38,75%, sedikit lebih tinggi dibandingkan 38,59% pada akhir Desember 2023. Pendapatan pemerintah mencapai Rp 493,2 triliun atau 17,6% dari target sebesar Rp 2.802,3 triliun. Meskipun demikian, pendapatan pemerintah direvisi sebesar $4.444 dibandingkan  periode yang sama  tahun lalu. Penerimaan pajak pemerintah sebesar Rp342,9 triliun, dimana Rp56,5 triliun merupakan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp93,5 triliun, dan subsidi sebesar Rp.0,2 Triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan APBN tetap dianggap sebagai alat yang dapat diandalkan untuk menopang perekonomian dan melaksanakan program prioritas nasional pemerintah. Oleh karena itu, pihaknya menyatakan akan terus memperhatikan situasi perekonomian nasional dan berbagai risiko global yang mungkin membayangi pelaksanaan APBN.
Realisasi belanja pemerintah sebesar Rp 470,3 triliun atau 14,1% dari pagu anggaran. Angka tersebut meningkat 18,2% dibandingkan  periode yang sama  tahun lalu. Dengan demikian, menurut Menkeu, APBN mencatat surplus neraca primer sebesar Rp 132,1 triliun. Neraca fiskal primer sendiri merupakan total penerimaan pemerintah dikurangi anggaran belanja pemerintah, tidak termasuk pembayaran bunga utang.
Ekonomi yang slow down karena ditahannya uang dengan jumlah signifikan oleh Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati/SMI) untuk tidak masuk pasar keuangan (perbankan) untuk dunia usaha sebagai penyelamatan ekonomi. Disinyalir SMI menahan uang karena jatuh tempo bayar cicilan utang yang mencapai di atas Rp500 triliun di bulan April-Mei 2024 ini. Banyak para ahli mengkhawatirkan besarnya jumlah utang kita yang direspon SMI dengan utang kita aman. Ratio utang 38 pada ketentuan UU Keuangan 2003.Â
Jika diambil dari angka utang pemerintah 2023 sebesar Rp8.041 triliun. Tapi kalau membebankan utang BUMN dan kewajiban pemerintah yang mencapai Rp8.350 triliun dan beban utang akibat contingency debt (seperti Garuda, Merpati, dan Asuransi Jiwasraya) dan BUMN yang gagal bayar jadi posisi utang menjadi mengkhawatirkan. Misbakhun (Komisi XI DPR RI) Mei 2023 pernah merilis angka utang Indonesia mencapai Rp20.750 triliun Utang dan beban BUMN Rp8.300 triliun dengan miliaran kategori contingency debt sebesar Rp1.641.250 triliun dan utang Rp6.710 triliun.