Mohon tunggu...
Maura Putri
Maura Putri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang

hobi saya traveling (mencari wisata-wisata yang belum pernah dikunjungi) salah satunya wisata alam

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jejak Waktu, Luka dan Harapan Kepengurusan

25 Desember 2024   06:20 Diperbarui: 25 Desember 2024   06:20 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak bergabung dengan organisasi ini, harapan saya tinggi. Saya menginginkan pengalaman baru, pertemanan, dan kesempatan untuk berkontribusi. Ketika itu, suasana di organisasi sangat mengesankan. Saya menghayati penghargaan yang diberikan, dan setiap anggota dianggap penting.

Ketua kami sebut dia Budi, selalu penuh semangat, mendorong kami untuk aktif dan terlibat. Namun, seiring berjalannya waktu, realitas mulai memperlihatkan wajahnya yang berbeda.

Masa kepengurusan berjalan cukup lancar. Kami mengadakan berbagai kegiatan, mulai dari bakti sosial hingga seminar yang mengundang pembicara-pembicara hebat. Saya bangga dapat berpartisipasi dan memberi ide dalam setiap rapat. Ketika masa kepengurusan hampir berakhir, hubungan kami mulai renggang. Budi sebagai ketua yang dulunya dekat, berubah dingin dan menjauh, lebih sering bersama anggota lain. Setelah adanya pemilihan ketua baru dan anggota lainnya tampak tidak peduli, melupakan momen bersama. Usaha dan waktu yang diberikan seperti sia-sia. Pesan yang saya kirimkan pada Budi juga diabaikan bahkan saat bertemu dia tak menyapa. Hubungan dengan teman-teman lama juga memburuk, membuat saya meragukan keputusan bergabung dengan organisasi ini.

Dalam benak saya, terbersit pertanyaan: "Apakah semua usaha ini sia-sia? Apakah usaha selama ini benar-benar dihargai?" Ketidakpastian ini menjadi beban yang berat di dalam hati saya.  Suatu malam yang kalut, setelah selesai dengan pekerjaan rutin, saya duduk sendiri di depan laptop.  Kembali saya membuka foto kegiatan organisasi, kenangan indah terasa asing. Seolah foto tersebut menyiratkan saya yang terasing dalam cerita itu. Dalam keheningan, saya sadar pentingnya mengubah perspektif organisasi.

Keesokan harinya, saya memutuskan untuk menghadiri rapat organisasi yang akan datang, dengan tanpa harapan.  Tiba-tiba, saat rapat dimulai, ada anggota yang memberikan masukan tentang pentingnya menjaga komunikasi antar anggota. Dia mengisyaratkan betapa vitalnya dukungan satu sama lain dalam organisasi.

Mendengar pernyataan itu, setidaknya saya memiliki harapan kecil. Akhirnya, saya mulai berdiri dari tempat duduk dan memberanikan diri untuk berbicara. Saya mengungkapkan perasaan mengenai ketidakpedulian yang selama ini terjadi.  Hal itu berdampak pada semangat saya sebagai anggota organisasi untuk berkontribusi. Pendapat yang saya lontarkan menjadikan seluruh ruangan terdiam.

Mendengar pendapat tersebut seluruh anggota terlihat terkejut, sementara Budi tampak canggung. Namun, suasana berubah ketika seorang anggota lain turut memberikan dukungannya. Dia berbagi pengalamannya dan mengingatkan kami semua tentang pentingnya saling menghargai. Dari situ, perbincangan mulai mengalir, dan saya melihat bagaimana anggota lainnya berusaha untuk mendengarkan satu sama lain. Hari-hari berikutnya meski Budi tetap tak merespons, semangat baru muncul di antara anggota. Saya sadar perubahan bisa dimulai dari diri sendiri, bukan hanya dari satu orang.

Di tengah perjalanan ini, terdapat satu momen yang sangat berarti. Saat organisasi mengadakan acara bakti sosial di panti asuhan, saya melihat betapa pentingnya kehadiran kami sebagai tim. Saat kami menyampaikan donasi dan bermain dengan anak-anak, saya melihat kembali kebersamaan yang sempat hilang. Saat itu, Budi yang selama ini tampak dingin, perlahan-lahan mulai membuka diri.

“Ra. Athira, Makasih ya buat segala kontribusi yang udah kamu beri selama ini di organisasi kita. Kamu merelakan waktu dan tenaga, bahkan ngga sedikit hartamu juga ikut kamu korbankan demi organisasi ini.” Ucap Budi pada saya sore itu. Saya memiliki perasaan terharu mendengar ucapan Budi.

Keesokan harinya.

Smartphone saya bergetar. “Halo,..”

“Athira, bolehkah aku jujur?”

“ Iya, gimana Budi?” jantungku berdegup tak karuan.

“Aku minta maaf ya, atas kejadian yang kemarin-kemarin. Atas sikapku yang mungkin ngga mengenakkan hatimu, seperti tidak menghargai. Aku sadar Ra, aku sadar banget pasti kamu ngerasa sedih sebab sikapku yang seperti itu. Tapi satu yang kamu harus tau Ra, aku melakukan itu semua karena aku pada dasarnya juga bingung dengan segala kseibukanku dan tekanan-tekanan yang datang padaku.” Ungkapnya dengan nada menyesal. “Aku lupa menjaga hubungan baik dengan kalian, aku menyesal Ra.”

Kami berbicara lama, dan saya menyadari keinginan tulus darinya untuk memperbaiki keadaan. Kami sepakat untuk berkolaborasi dalam merancang program-program baru yang lebih melibatkan semua anggota.

Sejak saat itu, kami mulai mengadakan pertemuan rutin untuk mendiskusikan perkembangan dan harapan setiap anggota. Ketidakpedulian yang pernah mengganggu kami perlahan-lahan memudar. Kami mengerti bahwa organisasi ini bukan hanya tentang kepengurusan, tetapi tentang membangun ikatan yang kuat di antara kami.

Malam itu, saat saya menuliskan kembali catatan pengalaman ini dengan anggapan bahwa diri ini telah terberkati. Waktu yang kita habiskan bersama tidak pernah sia-sia. Meskipun ketidakpedulian itu membuat saya terasingkan disitu terdapat pembelajaran untuk menghargai perjalanan ini dan menjadikannya pelajaran berharga. Jejak waktu akan selalu ada, dan meskipun saya pernah mengalami ketidakpedulian. Namun, kini saya memiliki pemahaman yang lebih dalam tentang arti persahabatan dan saling menghargai dalam setiap langkah kehidupan.

Beberapa minggu kemudian, organisasi kami mengadakan kegiatan besar seperti festival seni untuk mengumpulkan dana bagi yayasan anak-anak kurang mampu. Kami semua berkolaborasi, saling mengisi kekurangan satu sama lain. Saya bertugas untuk mengatur jadwal dan mengoordinasikan para relawan. Hal ini merupakan momen yang tepat untuk memperlihatkan bagaimana kami telah berubah.  

Di balik layar, saya melihat Budi berusaha keras untuk mendukung semua anggota. Dia mendorong kami untuk berpartisipasi aktif dan tidak segan-segan untuk membantu siapa pun yang membutuhkan. Melihat perubahan ini, saya membangkitkan semangat yang dahulu untuk kembali muncul. Saya menyadari bahwa di balik semua rasa sakit dan ketidakpedulian, terdapat potensi besar untuk memperbaiki keadaan.

Saat festival berlangsung, suasana penuh keceriaan dan kebersamaan. Kami semua bekerja sama, tertawa, dan berbagi cerita. Saya menyadari kehangatan persahabatan yang sempat pudar. Di tengah acara, Budi memberikan sambutan. Dia mengungkapkan betapa bangganya dia terhadap kami semua dan bagaimana dia sangat berterima kasih atas kerja keras setiap anggota. Dia menyebutkan dan menghargai kontribusi saya, dan mengingatkan semua orang untuk tidak pernah menganggap remeh peran satu sama lain.

Kata-kata itu menyentuh hati saya. Akhirnya, setelah perjalanan panjang saya dihargai kembali. Hal ini menjadikan pelajaran bahwa setiap pengalaman, baik pahit maupun manis, membentuk siapa diri saya saat ini. Saya belajar untuk tidak hanya melihat kepengurusan sebagai jabatan, tetapi sebagai kesempatan untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan.

Festival itu berhasil dengan sangat baik, melebihi target penggalangan dana kami. Kami merayakan kesuksesan tersebut dengan penuh suka cita. Di tengah kerumunan, saya melihat Budi dan anggota lainnya tersenyum, berbagi cerita dan tawa. Rasa percaya diri saya semakin kuat, dan tidak lagi beranggapan bahwa semua dilalui sendirian dalam perjalanan ini. Ketidakpedulian yang pernah ada menjadi pelajaran berharga yang mendorong kami untuk lebih menghargai satu sama lain.

Malam itu, saat saya berbaring di tempat tidur dengan merenungkan segala yang telah terjadi. Waktu memang tidak selalu adil, tetapi waktu juga mengajarkan kita banyak hal. Saya berterima kasih kepada semua orang yang pernah menjadi bagian dari perjalanan ini, baik yang mendukung maupun yang tidak. Mereka semua, tanpa terkecuali, telah membantu saya tumbuh dan belajar.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun