Mohon tunggu...
maura alifia
maura alifia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Tertarik pada bidang kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema antara Nilai Kemanusiaan dan Tanggung Jawab Hukum dalam Praktik Euthanasia

10 Oktober 2024   11:09 Diperbarui: 10 Oktober 2024   11:12 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Hak asasi manusia di Indonesia merupakan isu menarik untuk dibahas, mengingat bagaimana perjalanan panjang yang telah dilalui bangsa ini dalam memperjuangkan dan melindungi hak-hak individu. Sejak reformasi 1998, Indonesia telah berkomitmen untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia melalui berbagai kebijakan dan undang-undang. Hak untuk hidup, sebagai Non-derogable rights (hak yang bersifat mutlak dan tidak dapat dikurangi), harus dilindungi oleh negara dan segenap bangsa demi menjaga keutuhan dan kesejahteraan bersama.

Dalam bidang kedokteran, terdapat suatu praktik yang sering kali dihubungkan dengan isu Hak Asasi Manusia, yaitu praktik euthanasia. Istilah eutanasia pertama kali diperkenalkan oleh penulis Yunani yang bernama Suetonis dalam bukunya yang berjudul Vitacea sarum. Euthanasia sendiri merupakan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Eu berarti baik, dan thanatos berarti mati. 

Tindakan euthanasia merujuk pada tindakan yang dilakukan untuk mengakhiri hidup seseorang secara sukarela dengan tujuan untuk mengurangi penderitaan yang parah akibat penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau kondisi medis yang menyakitkan. Dalam praktiknya, Euthanasia melibatkan pihak ketiga yaitu tenaga medis. 

Salah satu argumen pendukung dari praktik euthanasia adalah bahwa hak untuk hidup juga mencakup hak untuk memilih bagaimana dan kapan hidup itu berakhir. Mereka yang pro terhadap praktik tersebut, berpendapat bahwa dalam situasi di mana penderitaan fisik dan mental sudah tak tertahankan, individu seharusnya diberi kebebasan untuk menentukan akhir hayatnya secara sukarela. Dalam perspektif ini, euthanasia dipandang sebagai bentuk perlindungan hak asasi manusia, di mana seseorang tidak hanya berhak untuk hidup, tetapi juga berhak untuk meninggal sesuai dengan pilihannya.

Beberapa negara telah mengesahkan undang-undang yang mengatur praktik euthanasia, sementara di negara lain, praktik ini masih dianggap kontroversial dan ilegal. Perdebatan ini terus berlanjut di berbagai belahan dunia, mencerminkan perbedaan pandangan budaya dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. 

Pengaturan Hukum Euthanasia di Indonesia

Euthanasia Aktif

Indonesia adalah salah satu negara yang secara tegas menolak praktik euthanasia. Meskipun undang-undang kesehatan di Indonesia tidak secara eksplisit mengatur euthanasia, sejumlah ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memberikan gambaran tentang posisi hukum negara terhadap tindakan ini.

Secara khusus, pasal 344 KUHP menyebutkan bahwa,"Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun." Dengan demikian, meskipun permintaan untuk mengakhiri hidup berasal dari individu itu sendiri dan dinyatakan secara sadar serta serius, pelaku yang memenuhi permintaan tersebut tetap dianggap telah melakukan tindak pidana.

Selain itu, Pasal 388 KUHP menjelaskan bahwa "barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun." Sementara Pasal 340 KUHP menjelaskan bahwa tindakan merencanakan untuk merampas nyawa seseorang dapat dijatuhi hukuman mati atau penjara seumur hidup. Pasal 345 KUHP juga menegaskan bahwa mendorong atau membantu orang lain untuk bunuh diri dapat dihukum penjara hingga empat tahun.

Oleh karena itu unsur "permintaan sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati"  dalam Pasal 344 KUHP, harus disampaikan secara tegas dan serius. Jika tidak, pelaku dapat dikenakan Pasal pembunuhan biasa. Aspek ini sangat penting, karena menjadi penentu apakah seseorang dapat dipidana berdasarkan Pasal 344 KUHP atau tidak.

Euthanasia Pasif

Dalam pasal 359 KUHP, dinyatakan, "Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana kurungan paling lama 1 tahun." yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan euthanasia.

Pasal 304, 306, dan 531 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) juga menyatakan bahwa meninggalkan atau tidak memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan merupakan tindak pidana. Ketentuan ini menegaskan bahwa euthanasia pasif juga dilarang di Indonesia. Euthanasia pasif merujuk pada penghentian perawatan medis yang memungkinkan pasien bertahan hidup. Salah satu contoh yang dapat digolongkan sebagai euthanasia pasif adalah ketika seorang pasien meminta untuk pulang dari rumah sakit meskipun kondisinya tidak memungkinkan, dan dokter mengizinkan permintaan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun