Mohon tunggu...
Maura Syelin
Maura Syelin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya suka membaca novel tapi saya juga suka hukum sebab saya ingin lebih mengenal hukum hukum yang ada di Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Boom Hukum Perkawinan di Indonesia

12 Maret 2024   11:15 Diperbarui: 12 Maret 2024   11:23 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pendahuluan

            Perkawinan adalah perilaku makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar kehidupan di alam dunia berkembang baik, Perkawinan tidak hanya didasarkan pada kebutuhan biologis antara pria dan wanita yang di akui sah, tetapi juga sebagai pelaksanaan proses kodrat hidup manusia. Lebih dari itu, perkawinan merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai pasangan suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang Bahagia dan kekal berdasarkan Yang Maha Esa.

            Sebuah perkawinan dapat dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan, sebagaimana Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Lahirnya undang-undangan ini didasari oleh keinginan bangsa Indonesia untuk memiliki suatu peraturan perkawinan yang bersifat nasional yang berlaku bagi semua golongan masyarakat Indonesia. Namun demikian, bukan berarti undang-undang ini telah mengatur semua aspek yang terkait dengan perkawinan. Dalam perkembangannya, implementasi undang-undang ini menuai beberapa permasalahan bagi sebagian golongan masyarakat, salah satunya perkawinan beda agama.

            Perkawinan beda agama adalah perkawinan yang di lakukan oleh pasangan (pria dan wanita) yang memiliki agama yang berbeda. Dalam undang-undang perkawinan, tidak ada ruang bagi pasangan beda agama untuk melakukan perkawinan di Indonesia,atau dengan kata lain, perkawinan beda agama di anggap tidak sah.

Hasil dan Diskusi

Masalah Hukum Perkawinan di Indonesia

  • Masalah Perkawinan Beda Agama

Perkawinan beda agama merupakan perkawinan yang dilakukan oleh pasangan (laki-laki dan perempuan) yang memiliki agama yang berbeda. Mengenai ini, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974) tidak mengatur perkawinan beda agama sehingga tidak ada ruang bagi pasangan beda agama untuk melakukan perkawinan di Indonesia atau dengan kata lain perkawinan beda agama dianggap tidak sah. Satu-satunya pasal yang mengatur sah tidaknya perkawinan adalah Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang menyatakan, "Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu (Ayat 1)" dan "tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Ayat 2)." Artinya, secara tegas disebutkan bahwa tidak ada, atau tidak sah, perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya. Kemudian dilanjut dengan Ayat 2 yang berbunyi: Dalam waktu satu tahun setelah suami istri itu kembali di wilayah Indonesia, surat bukti perkawinan mereka harus didaftarkan di kantor pencatatan perkawinan tempat tinggal mereka.

Berdasarkan ketentuan Pasal 57 tersebut, perkawinan campuran bukanlah perkawinan beda agama. Perkawinan campuran yang diatur dalam Pasal 57merupakan perkawinan yang terjadi karena berbeda kewarganegaraan yaitu antara Warga Negara Indonesia dengan Warga Negara Asing.

  • Pencatatan Perkawinan Beda Agama

Banyak Negara di luar Indonesia seperti Australia, Singapura, Kanada, Inggris, dan sebagainya, tidak melarang perkawinan antara calon pasangan yang berbeda agamanya. Peluang ini sering dimanfaatkan oleh pasangan Indonesia yang berbeda agama untuk melakukan pernikahan di luar Negeri, kemudian mencatatkan perkawinan mereka di Kantor Catatan Sipil saat kembali ke Indonesia. Kantor Catatan Sipil tidak boleh menolak untuk mencatat perkawinan ini.

Sementara itu bagi calon pasangan beda agama yang melaksanakan perkawinannya di Indonesia tidak dapat mencatatkan perkawinannya karena tidak sah dan tidak memenuhi ketentuan Pasal 2 (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 sehingga tidak ada lembaga yang bersedia mencatat perkawinan tersebut.

  • Pengaturan Pencatatan Perkawinan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 juga tidak secara tegas dan jelas mengatur atau memuat suatu ketentuan yang menyebut bahwa perbedaan agama calon pasangan (suami- istri) merupakan larangan atau halangan dalam melakukan perkawinan. Ketentuan Pasal 2 menimbulkan beberapa penafsiran yang berbeda-beda di kalangan masyarakat sehingga dalam pelaksanaannya menimbulkan berbagai masalah. Namun, dalam peraturan perundangan lainnya, yakni Pasal 35 (a) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) membuka peluang dilakukannya perkawinan beda agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
  21. 21
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun