Mohon tunggu...
Mauren Aurelia Wijaya
Mauren Aurelia Wijaya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Sosiologi, Universitas Negeri Jakarta

Saya adalah mahasiswa di Universitas Negeri Jakarta, Jurusan Sosiologi, tahun 2023

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pemuda untuk Perdamaian, Program Sosial Dalam Melawan Kekerasan

28 Oktober 2023   21:42 Diperbarui: 30 Oktober 2023   01:22 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia membutuhkan generasi muda, khususnya pemuda Indonesia yang memiliki potensi dan akan berperan penting dalam menjalankan proses pembangunan sosial Indonesia di  masa depan. Tentu saja pelaksanaan proses pembangunan sosial ini tidaklah mudah, karena akan banyak  tantangan yang  dihadapi generasi muda Indonesia, salah satunya adalah meningkatnya jumlah kasus kekerasan remaja.

Di kalangan generasi gen Z, kejadian kekerasan yang dialami para pemuda Indonesia saat ini semakin meningkat. Peristiwa kekerasan sangat beragam, diantaranya kekerasan verbal, kekerasan fisik, kekerasan mental dan terutama kekerasan seksual. Perilaku kekerasan yang dilakukan  sebagian generasi muda ini telah menimbulkan keresahan di masyarakat, karena kekerasan sering terjadi dan berujung pada kematian. Korbannya meliputi anak-anak dan remaja,  dewasa dan lanjut usia, yang semuanya menjadi korban kekerasan remaja. Kekerasan remaja yang terjadi di Indonesia memberikan dampak yang sangat negatif terhadap perkembangan  remaja tersebut ketika memasuki usia dewasa.

Adapun contoh dari Kekerasan yang terjadi dikalangan pemuda, yaitu misalnya di sebuah daerah di Kota Bogor,  seorang siswa SMK dikabarkan meninggal secara mengenaskan saat korban hendak pulang sekolah dan menunggu di lampu merah untuk menyeberang jalan. Di tengah jalan, tiba-tiba ada 3 orang remaja yang mengendarai sepeda motor, tiba-tiba salah satu tersangka menggunakan parang untuk membacok korban, lalu korban langsung jatuh tergeletak dan ketika dibawa menuju rumah sakit terdekat, sangat disayangkan nyawa korban tidak dapat diselamatkan.

Dari contoh tersebut tentu jika terjadinya kekerasan pada pemuda di Indonesia sangat meresahkan sekali, apalagi kekerasan ini dapat membuat para korbannya terkena gangguan kejiwaan, trauma, depresi, sampai banyak nyawa yang menjadi ancamannya.

Di bidang perencanaan pembangunan sosial, kekerasan terhadap remaja di Indonesia tentunya sangat mengganggu proses pembangunan dan pengembangan kualitas sumber daya manusia. Hal ini juga dapat berdampak pada kegagalan proses pembangunan menuju masyarakat sejahtera. Apalagi kekerasan yang terjadi di kalangan remaja dan anak kecil telah menjadi suatu perhatian besar pemerintah di Indonesia. Berdasarkan data kekerasan remaja yang dilakukan oleh Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) tahun 2016 tersebut menunjukan bahwa di Indonesia terdapat sebanyak 4.620 aduan permasalahan kekerasan yang terjadi dikalangan remaja dan anak-anak.

Lalu apa yang dimaksud dari kekerasan? Menurut WHO, kekerasan adalah tindakan penganiayaan atau perlakuan semena-mena terhadap korban dalam bentuk penganiayaan fisik, mental, seksual, pengabaian pengasuhan dan eksploitasi komersial, baik nyata maupun tidak. Hal tersebut dapat membahayakan kesehatan, kelangsungan hidup, martabat dan perkembangan si psikis si korban.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok orang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Kekerasan remaja atau Peer Violence diartikan sebagai suatu tindakan kekerasan fisik, emosional atau seksual yang dilakukan oleh teman sebaya di usia sekolah (Wandera dkk., 2017). Menurut WHO atau World Health Organization menyatakan bahwa kekerasan yang terjadi di kalangan pemuda sangat berdampak pada fungsi emosional, psikologis dan sosial individu selama seumur hidup.

Menurut data UNICEF hingga tahun 2018,  lebih dari 21%  remaja Indonesia berusia antara 13 dan 15 tahun dan sekitar 18 juta anak diyakini menjadi korban perundungan. Sebanyak 25% menyatakan pernah terjadi perkelahian secara fisik dengan persentase lebih tinggi, yaitu 36% pada remaja laki-laki dan 13% pada remaja perempuan. Perundungan dapat menimbulkan dampak negatif baik bagi korban maupun pelaku, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Perilaku agresif pada remaja, termasuk kekerasan dan perundungan, sangat terkait dengan peningkatan risiko gangguan mental, penurunan fungsi sosial, dan prestasi akademik, serta pendidikan yang buruk.

KEMENPPPA menyajikan data kasus kekerasan remaja sebanyak 5.061 kasus, yang terdiri dari 902 korban laki-laki dan 4.582 korban perempuan. Berdasarkan usia, korban kekerasan terbanyak adalah 1.880 korban berusia antara 13 hingga 17 tahun, 1.157 korban berusia antara 6 hingga 12 tahun, dan  410 korban berusia antara 0 hingga 5 tahun.

Sumber : Medialampung - Disway
Sumber : Medialampung - Disway

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun