Mohon tunggu...
Fredy Maunareng
Fredy Maunareng Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati Bahasa

Menuduh diri sebagai "Pemerhati Bahasa" dari Nusa Laung, Pulau Wetar-Maluku Barat Daya Korespondensi melalui Email : fredy.maunareng@gmail.com | WA : +6281237994030 |

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mudik atau Pulang Kampung

24 April 2020   05:41 Diperbarui: 24 April 2020   05:54 529
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar milik pihak ketiga

Tadi sore saya mendapatkan kiriman sebuah potongan video berdurasi delapan belas detik yang berisi tanggapan Presiden Joko Widodo atas pertanyaan pembawa acara Mata Najwa, Najwa Shihab. Saya tidak menonton acara itu sebelumnya.

Dalam acara bertajuk Jokowi Diuji Pandemi yang disiarkan pada Rabu 22 April 2020, Najwa (Mba Nana) mengeksposisi informasi Kemenhub yang menyebutkan terjadinya gelombang mudik. "...

Data dari Kemenhub sudah hampir 1 juta orang sudah curi start mudik. Faktanya sudah terjadi penyebaran orang di daerah, Bapak" beber Najwa. Dari cuplikan itu terlihat dengan santai Pak Jokowi menanggapi "Kalau itu bukan mudik. Itu namanya pulang kampung".

Tanggapan santai Pak Jokowi ternyata mengundang banyak respon netizen. Bahkan para pengamat kebijakan publik dan politisi pun tak mau ketinggalan berkomentar.

Ada juga yang berpendapat bahwa Pemerintah melarang "mudik" tetapi tidak melarang "pulang kampung". Pada intinya dianggap ambigu. Kira-kira begitulah.

Dalam tulisan ini ingin saya sarikan kata mudik dan pulang kampung yang telah banyak "digoreng" entah untuk keperluan apa. Dari cuplikan video pendek yang saya terima pun hanya menayangkan tanggapan Pak Jokowi yang telah saya kutip di atas. Tidak ada kalimat lanjutan.

Tentu framing seperti itu sangatlah bertujuan. Apalagi kalau bukan bertujuan mencemoohkan Pak Jokowi yang seolah tak paham pada penggunaan kedua kata itu.

Di tengah viralnya terminologi mudik dan pulang kampung, belum ada pakar bahasa yang tampil untuk menjelaskan persamaan atau perbedaan kedua kata itu. Banyak tulisan dibuat hanya dengan mengutip makna leksikal (yang terdapat dalam kamus) dan tidak secara asosiatif.

Secara leksikal -- sebagaimana yang sudah dikutip banyak orang dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) -- lema mudik merupakan kelas kata kerja yang memiliki arti berlayar, pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman). Jika dalam percakapan, mudik berarti pulang ke kampung halaman. Kata pulang kampung dalam KBBI juga mengandung arti kembali ke kampung halaman; mudik.

Dalam penjelasan Pak Jokowi di luar dari cuplikan video yang saya terima, tentu sudah disampaikan yang dimaksud dengan mudik dan pulang kampung. Pulang kampung yang dimaksud Pak Jokowi adalah mereka yang pulang ke kampung (=mudik) karena tidak lagi bekerja di kota. Sementara mudik itu masih akan kembali ke kota.

Sekilas adalah sama, yaitu melakukan perjalanan dari suatu tempat (kota) ke tempat lain (udik). Kita tidak akan melihat perbedaannya kalau sudah terlebih dahulu menilai pernyataan itu adalah sebuah kesalahan.

Untuk melihat perbedaan kedua kata itu, saya ingin mengajak kita memahami sebuah subdisiplin dalam ilmu bahasa yang namanya Semantik. Semantik adalah studi tentang makna "bahasa" (saya tambahkan kata bahasa di situ karena bahasan tentang makna tidak hanya ada pada bidang semantik). Dalam semantik terdapat beberapa konsep relasi makna seperti sinonim, antonim, homonim, dan seterusnya. Tentu ini merupakan pelajaran bahasa di tingkat dasar.

Sinonim adalah bentuk (bahasa) yang maknanya mirip atau sama. Misalnya, kata mati memiliki hipernim (kata khusus varian bentuk) seperti mampus, meninggal, wafat, mangkat, berpulang, tewas, dan gugur.

Ketujuh kata ini memiliki inti (core) makna yang sama, yakni keadaan yang menggambarkan tidak lagi bernyawa atau lawan dari kata hidup. Namun penggunaan ketujuh kata itu tidaklah sama persis. Penggunaan yang tidak sama persis itulah menimbulkan asosiasi.

Coba kita bayangkan penggunaan kata mampus, meninggal, wafat, mangkat, berpulang, tewas, dan gugur pada kalimat-kalimat berikut.

  • Dokter itu mampus setelah menangani pasien positif korona
  • Dokter itu meninggal setelah menangani banyak pasien positif korona
  • Dokter itu wafat setelah menangani banyak pasien positif korona
  • Dokter itu mangkat setelah menangani pasien positif korona
  • Dokter itu berpulang setelah menangani pasien positif korona
  • Dokter itu tewas setelah menangani banyak pasien positif korona
  • Dokter itu gugur setelah menangani banyak pasien positif korona

Bagaimana nilai rasa (konotasi) dari masing-masing kalimat di atas. Kalau kita berempati dengan tenaga-tenaga medis saat ini yang berjuang dengan gigih menyembuhkan pasien-pasien positif korona, adalah sangat tidak mungkin kita gunakan kata mampus dalam konteks kalimat itu. Hal itu karena secara asosiatif subjek penderita pada kalimat itu bermakna negatif. Kalimat-kalimat selanjutnya merupakan kalimat berkonotasi positif.

Saya tidak akan terlalu berputar di situ, tetapi sekadar ingin menekankan bahwa setiap kata yang bersinonim punya asosiasi makna yang berbeda. Karena itu dalam semantik ada juga yang disebut dengan makna asosiatif.

Makna asosiatif adalah makna kata yang muncul karena adanya hubungan kata tersebut dengan hal lain di luar bahasa. Hal lain itu bisa berupa sudut pandang (point of view) seseorang atau masyarakat umum terhadap sesuatu, termasuk kebiasaan umum yang mungkin saja telah menjadi tradisi. Misalnya, kata mudik ini berkaitan dengan tradisi pulang kampung menjelang hari raya keagamaan.

Artinya, asosiasi orang terhadap kata mudik pengertiannya tidak hanya pulang ke kampung tetapi pulang karena (alasan menjelang) hari raya keagamaan, lebih khusus hari raya keagamaan umat muslim. Selanjutnya, setelah hari raya pemudik (orang yang melakukan mudik) akan kembali lagi.

Pemaknaan seperti itu tentu berbeda dengan sekedar pulang kampung. Orang pulang ke kampung tidak semata-mata alasan hari raya. Berbeda dengan mudik yang lebih spesifik karena alasan hari raya.

Ketika Pak Jokowi menjelaskan perbedaan itu, lantas apa yang salah dari penjelasan beliau? Secara semantik dapat diterima. Tidak ada konstrain (tabrakan semantis) di situ.

Dalam penyimakan saya, Pak Jokowi tidak terjebak dengan pertanyaan Mba Nana yang telah membuka dengan pernyataan "curi start mudik". Mba Nana-lah yang menganggap mereka yang pulang kampung itu telah melakukan mudik atau pulang kampung sebelum hari raya.

Begitulah bahasa, ia bukan milik personal sehingga penafsiran yang berbeda-beda sangatlah lumrah. Penafsiran yang dibuat pun bergantung kepada kepentingan siapa yang ingin melakukan penafsiran itu.

Tetapi secara semantis, terhadap kedua kata "mudik" dan "pulang kampung" yang sedang viral di sosial media, saya pikir keduanya mengandung makna aktivitas yang sama namun dilakukan pada waktu yang berbeda. Perbedaan itu semata-mata karena asosiasi terhadap kata mudik.

Lalu bagaimana dengan implementasi kebijakan? Tentu orang-orang hebat di luar sana sudah melihat akan ada kerancuan dalam implementasi kebijakan larangan mudik. Misalnya, orang akan mudik tapi dibilang pulang kampung (pinjam anggapan bahwa pemerintah melarang mudik tetapi tidak melarang pulang kampung). 

Yang perlu ditekankan adalah konteks pembicaraan di acara Mata Najwa itu terjadi sebelum dikeluarkannya kebijakan larangan mudik. Artinya baik mudik maupun pulang kampung hemat saya akan diperlakukan sama. Konteks penjelasan Pak Jokowi itu mengarah pada apa yang telah terjadi sebelum dikeluarkannya kebijakan dimaksud.

Satu hal yang patut kita apresiasi adalah dua kata ini (mudik dan pulang kampung) telah menggerakan warga negara untuk kembali membuka atau setidaknya mengakses kamus. Setidaknya KBBI sangatlah membantu kita semua, bukan?

Pesan anak perbatasan, ada baiknya kita tak perlu menghabiskan energi untuk membahas mudik dan pulang kampung, tetapi mengikuti substansi arahan yang disampaikan pemerintah adalah jauh lebih baik untuk segera mengakhiri penyebaran Covid-19.

*) Note: Tulisan ini telah diupayakan untuk di-post pada 23 Apr namun karena kendala internet sehingga baru bisa dipublish pagi ini.

Salam anak perbatasan.
Wetar-Lurang, 23 April 2020
~FFM~

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun