Mohon tunggu...
Mawadah Aulia Diniyah
Mawadah Aulia Diniyah Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa UIN Jakarta

Buku adalah Jendela Ilmu

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pentingnya Membaca bagi Seorang Penerjemah

28 November 2019   07:15 Diperbarui: 8 Desember 2019   00:29 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

              Membaca menurut Samsu Somadayo adalah suatu kegiatan interaktif untuk memetik serta memahami arti yang terkandung di dalam bahan tulis (Darmadi 2018, 14). Sedangkan Penerjemahan sendiri menurut Catford ialah sebagai proses penggantian teks dengan teks bahasa sasaran (Fahrurozzi dan Andri 2016, 323). 

            Dalam penerjemahan sendiri, membaca dimaksudkan untuk menambah wawasan serta kosa kata sehingga penulis dapat memahami setiap  kata atau kalimat yang ingin diterjemahkan dengan mudah. Sudah menjadi tuntutan atau suatu keharusan bagi seorang penerjemah membaca serta memahami setiap kata atau kalimat dari buku yang ingin diterjemahkan. Hal ini dimaksud agar seorang penerjemah dapat menggunakan bahasa yang tepat sehingga dapat dimengerti serta dipahami oleh orang-orang yang akan membaca hasil buku terjemahannya.

            Di era 4.0 ini masyarakat sudah di fasilitasi dengan system informasi dan teknologi yang sangat canggih. Namun sayangnya, perkembangan teknologi ini tidak membawa banyak dampak positif bagi masyarakat khusunya dalam bidang membaca.  Saat ini masyarakat Indonesia lebih suka bermain media sosial dan menonton televisi dibangdingkan membaca. Hal ini tentu menjadi pusat perhatian bagi pemerintah untuk mencari cara atau jalan keluar agar dapat mengatasi rendahnya minat membaca yang kini tengah melanda Bangsa Indonesia.

            Sebagai seorang penerjemah minat membaca sangatlah penting karena dari membaca seorang penerjemah akan mengetahui lebih banyak kata atau diksi serta kalimat yang baik untuk digunakan dalam penerjemahan.  Oleh karena itu, jika seorang penerjemah malas untuk membaca tentu ia belum bisa dikatakan sebagai seorang penerjemah yang baik, karena membaca menjadi salah satu unsur terpenting dalam penerjemahan. Tanpa membaca maka seorang penerjemah tidak akan memiliki wawasan yang luas apalagi untuk memahami setiap kata atau makna tersembunyi dari buku yang ingin ia terjemahkan.

            Seorang penerjemah tidak hanya diharuskan untuk membaca buku hasil terjemahan saja, meskipun buku terjemahan lebih dianjurkan dan harus tetap dibaca oleh calon penerjemah. Namun seorang penerjemah juga bisa menambah wawasannya dengan membaca buku-buku seperti novel, puisi, essai atau literasi lainnya. Hal itu dilakukan untuk menambah atau memperkaya kosa kata atau diksi-diksi yang bagus serta untuk melatih otak agar dapat berfikir kritis.

Membaca memiliki banyak sekali manfaat khusunya bagi seorang penerjemah. Salah satu manfaatnya adalah seperti memperkaya kosa kata (Ismail 2008, 24). Dengan banyak membaca maka akan semakin banyak kosa kata atau diksi baru yang akan kita dapatkan. Hal ini tentu akan sangat bermanfaat khususnya bagi seorang penerjemah. Kosa kata yang bagus akan menambah daya tarik tersendiri dari buku yang akan ia terjemahkan sehingga orang yang membacanya pun bisa ikut menikmati setiap kata dari buku yang ia terjemahkan.

            Selain itu membaca juga dapat melatih otak agar dapat berfikir kritis, menambah wawasan, meningkatkan kualitas memori atau ingatan, serta melatih kita untuk dapat menulis dengan baik dan masih banyak lagi (Ismail 2008, 24). Tentunya manfaat membaca diatas masing-masing memiliki hubungan atau keterkaitan dengan ilmu penerjemahan.

            Namun manfaat membaca sepertinya sudah tidak lagi dihiraukan oleh masyarakat Indonesia sekarang ini. Kondisi minat baca bangsa Indonesia yang semakin lama semakin rendah menjadi fokus utama bagi pemerintah untuk segera menyelesaikan permasalahan ini khususnya dikalangan pelajar.

            Pada Meret 2016 lalu, Central Connecticut State University berdasarkan studinya “Most Littered Nation in the World” telah menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara mengenai masalah minat membaca. Studi ini membuktikan betapa rendahnya minat baca di Indonesia. Tak hanya itu, bahkan Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah meneliti dan mendapatkan hasil presentase minat baca anak Indonesia berada di angka 0,001% yang berarti dari 10.000 anak Indonesia, hanya satu yang senang membaca (Dehuji 2016, 20).

            Rendahnya minat baca yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan bangsa tidak boleh sampai berdampak terhadap seorang penerjemah. Jika seorang penerjemah malas membaca maka akan sangat berdampak terhadap buku yang akan ia terjemahkan. Menjadi seorang penerjemah haruslah memiliki wawasan yang luas, dan wawasan yang luas akan didapat dengan membaca.

            Dari penjelasan diatas kita telah mengetahui bahwasanya membaca memiliki hubungan yang sangat erat dengan penerjemahan, dan membaca menjadi unsur terpenting yang tidak bisa dilepaskan dari ilmu penerjemahan. Hal ini membuktikan seorang penerjemah haruslah seseorang yang senang membaca.

            Seorang penerjemah yang tidak suka membaca dan tidak bisa meluangkan sedikit waktunya untuk membaca maka tidak bisa dikatakan sebagai seorang penerjemah yang baik, karena membaca sangat mempengaruhi gaya bahasa serta pemikiran seorang penerjemah dalam menerjemahkan. Seorang penerjemah yang tidak senang membaca pasti akan mengalami kesulitan yang lebih daripada seseorang yang senang membaca, semua itu dikarenakan keterbatasan wawasan dalam pemikiran penerjemah itu sendiri.

            Oleh karena itu, jika seorang penerjemah ingin menghasilkan buku terjemahan yang baik maka harus menyempatkan dirinya untuk membaca meskipun hanya 10-20 menit, karena membaca akan sangat membantu seseorang dalam memaknai setiap kata dan merangkai setiap kalimat dalam suatu buku yang ingin ia terjemahkan.

Daftar Pustaka

Darmadi. (2018).  Membaca Yuuk..! “Strategi Menumbuhkan Minat Baca pada Anak Sejak Usia Dini”. Bogor: Guepedia

Dehuji. (2016). Nikmat Terdahsyat: Kebahagiaan Berawal. Jakarta: Gramedia

Fahrurozzi dan Andri Wicaksono. (2016). Sekilas Tentang Bahasa Indonesia: Catatan Mengenai  Kebijakan Bahasa, Kaidah Ejaan, Pembelajaran Sastra, Penerjemahan dan BIPA. Yogyakarta: Garudhawaca

Ismail Kusmayadi. (2008).  Think Smart Bahasa Indonesia. Bandung: Grafindo

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun