Mohon tunggu...
mavi
mavi Mohon Tunggu... Bankir - I'm the straw to your berry

Menulis adalah pelarian yang paling nyaman ketika benang-benang dikepala sudah mulai kusut dan butuh diuraikan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Destiny

2 Desember 2018   15:21 Diperbarui: 2 Desember 2018   16:09 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku sadar, 

Kamu, adalah salah satu dari sekian banyak hal yang harus kutinggalkan. Walau terasa berat dan tak nyaman. 

Tapi aku harus tetap beranjak. Didepan, jalanku masih panjang, berliku, dan bercabang. 

Mungkin kau memang bukan yang ditujukan untukku, tapi aku berharap, dalam perjalananku kelak, entah dikelokan atau persimpangan manapun, kita bisa bertemu. 

Sekedar untuk saling melempar senyum atau jika beruntung sedikit bertukar sapa. 

Jika waktu itu tiba, akan kukagumi dirimu sekali lagi, akan kucintai dirimu sekali lagi walau hanya dalam hitungan detik, dan akan aku tumpahkan rindu yang selama ini terkekang tanpa bisa kuutarakan. 

Kau akan melihat mereka seperti burung-burung biru kecil yang terbang terbebas. 

Biru, hanya biru, aku tak mau warna lain. Bayangkan mereka berterbangan disekitarmu, mungkin beberapa dari mereka akan mengecupi pipimu satu persatu. Dan kau tak bisa menghentikan mereka, tak akan bisa, karena mereka hanyalah burung-burung kecil yang terlahir dari serpihan rindu. 

Berapa sedikitpun detik yang tersisa, aku akan berusaha bernegosiasi dengan waktu agar berjalan sedikit lebih lambat, 

Saat itu, aku ingin merengkuhmu dalam diam. 

Menenggelamkan jari jemariku dalam ribuan suraimu yang kelam. 

Aku tak ingin berucap, pelukanku yang semakin erat sudah menjelaskan semua. 

Pada waktu itu, aku akan memilikimu sekali lagi. 

Kubiarkan tetap begitu hingga batasnya. Ketika rindu itu tuntas, kita akan saling melepas. Dengan jariku, kupetakan wajahmu untuk yang terakhir kali. 

Kemudian kita akan saling berjalan mundur dengan saling tersenyum. 

Hingga dipucuk batas pandang mata, kita berbalik. Tak ada lagi kesempatan menoleh, kita hanya dapat berjalan, bergerak maju. 

Arah kita berbeda, mungkin kita akan berakhir di ujung yang berbeda pula. 

Tapi, jika ternyata ujung kita sama, 

Hn, tak ada yang tahu juga kan...? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun